"Udah masuk minggu kedua dan lo masih mendekam diri di kamar? Sebenarnya, lo itu laki tulen bukan sih?"
Di kamar Farrel sudah ada kedua teman idiotnya. Arka yang tengah asik menonton acara sepak bola di tv, sementara Kelvin sedang fokus berusaha menaikkan rank mobile legend nya. Empunya kamar? Hanya duduk menyender di tepi pintu balkon, dengan pandangan yang tidak pernah lepas dari ponselnya.
Farrel menghela napas nya panjang. Sindiran Arka barusan memang ada benarnya. Sudah dua minggu berlalu sejak tragedi dalam hujan senja beberapa waktu yang lalu, dan sampai detik ini, Farrel memang masih belum mempunyai nyali untuk mendekati atau sekedar mengirim kabar kepada Safa.
Jangan kategorikan Farrel sebagai seorang pengecut. Karena faktanya, nasihat Raina terus - menerus mengiang di kepala nya, membuat lelaki itu selalu memikir dua kali sebelum menghubungi Safa.
Ya, masalah ini memang sampai ke telinga Raina yang notabene tinggal di luar negara, semua berkat ulah Kelvin yang mengirim pesan panjang kali lebar kepada Raina yang berisikan tentang laporan mengenai isu yang melibatkan Safa dan Farrel.
Kalau dipikir - pikir, eksistensi Kelvin memang ada guna nya juga, apalagi dalam situasi seperti ini. Karena tanpa ada dirinya, sudah pasti Raina tidak akan dapat mengetahui ini semua, apalagi dengan tingkah sang adik yang gemar menutup diri.
Jika kalian bertanya, bagaimana reaksi Raina saat itu? Mungkin yang terlintas dipikiran semua orang, seketika itu juga amarahnya pecah. Farrel juga sempat berpikiran demikian. Dia sudah menyiapkan nyali untuk mendengar rentetan kalimat penuh emosi saat layar ponselnya menampilkan sebuah panggilan masuk dari sang kakak sehari setelah kejadian memilukan itu berlaku, namun ternyata apa yang berlaku sangat diluar ekspektasi nya.
Sama sekali tidak terdengar nada amarah kala Raina berbicara pada nya malam itu. Yang ada malah ketenangan yang menyelimuti suara nya, seakan - akan gadis itu berusaha menyalurkan rasa percaya nya pada sang adik. Ia tahu, sudah naluri manusia untuk berbuat salah. Sama hal nya dengan Farrel yang tak akan pernah luput dari kesalahan. Ditambah dengan segala trauma yang selama ini harus ia hadapi, Raina yakin, membuat pilihan dalam keadaan mendesak memang sangat menguji batin sang adik.
'Kalian berdua perlu waktu untuk saling mengintropeksi diri. Jaga lah dulu jarak di antara kalian, jangan langsung mendesak nya, kalo lo gak mau masalah di antara kalian gak pernah tuntas.'
Sebagai mahasisiwi jurusan psikologi, otak Raina memang bisa dibilang cukup dipenuhi dengan kalimat yang dapat memotivasi orang lain. Gadis itu begitu persisten menekankan saran tersebut saat berbincang dengan Farrel, berharap agar nasihatnya itu akan melekat di benak Farrel.
Setelah merenungkan kalimat - kalimat sang kakak, Farrel akhirnya menyadari kebenaran di balik setiap kata tersebut. Bahwa kini, sisa tugasnya hanyalah merelakan waktu terus berputar dan jarak kian membentang, jika ia tak ingin terus - menerus menyakiti Safa.
Semoga saja kali ini dia tidak mengambil pilihan yang salah lagi.
"Kalo berat, ngapain sok - sokan menghindari dia sih?" Kelvin tiba - tiba sudah duduk di sampingnya, ditemani dengan sebungkus keripik yang sisa nya sudah tinggal setengah.
Tanpa menoleh pun Farrel sudah tahu bahwa itu suara Kelvin. Jadi ia pura - pura fokus lagi pada ponselnya, kembali melaksanakan aksi stalker nya.
Kesal karena tidak mendapat balasan, Kelvin pun diam - diam melirik ke layar ponsel Farrel, lantas saking kagetnya, lelaki itu tak sengaja melempar bungkusan keripik yang sempat berada di atas pangkuannya, hingga akhirnya seluruh isinya itu berserakan di atas lantai. Wajahnya terlihat sangat bodoh—dengan kedua pupil mata yang melebar, serta mulut yang ternganga.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE CARDIGAN vs JEANS JACKET
Teen FictionSafa Anindya. Seorang gadis yang telah pindah sekolah sebanyak enam kali dalam hidupnya. Kardigan biru yang diberikan oleh neneknya selalu dipakainya pada hari pertamanya di sekolah barunya. Baginya, itu adalah sebuah 'jimat' untuknya. Farrel Alteri...