Beberapa percakapan di bawah ini mohon jangan ditiru ✨
Pemandian bola sudah berakhir, kedua bocah nakal yang kelelahan tertidur pulas dalam pelukan kedua orang tuanya. Tangisan sang ibu yang sempat menyapa pipi kemerahan karena udara dingin mulai mengering seiring waktu. Mulai bosan terus menangis. Mulai tak mau mempercayai takdir ke depannya yang disutradarai oleh Tuhan. Untuk kembali memperbaiki yang sering retak sudah malas.
Jane bersikeras menahan tubuhnya di balik pintu sedari tadi. Baiknya lagi tidak terdengar suara ketukan dan teriakan yang menyuruhnya untuk membuka. Meminta maaf dan berusaha menjelaskan sesuatu. Ini jauh di luar praduganya. Biasanya lelaki itu rela bersimpuh bahkan menangis darah untuk mendapatkan kata maaf dari sang istri. Jadi, apa lelaki itu sungguh membuangnya demi wanita jalang jelek itu? Baiklah, Jane akui dirinya lebih fashionable, lebih cantik, lebih tinggi, lebih manis, lebih putih dan kinclong, lebih dari segalanya yang membuat suaminya jatuh cinta. Untuk yang terakhir, Jane lebih rapat dari lubang botol yang sering dimasuki.
Error!
Mendadak wanita itu membandingkan segalanya. Melebih-lebihkan dirinya dari segi kepuasan yang bisa didapatkan oleh sang suami. Sepertinya pelakor kali ini berbeda dari sebelumnya. Yang ini terlihat lebih berbahaya hingga mampu menunjukkan sisi agresif yang mungkin tidak dimiliki oleh selain jalang. Sorry, Jane memang bukan jalang yang bisa dinikmati oleh beragam warna aset luar sana, ia adalah pure and full-time jalang kepunyaan Jimin seorang. Maka dari itu unjuk diri mana yang paling hebat seolah terlintas begitu saja di benaknya. Lekas wanita itu menyeka pipi keringnya usai menangis hebat dan berjalan turun ke lantai bawah di mana sang suami tanpa merasa bersalah sibuk memainkan jemarinya pada game di ponsel.
Jimin berpura-pura tidak menyadari kehadiran sosok wanita berambut panjang warna pirang yang berdiri di hadapannya. Meraih ponselnya dan melempar ke lantai. Pecah. Permainan yang baru saja memenangkan level up selanjutnya kandas begitu saja. Soal ponsel, ia bisa membeli lebih dari satu. Sayangnya butuh waktu untuk kembali mendaftar game online tersebut dan menghabiskan waktu berjam-jam demi meraih level tertinggi. Untuk kesekian kalinya ia menyugar rambut blondie ke belakang sembari merebahkan kepala di atas sofa tak peduli.
Pikirannya sedang kacau, ditambah urusan salah pikir satu lagi. Ia tidak mau berdebat dengan Jane yang membuat dirinya tidak bisa mengontrol amarah hingga menyakiti perasaan kesayangannya. Ini dilakukan demi kebaikan semuanya. Tidak bermaksud lain.
"Apa yang kau suka darinya? Aku lebih dari segalanya untukmu, Jimin! Kau bisa lihat aku punya bakpao isi susu menyehatkan. Aku bisa bertahan lama lebih dari yang seharusnya. Aku bahkan sanggup menahan kantuk untuk memecahkan rekor baru sampai pagi buta. Itu kulakukan bukan hanya semalam atau sehari. Bertahun-tahun aku terus mengoptimalkan pemanasan dan sesudahnya hanya untuk dirimu. Jadi, katakan bahwa aku lebih hebat darinya. Kau tidak boleh memberi asetku ke sembarang orang. Lain kali aku akan melaporkanmu ke penjara dengan tuduhan melanggar kesetiaan ritual panjang kita."
Error!
Kekacauan yang dirasa oleh Jimin mulai berkurang sedikit, tergantikan oleh tawa. Lelaki itu melepas suaranya kuat sampai-sampai menutup wajah menahan malu atas apa yang didengarnya. Demi Tuhan, Jane tidak pernah begitu. Tidak pernah berani berbicara bahasa vulgar sekalipun sedang berhubungan. Ternyata saingan jalang cukup membuat wanita itu memilih cara lain sebagai pelampiasan kemarahan. Biasanya hanya merengek, marah, tak mau mendengar penjelasan, sekarang berubah menjadi seorang penantang andal dan berucap kalimat yang tak pantas untuk ditiru.
"Kau mau apa, Jane? Tidak biasanya kau begini. Bisakah kau tenang sedikit dan duduk di sampingku? Aku sedang memberimu kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Cepatlah kemari," suruh Jimin menarik tangan istrinya menempati posisi kosong tanpa dudukan seseorang.
Untuk sejenak mereka saling tatap, ada rasa kecewa yang hinggap pada keduanya. Perasaan takut dan cemas akan adanya orang lain yang merusak kebahagiaan mereka kembali terasa. Pun rasa ingin melindungi untuk tidak saling menyakiti melalui kulit antar kulit yang menimbulkan kesakitan seperti; tamparan atau pukulan begitu jelas terlihat. Sama-sama saling mencintai dan terus menyayangi sebenarnya masih ada. Hanya saja mereka tak mau untuk mengutarakannya saat ini. Kekeh memainkan peran salah mereka.
Jane mendekat dan segera mengambil ciuman singkat pada bibir merah muda suaminya. Tindakan itu untung ditahan sigap oleh sang empu untuk tidak saling menempel. Jimin masih enggan menerima perlakuan manis.
"Maaf, Jane. Untuk yang satu ini aku tidak bisa. Aku menyuruhmu duduk dan menjelaskan sesuatu padaku bukan malah mengalihkan topik pembicaraan dengan cara begini. Aku sedang tidak ingin mencecap bekas lelaki lain. Mengertilah."
Jimin berubah jahat. Berucap lembut sembari memainkan dagu milik si wanita sedangkan kata-katanya kelewat sakit menjatuhkan harga diri istrinya. Tak pantas lagi memberi didikan baik untuk Jane yang membutuhkan semua nasihat.
"Kau lebih jahat dari aku. Kau memberi seluruhnya pada wanita tak jelas berapa banyak hotdog yang dilesakkan ke dalam lubang botol."
Error!
"Kau bicara tak jelas, Jane. Aku tidak ingin robot cantikku rusak tanpa komando dariku sendiri."
"Jadi aku ini robotmu? Begitu ya?" tanya Jane gamblang menjauh dari kedekatan yang bisa membuatnya hancur sebagai kerja robot.
Hiks.
"Jimin! Kenapa kau tidak meminta maaf! Kenapa tidak berusaha menarikku! Kenapa membiarkanku menangis karenamu! Kenapa Jimin?!" Jane menghentak kaki ke lantai kayu berulang kali. Isakannya memang tak sekeras di kamar tadi. Ia sudah lelah menangis terus terlebih melihat sikap sang suami yang cukup berbeda dari biasanya dalam menyelesaikan masalah dengan dirinya.
Jimin memilih diam, tidak ingin membuat suasana semakin kacau saat dirinya ikut berteriak. Tidak semua permasalahan harus diselesaikan dengan menunduk dan menangis. Kali ini harus ada perubahan mengingat rumah tangga mereka yang terus dihantam badai tak kunjung henti. Lekas ia mengangkat tubuh bangun dari sofa, membiarkan istrinya menangis yang hampir membangunkan anak-anaknya. "Bisakah kau tenang sebentar, Jane? Aku sedang berpikir. Pikiranku kacau sekali melihatmu terus-menerus mendesakku seolah ini salahku. Kau mau dengar penjelasan apa dariku? Mengenai jalang yang menjumpaiku? Iya, dia memang jalang, aku meninggalkan cincin pernikahan kita di atas kasur semuanya benar. Tapi kau jangan segera mengargumenkan sesuai logika bodohmu itu."
Mendadak Jane tidak bisa bernapas untuk beberapa detik. Semua di luar ekspektasi bagaimana lelakinya menyebutnya robot dan bodoh. Dengan kesal ia mengambil bantal sofa dan melemparkannya ke arah Jimin sembari menjerit penuh amarah. Ia datang memukul kecil dada lelakinya mengisak teramat sangat. Perihal membayangkan bagaimana suaminya sudah mendesah dan menyebut nama wanita lain di atas ranjang adalah satu kesalahan fatal yang tidak bida ditoleransi. Ia jatuh ambruk dengan Jimin yang menahan tubuhnya.
"Jangan membiarkan logika mengendalikan perasaanmu, Jane. Aku begini demi menyelamatkanmu dari kekerasan yang mungkin akan kulakukan."
[]
Oke, mari merunding.
Kalian lebih suka baca cerita full konflik atau cerita flat? Menurutku, kalau kebanyakan konflik juga ga bagus. Kebanyakan flat atau datar juga ga bagus.Jadi, mau kalian ini jadi konflik terakhir atau gimana? Tolong kasih komentarnya ya. Ini untuk kalian juga kan sebagai pembaca :)