22 - You Never Know

37 9 0
                                    

Hari ini latihan terakhir Bangtan, lusa adalah hari dimana Final itu akan terlaksana, latihan tidak memerlukan waktu yang lama karena semuanya telah disiapkan dengan matang, dengan kerja keras para member dan staff, semoga semua berjalan sesuai rencana.

Sekarang pukul 2, pertama aku menemui Yura memberi kabar bahwa besuk aku akan pergi ke Amerika, dimana Final itu diadakan. Ia berdoa semoga kesuksesan menyertaiku.

"Aku selalu menunggumu disini, ingat jangan tergoda wanita sana." Ia mencubit hidungku gemas.

"Tak akan, mungkin hanya melirik." Gurauku, dan ia terlihat kesal.

Setelah menemui Yura. Aku menapakan kaki kelantai yang sudah lama tak pernah kupijak.

Rumah, tempat dimana engkau berpulang. Aku merindukan semua yang ada didalamnya, Ayah, Ibu dan terutama kenangan yang masih terukir didalam sana.

Kulangkahkan kaki dengan pasti, ketukan pertama, tak ada jawaban. Kemudian setelahnya aku mendengar suara gaduh dari dalam, seperti benda yang jatuh.

Pintu tidak terkunci, dan aku langsung masuk, di dapur aku melihat ibu dan ayah, mereka tengah bertengkar.

"Aku mohon maafkan aku!" Ayahku memohon.

"Tidak semudah itu! Apa kau fikir semudah itu aku kau bohongi!"

"Tapi aku menyesal, akan kubuang semua jalang-jalang itu, dan kita akan bersama lagi, aku benar-benar menyesal sekarang."

"Tidak, aku tidak bodoh! Setelah ini pasti dengan sesuka hati kau pergi dengan pelacur-pelacur itu, kau tidak tahu apa yang lebih buruk daripada perasaan diabaikan dan ditinggalkan, bukan?"

"Aku tahu, itu tengah kurasakan, penyesalan, itulah yang lebih buruk! Sekali ini saja, beri aku kesempatan." Ayah kembali memohon, tapi dengan nada yang lembut, ia terlihat pasrah, dan ibu menangis disana.

Keinginan untuk memberi tahu mereka ku-urungkan, mungkin aku akan membawa rasa kebanggaan saja setelah ini.

Aku beranjak pergi, dapat ku-rasakan kegetiran yang bertubi-tubi.

Aku kira ucapan ibuku yang mengatakan bahwa ayah sudah berubah itu benar tapi nyatanya, ia berbohong.

"Yoon," Suara ibuku memanggil.

Aku berbalik, dan bisa melihatnya berjalan menghampiri, ayah disana menatapku tak percaya.

Ibu memelukku penuh rasa sayang. "Apa yang kau lakukan disini nak?"

Aku tersenyum. "Pamitan, lusa aku akan ke-Amerika."

"Apa?! Kau akan meninggalkan ibumu ini? Apa kau tega Yoon?"

"Tidak, bukan untuk itu, aku akan kesana bersama Bangtan."

"Grupmu itu? Apa mereka mengajakmu menjauhi ibumu ini?"

"Kami hanya akan mengikuti kompetisi, dan akan kembali, tenanglah Bu." Aku mengusap bahunya.

"Aku harap sepulang dari sana Kalian akan baikan." Aku menatap ayah dan ibu bergantian. Mereka tampak tertegun.

Aku pergi menjauh, kutatap foto yang terpampang diruang tamu, masa kecilku, mereka masih menyimpannya. Anak kecil yang masih polos, senang sekali pernah mengalami masa paling bahagia. Tiada masalah walau sering berbuat onar.

Kehembuskan nafas panjang menyadari bahwa semua telah berbeda sekarang, aku bukan anak kecil lagi. Aku telah dewasa dan memang pantas mendapatkan beban.

Kulajukan mobil, dan berhenti dipekarangan. Rumah yang kini telah menjadi temanku.

Segala hal yang akan kubawa telah siap, tinggal menjemput kesuksesan disana. Mataku terpejam, bayangan Army ada disana, bagaimanapun dan sampai kapanpun mereka akan menjadi hadiah terindah yang diberikan Tuhan.

Army menjadi alasan untuk bangkit ketika tidak ada yang bisa diharapkan orang sekitar, tak semua kebahagiaan datang dari orang yang dikenal, justru orang lain akan menghargai kalian.

Army, aku tidak mengenal per-orangan tapi, aku mengenal ARMY, mereka gambaran cinta.

The Last (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang