Seperti biasa, Farrel menghabiskan malam minggu nya ditemani dengan tumpukan buku cetak di meja belajarnya. Sebenarnya, sudah berulang kali Raina mengajaknya pergi—setidaknya hanya ke cafe—tapi semua usahanya itu gagal karena Farrel yang keras kepala ingin tetap di rumah, memberi alasan klasik 'malas mengarungi macetnya jalanan ibu kota.'
Menyerah, akhirnya Raina meninggalkan ruang tidur Farrel dengan penuh kekesalan. Selang beberapa jam, hanya suara detikan jarum jam yang menghiasi kesunyian ruangan bernuansa biru itu. Kedua bola mata Farrel tak henti bergerak membaca kalimat panjang di dalam buku Organic Chemistry, pensil di dalam genggamannya sekekali mencoret kertas hvs disebelahnya, menuliskan apapun itu yang menurutnya penting.
Sayang, suasana sunyi yang ia ciptakan rusak ketika suara sumber-malapetaka-Farrel mengisi keheningan kamar.
"FARREL MAIN YUK!"
Kelvin melompat ke atas kasur, tangannya dengan cepat meraih guling lantas memeluknya erat. Keadaan kamar Farrel yang jauh lebih nyaman dari kamar lelaki lain pada umumnya tentu saja membuat siapapun yang berada di dalamnya menjadi nyaman dan betah. Tak ada tumpukan baju kotor atau barang yang berserakan, semuanya tertata dengan rapi.
Hilang sudah konsentrasi Farrel belajar, tergantikan dengan rasa jengkel yang mendalam. Temannya yang satu itu datang secara tiba - tiba tanpa sepengetahuannya, dan ketika muncul, langsung mengganggu kenikmatan belajarnya.
"Lo ngapain ke sini? Ganggu." Ketus Farrel tanpa memandang Kelvin yang berbaring santai di atas kasurnya—seakan kasur tersebut miliknya sendiri. Lelaki itu berusaha untuk kembali fokus pada buku tebal dihadapannya.
Kelvin menampilkan cengiran lebar serta wajah sok tak berdosanya. "Gabut di rumah."
Kedua mata Farrel memutar kala mendengar jawaban asal Kelvin. Lelaki itu menyalakan laptopnya lantas mencari artikel kimia yang menarik untuk dipelajari, memandangkan dirinya sudah selesai membaca buku dihadapannya.
Merasa bosan karena tidak ditanggapi, Kelvin bangkit dari baringnya. Matanya tak sengaja menatap gitar yang terletak di sudut ruangan. Diraihnya gitar tersebut, lantas beranjak duduk di sofa ditemani dengan gitar dipangkuannya.
Jemarinya bergerak memetik senar gitar, menciptakan irama yang lumayan merdu untuk di dengar. Kemudian, suara nyaringnya kembali menghiasi ruangan kala lelaki itu mulai menyanyikan lagu yang khusus dipilihnya untuk menyindir Farrel.
"That should be me
Holding your hands..That should be me
Making you laugh..That should be me
Kasihan deh lo~"Suaranya yang terlalu tinggi dan tidak menyatu dengan irama gitar yang dimainkannya membuatnya memperoleh tatapan tajam dari Farrel. Lelaki itu tahu Kelvin sengaja mengganti lirik terakhir lagu tersebut sebagai sindiran atas peristiwa tadi siang.
"Suara lo jelek, gak usah maksa nyanyi deh." Kalimat yang cukup menusuk hati itu membuat Kelvin tak lagi melanjutkan aksi menyanyi nya.
"Mas ganteng jahat." Keluhnya dengan bibir yang pura - pura manyun. Diletakkannya kembali gitar itu disampingnya. Kini, Kelvin benar - benar merasa bosan. Matanya menatap langit - langit kamar, kedua tangannya ia lipat dibawah kepala sebagai bantal. Tujuannya datang ke rumah Farrel sebenarnya untuk mengajak lelaki itu bermain, tetapi jika Farrel sudah bermesraan dengan buku, sangat susah untuk menarik lelaki itu keluar dari rumah.
"Rel, lo gak capek belajar mulu? Gue aja yang ngeliat capek." Entah bagaimana, namun guling yang tadi nya berada di atas kasur kini sudah kembali dalam dekapan Kelvin. "Hidup itu mesti dibawa santai, bro. Contohnya gue, selalu rileks setiap saat. Belajar juga kalo lagi pengen aja. Lupa belajar? Gampang, tinggal ngasal terus tidur deh pas ujian."
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE CARDIGAN vs JEANS JACKET
Teen FictionSafa Anindya. Seorang gadis yang telah pindah sekolah sebanyak enam kali dalam hidupnya. Kardigan biru yang diberikan oleh neneknya selalu dipakainya pada hari pertamanya di sekolah barunya. Baginya, itu adalah sebuah 'jimat' untuknya. Farrel Alteri...