Mita masuk ke dalam kelas X2. Terlihat tangan kirinya membawa bolpoin dan kertas yang tertera sebuah coretan—tanda tangan Geraldo—disana, dan tangan kanannya sedang sibuk memencet mencet ponsel miliknya.
"Yah, yah. Yahhh..." Mita memanyunkan bibirnya. Baru saja ia akan memposting foto selfie nya dengan Geraldo yang telah diambil beberapa menit yang lalu, tapi tiba tiba ia dapat pesan kiamat yang mematikan. Pesan dari siapa? Siapa lagi kalau bukan operator yang mengatakan bahwa kuota kita telah habis. Tiada yang lebih menyakitkan dari pada pesan itu—kecuali pesan dari doi kalau dia minta putus.
"Nape lu, cacing? Berubah ekstrim tuh ekspresi. Kayak cuaca aja. Hahaha." Aldi tertawa mendengarkan candaannya sendiri. Laura, Salsha, dan Mita pun ikut tertawa.
"Siapa pun, hotspot please. Maunya aja gue posting foto gue sama Geraldo. Eh malah nih kuota sialan abis." Mita terduduk lesu dikursi sambil memasang wajah frustasi seperti orang yang baru dipecat dari pekerjaannya.
"Sini, sini. Gue hotspot." Aldi mengambil ponsel dari tasnya.
"Tumben, tumben nih. Makasih yak Aldi yang baik hati selangit." Mita pun mengecek jaringan wifi yang tersedia. "Eh, eh. Hotspotnya siape nih? Aneh gila namanya."
"Mana, mana? Liat dong." Salsha mendekat ke Mita dan membaca deretan kata yang tertera di layar ponsel. " 'Hayo yang kaga punya kuota. Maunya gratisan doang. Kaga mampu ya neng? Kasian deh nasib lo.' "
"Idihhh... hotspot nya siapa tuh? Alay banget sumpah," ujar Laura sambil bergidik geli.
"Lebay maksimal," timpal Mita.
"Gue. Napa? Masalah? Ya udah nih. Gue matiin aja," kata Aldi yang bersiap mematihan hotspotnya.
"Eh, eh, eh. Jangan dong. Canda doang kali. Password nya apa, btw?" tanya Mita.
"Ketik ya. Gue dikte."
"Oke."
"Nama. Gue. Mita. Gue. Jomblo. Karena. Gue. Ga. Laku," eja Aldi sambil mengucapkan kata satu persatu. "Huruf kecil semua. Ga pake spasi. No comment. No bacot."
"Eh! Anjiran lo! Anak kecoa!" ujar Mita sambil memukuli lengan Aldi. Aldi pun tak kuat menahan tawanya. Ia pun tertawa terbahak bahak sambil memegangi perutnya yang sakit.
Guru mata pelajaran baru saja memasuki kelas. Mita yang menyadari hal itu pun segera menghentikan aktivitas 'Mengomeli dan memukuli Aldi' dan kembali duduk di bangkunya sendiri.
Aldi yang sedang asik tertawa karena respon dari Mita tadi pun tidak menyadari hal itu. Ia pun tetap melanjutkan bertawaria.
"Hahahaha. Hahahaha. Ha—mmmhhh..." Laura membekap mulut Aldi yang tak berhenti tertawa itu.
"Diem bego. Gurunya udah masuuukkk..." bisik Laura kepada Aldi.
Aldi baru sadar bahwa dari tadi kelas telah sepi dan ada guru dikelas. Semua murid dan guru pun terlihat memandang Aldi. Aldi yang malupun hanya bisa tersenyum menunjukan deretan giginya yang putih dan pipinya yang mulai memerah.
• • •
Kriinngg... Kriinngg...
Bel berbunyi dua kali tanda waktu mengisi perut telah tiba. Para siswa pun berhamburan menuju kantin. Imigrasi kecil kecilan dari penduduk kelas menuju ke kantin.
Laura, Aldi, Mita, Salsha keluar dari kelas dan jalan menuju kelas X1 untuk menghampiri Anggerio dan Florin.
"Siapa gitu, masuk gih. Panggil Florin sama Anggerio biar cepet keluar," peintah Salsha.
"Gue! Gue!" Mita dengan senang hati menawarkan diri. Ia pun dengan sigapg segera masuk ke dalam kelas X1.
"Tumbenan tuh anak mau," ujar Laura sambil duduk di kursi yang tersedia di koridor depan kelas X1.
"Kayak lo ga tau aja. Dia tuh mau gara gara ada maksudnya," kata Aldi sambil bersender di tembok dan memainkan ponselnya.
"Maksudnya?" tanya Laura yang tidak paham.
"Liat aja, ntar lo tau sendiri."
Tepat setelah Aldi selesai bicara, Anggerio keluar dari kelas lalu jalan menghampiri Laura, diiringi dengan Florin di belakangnya sambil menunjuk nunjuk ke belakangnya serta menampilkan wajah seperti sedang bergidik karena suatu hal.
Anak anak yang awalnya tak paham maksud dari tingkah Florin pun akhirnya paham setelah melihat munculnya sosok Mita dengan Geraldo disampingnya.
Mita terlihat genit sambil menempel nempel ke Geraldo. "Mau ke kantin ya, Ger? tanya Mita dengan senyuman yang paling manis menurutnya, tetapi lebih terkesan menjijikan bagi yang lain.
"Iya," jawab Geraldo sambil tersenyum. Sebuah senyuman manis yang bahkan mengalahkan indahnya senyuman seorang Manu Rios.
Dunia serasa terhenti. Seperti ada sebuah energi yang kuat, terpancar dari senyuman kecil seorang Geraldo, semua pasang mata perempuan yang berada disekitar sana pun tertuju menatap kearahnya.
Tak berkedip sedetikpun. Semua mulut mereka terbuka. Terpukau dengan senyuman ketua OSIS SMA Garuda. Tidak ada satupun yang bergerak. Semua mematung terpaku.
Aldi yang merupakan seorang laki laki bukan homo pun tentu saja tidak seperti perempuan perempuan itu. Ia masih sadar. Tidak seperti yang lainnya.
Aldi melihat sekeliling. Terlihat minuman gelas plastik jatuh dari tangan beberappa siswi yang baru sahja dari kantin karena mereka diam terpaku dan kehilangan kesadaran sambil menatap Geraldo.
Disisi kiri Aldi terlihat seorang guru wanita meremas kuat lengan tukang kebon karena tak kuat melihat pesona senyuman indah Geraldo.
Dikanan Aldi, terlihat Anggerio yang berusaha menyadarkan Laura.
Dan juga terlihat Mita yang berdiri tepat disebelah Geraldo, dengan wajahnya yang mulai merah semerah darah, dengan mulut yang menganga lebar selebah lapangan voli, dan dengan matanya yang mulai kelainan—yang mungkin kalau kalian berada disini, kalian akan melihat mata Mita yang hampir copot dan lebih parahnya lagi, matanya yang bulat berubah menjadi bentuk love dengan warna merah! Oke, mulai lebay.
Kaki Mita melemas. Ia pun kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai. Mendarat dengan gaya batu. Emang renang kali ya?
"Stop senyum, bego," ujar Aldi kepada Geraldo karena ia sudah muak melihat pemandangan tingkah laku para siswi.
Geraldo pun berhenti tersenyum. Dunia serasa kembali bergerak. Tetapi masih terlihat beberapa siswi yang lalu lalang, masih curi curi pandang ke Geraldo.
"Aaaaa... sakiiittt..." Mita meringis kesakitan. Mengelus pantatnya yang sakit.
"Berdiri lo, gentong WC. Halangi jalan tau ga," perintah Anggerio.
"Eh, bodi langsing gini juga," ujar Mita membela diri. "Ga bisa berdiriii... kaki gue lemes bangettt..."Mita berusaha berdiri.
"Sini, gue bantu." Geraldo mengulurkan tangannya. Tapi, dengan sigap Aldi menepisnya.
"Ga usah lo bantuin. Nanti yang ada mannequin lagi. Habis itu nih anak semumur hidupnya kaga mau cuci tangan gara gara habis lo pegang. Terus tangannya di masukin ke toples. Dan lebih lebaynya lagi nih anak nanti potong tanggannya terus ditaruh di museum. Terus noh cewek cewek pada minum sianida sama gantung diri gara gara jealous lo tolongin nih gentong WC. Udah, udah. Buruan berdiri. Ga usah manja." Aldi mengulurkan tangannya. Mita pun menggapai uluran tangan itu dan Aldi menariknya berdiri.
"Ayo dong ke kantinnya. Keburu masuk, nih." Semuanya pun mengikuti langkah Florin yang sudah lebih dulu jalan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGERIO
Teen Fiction"Mainan gue bukan boneka. Tapi si kembar." - Anggerio Berawal dari bertemu Anggerio di parkiran gedung bioskop, rasa itu mulai tumbuh di hati Laura. Tapi, tanpa ia sadari, Luna, saudara kembarnya, juga mencintai orang yang dicintainya itu. Tak hanya...