Selepas mematikan mesin mobilnya, Farrel langsung berlari memasuki rumahnya, membuat kedua orang tuanya heran. Tak biasanya anak lelaki mereka berkelakuan seperti itu.
Tujuannya kali ini ada ruang tidur Raina. Setelah menaiki banyak anak tangga serta melewati koridor lantai dua, lelaki itu langsung membuka pintu kamar Raina tanpa mengetuknya terlebih dahulu, membuat sang punya kamar meneriakinya. "Mesti gimana lagi sih gue bilang sama lo supaya ketuk pintu dulu? Jangan dibiasain langsung masuk, gak bagus!"
Tanpa menggubris omelan Raina, Farrel duduk dipinggir kasur kakaknya. Sambil berusaha menormalkan deru nafasnya yang terengah karena habis berlari, dia mencoba meraih ponsel yang berada di dalam genggaman Raina. "Pinjem hp, kak. Penting."
Alis Raina menyatu, bingung melihat adiknya yang sudah seperti cacing kepanasan—tidak bisa diam, tergesa - gesa serta nafasnya ngos - ngosan. Namun diantara semua itu, tingkah Farrel yang tiba - tiba ingin meminjam ponselnya lah yang paling membuatnya heran.
Raina menatap adiknya dengan raut bingung. "Buat apa? Emang lo keabisan kuota?" Farrel menjawabnya dengan gelengan kepala cepat, lalu, tanpa menunggu lama lagi, segera direbut ponsel putih milik Raina. "Eh, tunggu dulu!"
Semua amarah yang diuapkan oleh Raina bagaikan angin berlalu saja bagi Farrel. Dengan cekatan, jemarinya membuka aplikasi Line lantas mengirimkan sebuah pesan singkat kepada seseorang.
"Thanks." Secepat kilat, Farrel mengembalikan benda pipih di dalam genggamannya kepada Raina, lantas berlari kecil menuju kamarnya.
Sikap Farrel yang tiba - tiba berubah ini tentu saja membuat Raina heran—ini adalah pertama kalinya Farrel mengirim pesan kepada temannya menggunakan ponselnya.
"Tunggu, gue kan gak punya kontaknya Arka dan Kelvin?" Gumam Raina pada dirinya sendiri. Menyadari hal tersebut, gadis itu segera membuka kembali aplikasi Line nya. Nama kontak dibagian paling atas kolom chat membuat Raina terkekeh; bagaimana bisa dia lupa akan kontak temannya yang satu itu?
Safa Anindya.
Ibu jarinya membuka kolom chat tersebut, penasaran dengan isi pesan yang dikirim oleh Farrel kepada Safa.
Ketemuan di Spring Day Cafe yuk? Meet you in one hour.
"Pantes lah udah kayak orang kebelet, ternyata mau ketemuan sama cewek." Raina menggelengkan kepalanya sambil tertawa pelan. Gadis itu bangkit dari kasur, kemudian berjalan menuju pintu kamarnya. Tangannya memutar kenop pintu, membukanya cukup lebar hingga setengah badannya dapat terlihat dari luar kamar. "Rel, pakaian yang rapi, ya!" Godanya dengan nada jahil, namun sama sekali tidak ditanggapi oleh Farrel.
**
Jalan raya Jakarta yang padat membuat hampir semua penggunanya geram. Ya, hampir. Karena tidak semua merasakan perasaan tersebut, salah satunya Farrel. Biasanya, keadaan macet seperti ini memang selalu berhasil menguji kesabarannya, namun kali ini nampaknya berbeda.Lampu merah yang hanya berganti warna menjadi hijau selama sepuluh detik membuat mobil hitamnya masih saja berada di area yang sama setelah kurang lebih tiga puluh menit berlalu. Merasa bosan, Farrel memandang sekilas pantulan wajahnya di cermin tengah spion mobil. Walaupun dia tidak peduli dengan pesona ketampanannya, tapi tak ada yang bisa pungkiri wajah indah milik Farrel—rahang yang kokoh, hidung yang mancung, serta iris mata berwarna hazel yang jarang sekali dimiliki oleh orang Indonesia.
Rambutnya yang sedikit berantakan itu kembali ia sisir menggunakan sela - sela jemarinya. Entah mengapa, namun bertemu dengan Safa kali ini membuatnya sedikit gugup.
Telunjuknya mengetuk stir mobil seraya menghembuskan nafas beberapa kali, berusaha menetralkan kembali perasaannya. Menyadari lampu rambu lalu lintas yang masih saja menampilkan warna merah, Farrel kembali menyenderkan tubuhnya ke senderan jok untuk beristirahat, kedua matanya sengaja ia pejamkan. Pagi harinya sudah dipenuhi dengan banyak kejutan, dimulai dari penjelasan Arka, hingga orang tuanya yang pulang lebih awal dari jadwal.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE CARDIGAN vs JEANS JACKET
Teen FictionSafa Anindya. Seorang gadis yang telah pindah sekolah sebanyak enam kali dalam hidupnya. Kardigan biru yang diberikan oleh neneknya selalu dipakainya pada hari pertamanya di sekolah barunya. Baginya, itu adalah sebuah 'jimat' untuknya. Farrel Alteri...