Jam telah menunjukkan pukul sebelas malam dan Doyoung bersiap untuk tidur. Baru saja ia berbaring di kasurnya, ia mendengar ayahnya berteriak.
“Doyoung! Temanmu datang! Cepat turun!”
Dengan malas Doyoung turun dari kasurnya dan menemui temannya itu. Doyoung berpikir siapa orang gila yang datang ke rumahnya jam segini.
“Taeyong, kau datang jam segini?” tanya Doyoung kaget.
“Doyoung...”
Taeyong tiba-tiba ambruk dan untung saja Doyoung sigap menangkapnya. Doyoung meraba dahi Taeyong yang panas. Doyoung masih bingung kenapa sahabatnya ini bisa demam.
Buru-buru Doyoung membawa Taeyong ke kamarnya Doyoung pun sibuk mengompres demam Taeyong yang cukup tinggi.
Tiba-tiba ponsel Taeyong berbunyi dari eommanya Taeyong, Doyoung pun mengangkatnya.
“yeoboseyo... sungsaengnim... ah maksudku ahjumma” jawab Doyoung.
“yeoboseyo, ini bukan Taeyong? Ini siapa? Ah apa ini Doyoung?” tanya Sooyeon.
“ne, aku Doyoung. Taeyong ada di rumahku, ahjumma. Ia pingsan dan demam. Sekarang dia belum bangun lagi” jawab Doyoung.
“ah baiklah, sebentar lagi ahjumma akan datang ke rumahmu untuk menjemput Taeyong, ne? Maaf sudah merepotkanmu” ujar Sooyeon.
“ah tidak apa-apa, ahjumma” ujar Doyoung.
. . .
Taeyong membuka matanya, ia melihat ke sekelilingnya yang nampak asing dengan ornamen putih-putih. Ia baru menyadari bahwa ia ada di rumah sakit.
Taeyong melihat eommanya ada di sampingnya sambil mengelus rambutnya lembut.
“eomma... kenapa aku di rumah sakit?” suara Taeyong jadi serak.
“Taeyong, kau demam...” kata Sooyeon.
“eomma... dari tadi aku bermimpi kan? Aku bermimpi jika aku punya saudara kembar” ujar Taeyong.
Sooyeon menggeleng lemah, “tidak Taeyong... kau tidak bermimpi” ujar Sooyeon.
“kenapa bisa? Kenapa? Ah... hahaha” Taeyong tertawa frustasi.
“aku tidak mau percaya! Aku tidak bisa mempercayai semua ini!” Taeyong mulai kembali menggila.
“Taeyong, jangan begini... kau harus bisa menerima kenyataannya” ujar Sooyeon.
Sooyeon mempererat genggaman tangannya. Ia tentu menyadari keadaan mental Taeyong menjadi kacau balau setelah ia mengetahui kenyataan tentang keluarganya.
Pintu kamar rawat Taeyong pun terbuka, seorang namja tinggi memasuki ruangan itu.
“Taeyong, bagaimana keadaanmu?” Jaejoong masuk dan mengelus kepala Taeyong.
“jangan sentuh aku!” teriak Taeyong yang membuat Jaejoong kaget dan menarik tangannya.
“Taeyong, maafkan appa. Appa tidak menemuimu terlebih dahulu dan memperkenalkan Myungsoo... Jika kau membenci appamu ini, silahkan saja...” ujar Jaejoong.
“tapi tolong jangan membenci Myungsoo... bagaimanapun dia adalah saudara kembarmu... dia sedang sakit dan butuh dukunganmu” terdengar suara appanya menjadi sedih.
“kami memutuskan untuk memberi tahu semua rahasia ini sekarang... kami melihat kondisi Myungsoo melemah dan kami ingin dia memiliki motivasi bertahan hidup... tolong pahami itu Taeyong...” jelas Sooyeon.
. . .
Taeyong berjalan menyusuri koridor sekolah dengan lesu. Ia memang sudah sembuh dari demamnya, namun perasaannya masih kacau.
Sejak kemarin ia tidak berbicara pada eommanya dan hanya mengurung diri di kamar. Bahkan Taeyong juga belum menemui Myungsoo sehingga ia tidak tahu bagaimana keadaan Myungsoo sekarang.
“Taeyong, kau masuk sekolah?” tanya Doyoung.
“tentu saja, tidak mungkin aku bolos atau aku bisa dibunuh eommaku” jawab Taeyong.
“Taeyong... kau ada masalah, eoh? Ceritakan padaku” pinta Doyoung.
“iya nanti akan kuceritakan saat istirahat” balas Taeyong singkat.
Bel istirahat pun berbunyi, seluruh siswa berebut keluar kelas menuju kantin namun tidak dengan Taeyong dan Doyoung. Mereka tetap berada di dalam kelas.
Taeyong memastikan kelas sudah benar-benar sepi, ia pun menceritakan detail peristiwa yang ia alami beberapa hari yang lalu, hingga ia datang ke rumah Doyoung lalu jatuh pingsan.
“apa? Aku tidak bisa percaya ini... kau punya saudara kembar?” Doyoung terkejut.
“kau saja sulit mempercayainya apalagi aku!!” seru Taeyong.
“sekarang aku bingung... aku merasa marah tapi aku tidak tahu aku marah pada siapa... aku tidak bisa marah pada eommaku, pada appaku... apalagi pada Myungsoo” keluh Taeyong.
“aigo... aku tidak tahu harus bereaksi apa... kurasa.. eum... kau harus menerimanya” ujar Doyoung ragu-ragu.
Doyoung menunggu reaksi datar Taeyong sedari tadi. Ia takut jika Taeyong bertambah marah karena sarannya terkesan tidak memberi solusi sama sekali. Beberapa detik kemudian, wajah Taeyong melunak.
“baiklah, sepertinya aku memang harus menerimanya. Mau aku menolak sekeras apapun, mereka tetap keluargaku” ujar Taeyong lebih tenang.
.
.
TBC
.
.
maaf buat update yg pendek dan unfaedah ini. Akhir2 ini author jadi agak males update ini cerita karena sepertinya peminatnya kurang banyak 😂
Tapi author tetep update buat beberapa reader setia. Author ucapin terima kasih buat para reader setia yang memotivasi author untuk update cerita ini.
.
.
HAPPY NEW YEAR GUYS!!
.
.
VOMENT BELOW 😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry I'm too Introvert
General FictionTaeyong adalah siswa pintar di sekolahnya yang punya prestasi gemilang di bidang akademik terutama matematika. Selain itu Taeyong juga berwajah tampan. Namun sayang, Taeyong tidak memiliki banyak teman karena dia yang memiliki sifat introvert. Hany...