9 - Remember

49 12 0
                                    

Jari-jemarinya bermain dengan lincah, tuts piano itu seperti telah menyatu dalam dirinya. Aku tak pernah membayangkan jika dalam waktu singkat ia telah menguasai alat musik tersebut, ya mungkin itulah yang dinamakan bakat.

Aku menyelipkan rambut yang terurai pada telinganya, ia tersenyum.

"Ada satu fakta yang disembunyikan Disney perihal Putri Salju. Jelas Pangeran berencana menyentuh sang Putri, tetapi sebelum Pangeran melancarkan rencananya sang Putri terbangun setelah ciuman pertama." Ucapku.

"Kenapa begitu?"

"Itulah laki-laki," Ucapku. "Aku tak ingin kelak kau jatuh kedalam pelukan lelaki yang bejat dan tidak bertanggungjawab."

"Aku tak pernah mengharapkan hal seperti itu." Setelah berucap ia kembali membuat nada-nada yang membuat perasaanku nyaman, Seperti didalam hutan sendirian, ditemani cericitan burung yang terus bersautan.

"Kau terlihat cantik." Aku menyentuh pipinya dengan lembut.

"Berhenti menggodaku!" Yura menyingkirkan tanganku kasar, membuatku terkejut.

"Kenapa kau aneh sekali?" Tanyaku heran.

"Aku atau kau yang aneh?" Sentaknya.

"Ka-kau kenapa?"

Ia memegang keningnya lalu menghembuskan nafas panjang, "Aku hanya lelah." Yura beranjak dari duduknya menuju sofa, ia menjatuhkan tubuhnya dengan kesal.

"Ada apa?" Tanyaku. "Kau bisa bercerita jika ada masalah, aku akan mengerti."
Ia bangkit dan mengambil tasnya, menatapku sekilas lalu berjalan menuju pintu. "Kau takkan mengerti," gumamnya samar.

Aku takkan mengerti, apa seserius itu masalahnya hingga ia bahkan tak mempercayaiku.

Ia keluar rumahku setengah berlari dengan sesekali melirik jam yang melingkar ditangan mungilnya.

Aku mengikutinya dari belakang, ia tak pernah seperti ini sebelumnya, mungkin akan kutanyakan besuk saja apa yang sebenarnya terjadi jika mood nya sudah baik.

Aku memperhatikan dari kejauhan, memastikan jika ia baik-baik saja.

Yura tengah menunggu bus yang akan lewat, wajahnya terlihat tegang. Dan bibirnya terus saja bergerak mengucapkan kata yang aku bahkan tak tahu. Ia meremas ujung roknya, aku dapat menangkap raut kegelisahan pada wajahnya.

Sebuah mobil berhenti didepannya. Seorang pria turun dan membuka pintu depan. Ia menyuruh Yura masuk, tapi gadis itu menolak, hingga ia menarik Yura dengan kasar, dan mendorongnya kedalam mobil. Aku ingin menghampiri tapi mobil itu lebih dulu pergi.

Mobil itu melaju kencang meninggalkan aku yang masih diam tak percaya dengan yang terjadi, aku seakan kembali pada beberapa waktu silam, dimana saat aku duduk disebuah taman bermain, mencoba mengalunkan nada-nada indah dari gitar yang kupegang, besuk akan ada acara besar, dimana aku akan mewakili sekolah dalam acara musikalisasi puisi, sebenarnya tidak ada yang membanggakan, hanya saja ini acara bergengsi dan hanya sekolah tertentu yang akan mengirimkan muridnya, dan aku salah satunya, bersama rekanku yang akan membaca puisi yang telah kusiapkan.

Kupetik senar itu perlahan, tak satupun nada yang terdengar sumbang.

Seseorang dengan kasar mengambil gitarku, membuatku terkejut, sesaat setelah itu aku melihat gitar yang sudah tak berbentuk,ini sangat menyakitkan dimana aku harus kehilangan kakekku untuk kedua kali, itu pemberiannya, dan sekarang telah direnggut.

Mereka menatapku penuh kemenangan lalu salah satu dari mereka menarikku dan mendorongku, aku bisa merasakan tendangan yang sangat mematikan pada punggungku hingga membuat aku tak sadarkan diri, hanya, sebelum aku benar-benar pingsan, aku mendengar samar mereka mengatakan bahwa aku ini penghalang mereka, mereka menganggap aku ini janggal, bahkan kesialan.

Aku tak pernah tahu kenapa mereka seperti itu, yang aku tahu, membenci tak butuh alasan. Shit!

Dan sejak saat itu hanya ada kebencian dalam diriku.
Aku kira aku lebih baik sekarang, tapi nyatanya aku masih sama, masih menyimpan dendam kepada mereka yang telah membuatku merasa aku ini berbeda.

The Last (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang