05 : Kejam (잔인한)

713 102 59
                                    

Panas, nyalain kipas aja ✨✨

Kali ini seorang ibu bukan hanya kewalahan dan memuncakkan diri pada rasa khawatir yang begitu kentara. Hampir merasa bosan sekadar mendengar rengekan kecil dari putranya yang sedari tadi menempati dadanya untuk berbaring. Perjalanan mereka di dalam mobil sempat terhenti karena sang Papa mengisi bahan bakar minyak sebelum meneruskannya kembali. Sebentar lagi sekitar tiga menit mereka akan sampai. Meski begitu, posisi Jane dan putranya tidak mau duduk di depan sebagai pemandu jalan lagi untuk si supir. Kondisi Jina yang sejak di rumah sakit tertidur pulas dalam pelukan sang Papa sudah membuat kursi depan sebelah supir kosong.

Di dalam mobil, hanya terdengar suara rengekan dan rengekan sakit. Tidak ada yang memulai pembicaraan hingga mobil berhenti menandakan tujuan mereka sampai.

Jane yang tidak mau menunggu sang suami membukakan pintu mobil untuknya seperti biasa lekas turun dengan memangku June dalam gendongannya seperti Koala. Mengeluarkan kunci dari saku celana jeans, memutar knop pintu, dan membawa putranya masuk ke dalam kamar miliknya. Tidak lupa menguncinya dari luar.

Jimin menggelengkan kepalanya begitu menyadari sang istri sudah duluan meninggalkannya dan Jina di dalam mobil. Posisinya yang sama seperti Jane yakni menggendong Jina, masuk ke dalam rumah sesudah menaruh asal kunci mobilnya di atas meja ruang tamu. Rencana awal menidurkan sang buah hati di kamarnya terhenti begitu menyadari knop pintu terasa keras tak bisa dibuka.

“Jane, buka pintunya!” teriak Jimin dengan nada tidak keras. Namun, suara yang di dalam masih tidak menyahut, yang terdengar hanyalah suara tangis June yang mengatakan sakit tiap kali.

“Sayang, apa kau mendengarku? Tolong buka pintunya, Jina ketiduran.”

Masih dalam suasana hening tak ada sahutan. Akhirnya Jimin menyerah hanya dengan dua kali permintaan. Ia membawa putrinya ke kamar pelangi yang berada bersebelahan, menidurkan bocah itu perlahan sebelum mengecup keningnya penuh kasih.

“Jina adalah anak Papa. Apapun akan Papa lakukan untuk Jina, begitu pula dengan June. Kalian adalah hadiah terindah yang Tuhan berikan di hari kelahiran Papa tiga tahun lalu. Jadilah anak baik.” Jimin mengakhirinya dengan menghadiahkan satu kecupan lagi di pipi mungil gadis kecil sebelum berlalu keluar dari kamar dan mengingat lagi di mana tempat ia menaruh kunci cadangan kamar.

Setelah menghabiskan waktu kurang dari dua menit, lelaki itu berhasil menemukan kepingan memori ingatan itu. Lekas ia menyegerakan langkahnya ke laci ruang tamu dan mengambil kunci tersebut membawanya ke lantai atas di mana kedua kamar ada di sana. Ia membuka pintu pelan dab menemukan istrinya yang sudah memejam mata sembari memeluk June yang ketiduran. Ia melega mengetahui bahwa putranya sudah terlelap dan tidak merasakan sakit lagi.

Tungkainya menyentuh lantai dengan ornamen kayu secara perlahan, takut akan membangunkan wanitanya juga anaknya. Langkah itu terhenti kala dirinya mencapai sisi ranjang berdampingan dengan sang istri. Lekas ia menunduk sedikit hendak memberi ciuman maaf karena tidak menjaga amanat dengan baik.

Jane tidak benar-benar tidur. Ia menahan bibir yang hampir mencapai keningnya dengan telapak tangan. Matanya membuka. Mereka saling menatap sebentar sebelum wanita itu bangun dan melangkah keluar. Ia tidak mau membesarkan suaranya di hadapan June yang tertidur. Banyak yang ingin dijelaskan pada suaminya. Tentu dengan cukup kasar.

“Jangan bicara denganku hari ini! Kau salah!” Jane berteriak sedikit kencang, namun masih bisa menjangkau kemarahannya agar tak didengar oleh tetangga.

JIMIN AND JANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang