7. Pria Garis Keras Nadilla

134 32 37
                                    

CHAPTER SEVEN

Butuh waktu berapa lama lagi untuk gue bertahan dengan kehadiran lo yang mengganggu ketenangan gue?

--NADILLA--

SELAMAT MEMBACA

*****

Nadilla tertunduk lesu saat keluar dari ruangan ma'am Roro. Deasy yang menunggu tak tenang dari tadipun memperlihatkan ekspresi kecewa. Sementara itu Erlangga kelihatan tidak percaya, karena ia tahu betul apa yang terjadi di dalam.

"DAPET TANDA TANGAAAAN!!" Pekik Nadilla tiba-tiba. Ia langsung membawa Deasy dalam pelukannya. Deasy yang masih tidak percayapun, ikut larut dalam kebahagian sahabatnya dan memberikan selamat. Akhirnya mahasiswa teladan ini bisa meluluhkan dosen paling disegani sejurusan HI (Hubungan Internasional), rapalnya.

"Jangan kufur nikmat" serah Erlangga merusak kekhidmatan pelukan mereka.

Nadilla langsung melonggarkan pelukannya dan meninta penjelasan, "Maksud lo?"

"Traktir lah. Masa gitu aja nggak ngerti." Erlangga bicara seakan-akan dirinyalah yang paling berjasa dalam hal ini.

Nadilla bersikeras acuh. Ia berpikir kalau apa yang didapatkannya adalah buah kerja kerasnya sendiri. Tapi di sisi lain dia juga merasa janggal dengan ma'am Roro yang berubah pikiran bagitu tiba-tiba. Padahal sebelum mengobrol dengan Erlangga, dosennya itu sudah mencoret bab limanya, dan artinya adalah Revisi.

Tanya Erlangga saja!

Nadilla menghela panjang. Iya, iya Nadilla ingat perintah itu. Tidak perlu kan selalu berputar di otaknya setiap detik. Perintah itu seakan menyadarkan Nadilla kalau dia masih mebutuhkan Erlangga. Ralat, maksudnya membutuhkan informasi dari pria itu terkait skripsinya.

"Gue traktir kalian." Kata Nadilla tanpa pikir panjang, sehingga mendapat respon kegirangan dari sahabatnya. Setelahnya ia menyuruh Deasy menghubungi Juno untuk ikut bergabung juga.

Sebelum mereka berangkat ke cafe di sekitaran Jalan Ambarawa, Nadilla menyerahkan berkas untuk daftar sidang ke admin prodi. Perihal persyaratannya, gadis itu sudah mempersiapkan jauh-jauh hari sembari menunggu persetujuan pembimbing. Begitulah Nadilla, hidupnya tertata sesuai tujuan.

***

Nadilla, Erlangga, dan Deasy duduk di meja nomor 9 di cafe Tiana menunggu pesanan mereka sampai. Di tempat lain yang lain Juno masih dalam perjalanan.

DARRELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang