Ponsel kepunyaan Safa kembali berdering untuk yang kesekian kalinya. Diliriknya benda pipih tersebut, dan ya, sang penelepon masih lah orang yang sama. Kiara sejak tadi berusaha untuk menelefonnya, namun tak kunjung diangkat oleh Safa. Alasannya? Karena dia tidak mau seantera sekolah mengetahui bahwa dirinya kini sedang berada di rumah sang ketua osis.
"Siapa sih? Pacar lo?"
Raina akhirnya mengangkat suara setelah berulang kali menatapi Safa yang sejak tadi sibuk mengsilent ponselnya. Mendengar pertanyaan Raina, Safa dengan sigap mendongakkan kepalanya, disambut dengan gelengan cepat.
"Sepupu gue," tuturnya cepat. "Lagian, gue gak punya pacar, ever." Lanjutnya sedikit ragu, membuat Raina membelalakkan matanya.
Kini mereka sedang duduk berhampiran di sofa yang terletak di ruangan tv. Raina mengubah posisi duduknya sehingga seluruh tubuhnya kini menghadap Safa. Gadis itu masih tidak percaya dengan ucapannya tadi.
"Masa sih, Fa? Lo gak pernah pacaran? Tapi kan lo udah mau tujuh belas tahun!" Serantaian pertanyaan dikeluarkan sekaligus oleh Raina, yang ekspresi wajahnya masih saja menampilkan kekagetannya.
Namun, Safa hanya membalasnya dengan angkatan bahu secara tak acuh. Memang, gadis itu tidak terlalu mengambil pusing masalah percintaan. Baginya, pendidikan lebih penting untuk gadis seumurannya ini.
Diraihnya tote bag berwarna putih miliknya yang tadi diletakkan diatas meja kaca. Safa memilih untuk pulang sendiri tanpa menunggu kepulangan Farrel, dikarenakan hari yang semakin sore. Dia tidak mau membuat Kiara semakin cemas.
"Gue pulang dulu ya, kak. Thanks banget atas semuanya." Gadis itu kini sudah mulai melangkah menuju pintu utama rumah megah tersebut, diikuti dengan Raina tepat di belakangnya.
Alis Raina bertaut mendengar panggilan Safa tadi terhadapnya. Dia heran, bukannya tadi Safa sudah setuju untuk memanggil namanya saja?
"Kok, jadi panggil gue pake 'kak' lagi?" Tanya nya, sambil menyender di ambang pintu. Safa yang mendengarnya hanya cengengesan.
"Gak enak aja. Kak Farrel aja manggilnya kakak," terangnya.
Terdengar suara klakson mobil dari luar gerbang. Setelah mengecek, ternyata taxi online pesanan Safa sudah datang.
"Yaudah, terserah lo aja yang penting santai," jawab Raina. Gadis itu kini melambaikan tangannya pada Safa yang mulai berlari kecil menuju mobil yang sudah menunggunya.
"Bye, kak!"
**
Langkah Farrel terhenti ketika lelaki itu menyadari rumahnya yang kembali dalam keadaan sepi. Diliriknya ruangan tv yang terletak di sebelah kanannya, namun lampu ruangan itu mati. Tiada siapa pun disana. Bahunya dinaikkan acuh tak acuh. Kaki nya kembali melangkah menaikki anak tangga, hingga dirinya berada di depan ruang tidur tamu. Pintu ruangan itu tertutup rapat, tidak ada suara yang terdengar dari dalam.
Alis tebal Farrel bertaut. Kemana perginya Safa? Dia yakin sekali bahwa sebelum dirinya pergi tadi, dia sempat menyuruh gadis tersebut untuk menunggunya hingga dia pulang.
Dengan cepat, lelaki itu kembali menuruni tangga, menuju ruang tidur Raina. Tanpa diketuk, pintu ruangan itu dibuka oleh Farrel, membuat Raina memarahinya.
"Kebiasaan banget sih gak pernah ngetuk! Kalo gue lagi ganti pakaian gimana?" Tangannya meraih sebuah bantal kecil, wajah tampan Farrel yang menjadi target lemparannya.
Lengan Farrel dengan sigap menangkis pukulan bantal tersebut. Matanya menatapi sekeliling ruangan tersebut dengan tatapan yang tajam. Sosok yang dicarinya sejak tadi masih saja tidak ditemuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE CARDIGAN vs JEANS JACKET
Teen FictionSafa Anindya. Seorang gadis yang telah pindah sekolah sebanyak enam kali dalam hidupnya. Kardigan biru yang diberikan oleh neneknya selalu dipakainya pada hari pertamanya di sekolah barunya. Baginya, itu adalah sebuah 'jimat' untuknya. Farrel Alteri...