Langkah kaki Farrel terhenti ketika melihat seseorang dengan santainya berbaring di atas kasur miliknya sambil memeluk guling. Tangannya sibuk memainkan ponsel sampai tidak menyadari kedatangan Farrel.
"Lo ngapain di sini?" Pertanyaan itu terlontar dengan nada suara yang begitu datar, hampir tidak terdengar seperti pertanyaan. Farrel melempar tas sekolahnya ke atas sofa. Tangannya membuka perlahan kancing baju seragam, meninggalkan sebuah kaus putih polos menyelimuti tubuhnya.
Arka bangkit dari tidurnya, mengamati raut wajah Farrel yang terlihat beda dari biasanya. "Muka lo kok kayak baju belum di setrika?"
Farrel menyahuti nya dengan tatapan dingin, lalu kembali mengetik sesuatu di laptopnya. Ya, walaupun baru saja tiba kembali di rumah, tetapi Farrel memilih untuk langsung menyibukkan diri dengan tugas sekolah.
"Bro, cerita dong," Arka berjalan menuju sofa yang terletak tak jauh dari meja belajar tempat Farrel berada. "Ada masalah sama Safa?"
Gerakan jemari Farrel berhenti sesaat kala pertanyaan tersebut melayang di udara. Tetapi, raut wajahnya kembali datar dalam kurung waktu beberapa saat.
"Enggak."
Bukan Arka namanya kalau langsung menyerah begitu saja. Dia sudah sangat mengenal sifat Farrel, sifatnya yang tertutup dan jarang bercerita jika ada masalah. Lelaki itu mendekati Farrel, melingkarkan lengannya di leher Farrel.
"Lo pilih, cerita atau gue cium?"
Lengan Arka itu dengan cepat disingkirkan oleh Farrel. Kenapa temannya yang satu ini juga terkena virus Kelvin?
Kursi yang diduduki Farrel sengaja ia putar ke kanan, matanya menatap lurus ke dalam kedua bola mata Arka. "Menurut lo, kenapa cewek bisa tiba - tiba diam?"
Arka yang mendengarnya ikut mengerutkan keningnya. Dalam hatinya, ada secercah kebahagiaan kala mendengar pertanyaan Farrel yang berbau tentang perempuan lagi.
"Alhamdulillah, ternyata lo masih normal," ceplos Arka disertai dengan cengiran lebarnya, membuatnya lagi - lagi mendapat sinisan Farrel.
"Sialan, dari dulu juga gue normal." Balas Farrel kesal. Memang sudah lama sekali sejak terakhir kali Farrel bertanya atau meminta pendapat mengenai perempuan pada temannya. Sejak saat itu, tujuan utama Farrel kembali pada belajar. Dia sudah malas memikirkan sesuatu yang membuatnya malas belajar—salah satunya perkara yang berkaitan dengan perempuan.
Arka terkekeh, lalu kembali duduk di atas sofa. Kaki kanannya sengaja ia lipat dan diletakkan diatas kaki kiri. Sikut kanan ia tumpukan pada kakinya, berlagak seperti sedang berfikir keras.
"Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seorang cewek berubah diam. Mungkin dia marah, terus jadi diam supaya bisa nahan amarahnya sendiri. Mungkin, waktu kalian lagi bicara, lo salah ngomong dan bikin dia bad mood. Atau mungkin, dia emang lagi pms aja, hehe."
Walaupun Arka mengucapkan kalimat terakhir dengan cara sedikit melucu, tapi Farrel sama sekali tidak tertawa. Raut wajahnya terlihat begitu serius kala berusaha mencerna perkataan Arka, seperti sedang mengerjakan soal matematika yang susah. Alisnya bertaut serta keningnya berkerut, tetapi menurut kebanyakan perempuan, wajah serius Farrel terlihat lebih rupawan.
"Emang ada apa sih? Kepo nih gue." Arka terus menerus mendesak Farrel untuk bercerita, sehingga cowok itu akhirnya mengalah dan membuka mulutnya.
"Tadi gue abis makan sama Safa, terus tiba - tiba dia diam setelah gue kasih tau kalo gue akan ngelepas jabatan ketua osis sebentar lagi. Abis itu, dia diam terus selama perjalanan pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE CARDIGAN vs JEANS JACKET
Teen FictionSafa Anindya. Seorang gadis yang telah pindah sekolah sebanyak enam kali dalam hidupnya. Kardigan biru yang diberikan oleh neneknya selalu dipakainya pada hari pertamanya di sekolah barunya. Baginya, itu adalah sebuah 'jimat' untuknya. Farrel Alteri...