19 - Never imagined

38 9 2
                                    

Sore itu, sebuah berita menggembirakan kembali datang, Bangtan masuk semi-final. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan. Bahkan dengan adanya berita itu, banyak pemusik terutama rapper yang sering melakukan diss terhadap BTS kini tak ada suaranya, mereka bilang lelaki tak punya malu, berjuang tak ada hasil. Sesuatu hal yang berhasil dipatahkan dalam kurun waktu kurang dari satu bulan.


Hal yang tak kumengerti, melakukan kritikan bahkan hinaan tanpa ikut berkompetisi, sesuatu yang buruk, bahkan lebih buruk daripada yang terburuk.

Haters berguguran tanpa dilawan, inilah bukti kekuatan keyakinan dan ketekunan.


Kami berkumpul, berunding mengenai tindakan yang akan ditempuh setelah ini, tidak ada pesta ataupun makan-makan. Semuanya digunakan untuk keperluan yang lebih menguntungkan dimasa depan. Mengertilah, kami masih dalam tahap menuju kejayaan.

...

Perundingan selesai pukul 09.30 pm, aku bergegas ke toko bunga milik Yura, ia terlihat tengah menutup toko tersebut. Yurin ada disampingnya, tengah bercanda.

Aku menghampirinya, dan ia tersenyum. Yurin bilang ia akan naik taksi karena tidak mau mengganggu aku dan Yura.

Kami duduk dibangku taman, memandang langit nan jauh disana. Bintang berkelip-kelip seolah menandakan bahwa hari ini akan berakhir indah, ia disana tengah tersenyum, aku bisa merasakan bahwa ia damai disisi-ku.

"Yoon," Panggil Yura.

"Ya."

"Aku harap kita bisa seperti ini, bukan hanya untuk sekarang tapi, untuk selamanya."

Aku menatapnya, bisa kulihat tatapan penuh harapan di matanya, matanya tak pernah berbohong, itu adalah harapan seorang gadis yang aku dambakan, mana mungkin aku merusak mimpi semacam itu.

"Ikut aku!" Ucapku sambil menarik lengannya, ia hanya menurut.

"Kemana?"

"Biarkan aku menunjukkan sesuatu yang bahkan tak pernah kau bayangkan." Aku membawanya ketempat yang tidak asing.

"Kenapa kau mengantarku pulang?"

"Ini sudah larut, nanti orangtuamu mencari."

"Tapi, aku masih ingin bersamamu."

Aku keluar mobil, dan membukakan pintu disebelahku. "Aku akan masuk, menemui orangtuamu."

Yura tersedak, ia menatapku tak percaya.

"Tenanglah, aku tak kan macam-macam."

Kami berjalan menuju rumah Yura, diambang pintu terlihat seorang wanita paruh baya dengan dandanan menor. Cincin yang dipakai bukan hanya satu, kalungnya besar.

Aku bisa membayangkan betapa tersiksanya Yura yang dipaksa menikah dengan orang yang tidak ia cintai, ia pasti akan menderita, setiap hari harus menahan luka, dan ibunya dirumah, ia akan tertawa, menghamburkan uang bagian Yura.

Nyonya Park menatapku dari bawah sampai atas. "Apa yang kau lakukan anak muda?"

Aku tersenyum, Yura masih sembunyi dibelakangku. "Keluarlah," bisikku pada Yura, dan dengan enggan ia menampakkan diri.

"Yura, masuk!" Ucap Nyonya Park.

Yura diam, ia menunduk mendengar bentakan nyonya Park.

"A-aku,"

"Apa yang mau kau katakan? Jangan bermain dengan pria ini lagi! Kau akan menikah, kau harus mengerti!"

"Tap-"

"Tapi apa?! kau itu akan menikah dengan orang kaya raya, kau akan bahagia! Bukan dengan pria tidak jelas seperti dia, apa yang dia punya? Apartement saja tidak punya!"

"Yoongi baik ma! Aku tak mencintai pilihan mama! Aku hanya ingin bersama Yoongi!" Yura masuk melewati ibunya, aku bisa melihat ekspresi terkejut dari Nyonya Park saat Yura membentak.

"Dasar anak tidak tahu terimakasih!" Nyonya Park berbalik, ia hendak menyusul Yura tapi, sebelum pergi, aku menahan, wajahnya menunjukan ekspesi ketidaksukaan.

The Last (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang