17. It's Flows

325 15 0
                                    


Jemariku mengepal. Perasaan jijik, kecewa, sedih, juga sayang semua bercampur aduk. Kata demi kata yang dilontarkan Jiwoon tadi benar-benar menusukku. Walau aku tau dia gak bermaksud begitu. Toh, aku sendiri yang memintanya cerita padaku tanpa kebohongan.

"Jeon Jungkook gak pernah bilang mencintaiku, tapi dia bilang dia membutuhkanku. Karena istrinya gak mungkin dia perlakukan begini,"

Terngiang kembali kata-kata Jiwoon. Obat penenang itu dari Jiwoon, ternyata.

"Aku....memberimu pilihan, Jiwoon-ssi. Enyah kau dari kehidupan Jungkook selamanya atau...menikahlah dengannya."

"Apa kau gila? Kau, kau yang selalu dia ceritakan. Tapi...aku sudah punya pasangan, jadi...mianhe. Aku gak mungkin menikahinya. Aku gak tertarik,"seloroh Jiwoon.

"Lalu mengapa kau gak pergi? Mengapa kau hancurkan Jungkook?"

"Saat dia datang padaku, dia sudah dalam keadaan hancur, manis..." dia tersenyum.

Kepalaku serasa mau pecah! Akhirnya aku terduduk lemah dibangku trotoar.

"Sua!" Hobee merengkuhku.
"Sudah kubilang .... kau gak akan kuat, Sua."

"Kenapa aku masih tetap mencintainya, Seok-ah? Wae?!"

"Sstt, sudahlah Sua... Ayo pulang,"
Dan aku masih menangis dipelukannya.

.

.

.

Sebulan berlalu. Aku memaksa pada profesor Go agar aku merawat Jungkook dirumah.

"Aku ... sangat menyesalkan keputusanmu ini, Bora. Aku bicara sebagai sesama teman. Jagalah Jungkook," kata Prof. Go

Jungkook tampak senang pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan dia berceloteh seperti anak kecil.

"Kook, kita sampai." ucapku.
Aku menghembuskan nafas. Sungguh, kemana teman-temannya? Gak adakah yang peduli padanya?

Aku tersenyum saat dia memandangku.
"Gomaweoyo..." gumamnya sembari memelukku.

Aku mengangguk dan menepuk-nepuk punggungnya.

"I love you, Bo..." bisiknya.

"Nado,"

"Emh...aku masak daging, biar kuhangatkan dulu." aku beranjak tapi Jungkook menahanku.

Dia menggeleng, "Anio... I want you, mmhh?"

"Oke,"

"Jjinjja? Gue gak akan nyakitin lo." bisiknya.

Tangannya melingkar sempurna dipingganggku. Jungkook menghidupkan ponselnya dan memutar sebuah instumen...

Kami berdansa mengikuti alun irama itu. Berputar. Dia menggenggam jemariku, menarik pingganggku dengan posesif, mata kami saling menatap. Senyum senantiasa terkembang dari bibirnya.

"I'm so crazy without you, Bo. I want kiss your lips, I want hug your body, enjoy your smile...everyday, everytime..." katanya.

Aku hanya tersenyum seraya mengangguk.
Kukalungkan tanganku di lehernya. Dengan berjinjit akhirnya aku dapat menggapai bibir Jungkook. Kucercahkan bias kecupan disana.

Jungkook malah menggendongku dan memagutku dan nggak melepasnya hingga sampai di ranjang kami.

Dia menatapku intens dan begitu lekat.

W H I T E   L O V E (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang