11 - Who

44 11 0
                                    

Malam semakin temaram, dan aku masih ditempat yang sama, meringkuk diantara meja dengan kasur, hanya ditemani cahaya remang dari luar.

Malam ini terulang, kebahagiaan kembali direnggut. Seseorang lebih dulu menggambil mutiara paling berharga itu, aku tertawa, menertawakan kehidupan yang mudah berubah.

Apa aku salah pernah mencatat ingin mengubah marga Park itu menjadi Min dalam daftar keinginanku? Hanya keinginan itu yang belum terwujud.

Aku mengambil secarik kertas yang sengaja kuselipkan pada buku catatanku, surat cinta seorang gadis kecil yang sampai saat ini masih kusimpan. Sejujurnya selama ini aku selalu mengharap kehadirannya, ia adalah satu-satunya orang yang berani mendekat saat yang lain menjauh, hah dan bodohnya aku, dengan jelas mempermalukannya. Aku bahkan sangat kecewa karena dia tak terlihat kembali disekolah, jujur walau aku seperti tak peduli namun, mataku selalu menyelidik, mencarinya dan akhirnya menyerah saat ia tak kutemui.

Namun kini ia datang  kembali, menjadi sosok yang sangat aku kagumi, sayangnya untuk itu aku tak sadar satu hal yang membuatku menyesal adalah, aku tak pernah tahu nama gadis kecil yang dengan berani menyatakan cintanya itu.

Park Yura, nama yang sama namun yang awal samar, lebih terang daripada matahari, lebih gelap dari malam. Aku tak pernah mengerti tentangmu, kau bahkan tak menaruh dendam atas penolakanku. Walau kau mengatakan benci, itu hanya akal-akalanmu saja.

...

Hampir pukul 2 malam, aku masih meneguk minuman ditemani Namjoon yang notabenya pemilik bar ini, entah sudah berapa botol yang kuminum, yang kutahu, aku hanya sedang lelah. Benar-benar lelah.

"Satu botol lagi," seruku pada bartender.

"Jangan, ia sudah kebanyakan minum." Cegah Namjoon.

"Ah, berikan aku lagi!"

Bartender itu memandangku dan Namjoon bergantian, ia pergi setelah diberi isyarat oleh Namjoon.

"Kita pulang saja Yoon."

"Aku tidak mau," Perutku terasa mual, dan tidak sengaja memuntahkan sesuatu yang mengenai pakaian Namjoon.

"Kau kotor, ah maaf, haha."

"Yoon, sadarlah!" Namjoon menepuk pipiku, tapi aku tak peduli.

"Aku ingin pergi." Aku berjalan sempoyongan kearah pintu, menabrak apapun yang ada dihadapanku.

"Konyol, benar-benar konyol," Seru Namjoon. "Kau akan mati jika mengendarai mobil disaat seperti ini."

Aku menoleh kearahnya, wajahnya samar, bahkan bentuk hidunya pun tak bisa kukenali, matanya ada empat. Itu terlihat mengerikan.

"Aku hanya ingin tenang haha, lepaskan aku, aku ingin tenang."

"Apa yang terjadi?" Suara orang kukenal datang, namun setelahnya aku tak mengingat apapun.

...

Sinar matahari dengan lancang memasuki kamarku,  lamat-lamat kupandang sekitar, ini kamarku dan kurasa kejadian semalam hanyalah mimpi. Tapi, kenapa kepalaku berdenyut, aku rasa mimpi itu membuatku pusing.

Aku menjangkau ponsel yang ada di nakas, menatap lockscreen dan mematikannya kembali, menghidupkan lagi dan mematikan kembali, seperti itu terus hingga aku benar-benar merasa tenang.

Park Yura, apa kau benar-benar tega  meninggalkanku, apa kau memang sengaja ingin balas dendam terhadap ulahku dulu,

Aku kembali menghidupkan layar, mataku membelalak ketika fokus pada jam, hari ini jadwalku untuk latihan telah dimulai dan latihan dimulai pukul 09.30 KST, sekarang pukul 11.00 KST.

Aku bangkit, tapi kepalaku masih terasa sakit.

Bangun Yoon! Cepat! Atau kau akan dihukum.

Aku mengutuk diriku, dan sesampai di gedung Big Hit aku benar-benar mendapat hukuman, bukan hukuman fisik namun tatapan mengintimidasi yang membuat ku tak nyaman.

The Last (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang