Sebelum turun dari Taxi, Jane mengeluarkan beberapa lembar uang yang segera di ulurkan pada sang supir. Tanpa menunggu kembaliannya, wanita itu memijak tanah kemudian berlari menuju halaman rumah sakit. Pertama, dia ingin memberikan kejutan pada kedua anaknya sekaligus mengajak bermain mereka bersama. Kedua, rencananya Jane akan bersembunyi dan menghadiahkan suaminya puluhan kasih sayang berupa pelukan hangat sebagai ucapan terimakasih sudah menjaga kedua twins.
Pikirnya, ketiga makhluk yang disayanginya akan berada di lantai satu berlarian kecil dengan sang Papa atau bermain dengan suster sexy di sana. Jika tidak ada di lantai dasar, tentu mereka bertiga sudah aman di lantai atas dalam kamar pribadi suaminya. Jane melega. Rasanya ingin menghadiahkan suaminya kecupan manis juga sebagai ungkapan terimakasih.
“Selamat datang, Nona Jane.”
Begitu banyak perawat dan pekerja di sana yang menyapa dirinya selaku menantu dari pemilik rumah sakit itu. Jane hanya mengangguk-ngangguk saja mengulas senyum santun seperti biasa. Sudah lama sekali tidak berkunjung menyapa pasien yang ditangani oleh suaminya. Begitu hendak menaiki lift, seorang dokter teman dari suaminya memanggilnya. Ia menoleh mengulas senyum lagi.
“Maaf, saya mau bilang kalau suami anda sedang di ruang UGD. Jangan mencarinya di atas hehe.”
Ruang UGD? Apa di sana June dan Jina bermain bersama begitu? Hampir saja Jane lepas kendali sebelum dokter tersebut menambahkan, “Di atas hanya ada June dan Jina, Nona.”
“APA!”
Eskpresi Jane berubah terkejut seketika dari menunjukkan wajah ramah menjadi muram. Rasa cemas itu kembali mengikatnya. Lekas wanita itu segera menaiki lift dan menekan tombol lantai teratas. Ia dirundung kebingungan yang bercampur dengan segalanya. Kadang telapak tangannya digunakan sebagai tumpuan dahinya yang berdenyut. Terlalu memikirkan hal-hal aneh yang akan terjadi pada kedua anaknya di atas sana.
Tepat ketika langkahnya sampai di ambang pintu usai berlari, ia memutar knop pintu yang sudah di kunci menggunakan sandi oleh sang suami. Jimin itu gila atau tidak waras? Sampai hati dia membiarkan kedua anaknya terkunci tanpa pertolongan jika terjadi apa-apa.
“JUNE!” teriak Jane begitu pintu terbuka setelah menekan tombol sandi yang diingatnya betul.
Okay, dont tell how she now. Panic!
Dada Jane kembang kempis tak beraturan, susah untuk membagi napas dan rasa takut bersamaan. Terlampau panik sampai-sampai tak memedulikan suasana anak-anak yang ketakutan terlebih dulu. Matanya menangkap dengan jelas bagaimana suntikan itu masih menancap kokoh di lengan putranya. Dengan sigap ia mencabutnya memberi kesakitan terakhir kali pada June yang menangis begitu kuat. Tak ada bedanya dengan Jina, gadis kecil itu berdiri mengucek kedua matanya menangis, merasa bersalah sudah menyakiti saudara kembarnya.
Seorang Mama menggendong putranya dalam pelukan, membiarkan Jina yang menangis takut dan tak diharapkan oleh sang ibu. Sempat-sempatnya wanita itu menghardik putrinya sebelum melangkah keluar dari ruangan tersebut.
“DASAR ANAK NAKAL! JINA NAKAL!”