12 : Quadra J

730 113 55
                                    

June berjalan pelan mengendap-endap dari musuh, takut si dewi air akan menggulung seluruh dunia ini mengutus lautan memberantas bumi. Ia tidak mau memilih resiko rumit begitu. Ujungnya nanti baju baru yang dibelikan sang Papa terlanjur basah yang berakhir mendengar nenek sihir kesal. Beberapa hari ini ibunya hampir mirip sekali seperti tokoh penyihir Snow White, hanya saja Mama lebih cantik.

Tak sengaja June justru menginjak ponsel game sang Papa yang tergeletak tak bernyawa di atas ambal. Langsung ia mengambilnya dan memasukkan ke dalam saku celana. Jantungnya berdegup cepat sembari meneguk ludah ketakutan. Dirinya sudah melihat kemarin hari sang Mama yang tanpa sengaja menjatuhkan ponsel itu ke dalam kolam renang hingga Papanya datang mendorong tubuh tak bersalah itu hingga tercebur. June juga takut nanti Papanya malah menggulung dirinya menggunakan ambal berbulu tebal ini.

Tanpa diketahuinya, sang Mama memang sengaja menceburkan ponsel agar Papanya mau mandi di kolam renang tanpa disuruh.

"Sayang, lihat ponsel Papa tidak?"

June segera menggeleng kepala kemudian lari mencari perlindungan menyadari kehadiran sang pemilik ponsel datang mencari-cari.

"Ada apa, mencari sesuatu?" tanya Jane yang baru saja selesai dari ruang tanaman membawa satu pot bunga kecil di tangannya.

"Kenapa ponselnya terus begini? Kalau bukan kau yang memecahkan dan menceburkan ke dalam air malah hilang sendiri. Heran," ujar lelaki itu sembari terus mencari letak benda kecil itu di segala sudut ruang tamu.

"Kau menuduhku ya?" Jane kesal menaruh bunga kecilnya atas meja tamu depan sofa sambil berjalan cepat berhadapan dengan sang suami.

"Bukannya bantu mencari malah ngomel."

"Jimin!"

"Apalagi Jane? Apa kau tidak bosan terus berdebat hal kecil begini? Kemudian kau akan menangis meronta-ronta seolah semua salahku. Kepalaku bisa pecah, sayang. Kelakuanmu seperti ibu hamil saja."

Dan kemudian wanita itu mulai mengembunkan matanya, terlalu mudah baginya memasukkan kata candaan dan sedikit bentakan dari siapapun terlebih dari orang yang disayanginya. Jimin yang melihat itu kembali menyugar rambut ke belakang, berjalan mendekat dan menarik wanita itu dalam pelukannya. Ia akan selalu memastikan kebahagiaan untuk si kesayangan, memberi kehangatan bertubi-tubi hanya untuk keluarga kecilnya, mengusahakan jadi lelaki terbaik di dunia ini untuk Jane seorang. Tak ada yang bisa mengalahkan manisnya sikap seorang suami daripada Jimin. Lelaki itu mengupayakan hal semaksimal mungkin.

"Aku akan membeli yang baru lagi. Sudahlah jangan terlalu sensitif."

Jane tidak menjawab, kepalanya dijatuhkan sempurna atas pundak sang suami. Dengan perbedaan tinggi 10cm antar keduanya hal begini cukup membantu sekali. Kadang-seringkali-Jane ikut merasakan bahwa ada sesuatu yang terjadi dalam dirinya akhir-akhir ini. Mengenai sikap yang berubah-ubah dan mudah sekali sakit hati. Padahal, Jimin mengupayakan yang terbaik untuknya. Soal yang ketiga setelah kedua anaknya sama sekali tidak terpikirkan sebelumnya. Jane tidak mau mengambil langkah tersebut dan ingin menunggu kedua anaknya besar dulu.

Melengkapi kehangatan pelukan di siang hari dengan bubuhan ciuman singkat di pucuk kepala. Jimin melepas Jane dan kembali mencari benda kecil itu. Well, baru saja lelaki itu bilang akan membeli yang baru. Jane yang menyadari itu kesal setengah mampus kemudian memberi pukulan kuat mengenai bokong suaminya hingga meringis. Tersenyum penuh kemenangan mengukir sinis di sudut bibir, berlalu pergi mengambil pot bunga kecil yang ditaruhnya atas meja beberapa saat lalu.

"Ini punyaku, June!"

"Punyaku, Jina!"

"Ih! June tidak pernah mau mengalah. Nanti aku bilangin Papa mau?"

"Jina jangan berisik."

Mendengar perdebatan kecil itu, sang ibu lekas mendekat pada kerumunan pasar yang terdiri dari puluhan mainan robot dan boneka berbulu. Di sana sudah berdiri sepasang raja dan ratu yang siap memperebutkan tahta, atau mungkin bukan. Ponsel i-Phone XS berada antara empat tangan yang menarik kesana-kemari. Melihat itu sontak Jane terkejut dan melerai kedua anaknya. Berbisik pelan untuk tidak meributkan barang berharga sang ayah.

"Oh sayang. Kemarikan ponselnya, ketemu di mana?"

"Tadi June tidak sengaja menginjaknya di ambal, June takut Papa. Hiks-"

June mengucek kedua matanya ketakutan pada sang Mama. Ia masih mengingat jelas bagaimana sang Mama pernah menjadi monster ketika memarahi saudara kembarnya saat itu. Pun sama pada Jina, ikut menangis menambah suara isakan agar sang Papa segera datang supaya mereka terhindar dari ancaman monster menakutkan. Hebat, kedua bocah nakal itu bahkan sudah berpendapat bahwa ibunya adalah seorang musuh yang mengaku dewi baik hati. Padahal bisa berubah menjadi monster ketika kesal.

Padahal, sang ibu justru tidak bersikap begitu. "Hei, Mama tidak marah, sayang. Sekarang masuk kamar dulu ya. Biar Mama yang menjelaskan pada Papa."

"Tapi, nanti Papa-"

"Tidak, sayang. Papa dan Mama kan sayang pada kalian." Jane merendahkan tubuh dari posisi berdirinya duduk dengan kedua lutut menumpu di lantai. Memeluk keduanya sambil memberi kecupan sayang di ke empat pipi mereka.

Begitu selesai meminta maaf pada sang raja dan ratu yang berkuasa atas wilayah, Jane melangkah pergi dari sana menemui lagi sang suami. Jelas masih terlihat di dekat sofa mencari-cari barang berharga yang belum ditemukan.

"Sayang, kau mencari ini?" Jane menenteng ponsel mahal itu sembari tersenyum sinis.

Oh, ada rencana rupanya.

"Jane, kumohon jangan lempar. Aku sudah berada di level 27 tinggal menambah 3 lagi mencapai piala. Serius sayang, tolong-" suaranya terputus saat hendak melanjutkan kata terakhir. Matanya membelalak tak percaya di depan matanya sang wanita menjatuhkan ponsel itu ke lantai, menginjaknya penuh amarah.

Bye, i-Phone.

"Katanya mau beli yang baru, kan? Kenapa marah begitu? Jadi kau lebih menyayangi benda mati itu ketimbang aku? Ah, sudah kuduga, sayang."

Usai berkata demikian, Jane menghilang dari tempat meninggalkan sang penduka yang masih begitu terkejut. Dirinya sudah mengulang level sialan itu lebih dari lima kali, semua dengan alasan yang sama. Istrinya yang membuat kekacauan. Jimin tidak mau kalah, ia sudah cukup bersabar beberapa kali menghabiskan uang mengganti benda mati mewah itu. Berdiri tepat di hadapan lemari kecil khusus barang koleksi istrinya terpajang, ia memberantakan semuanya hingga tak berbentuk. Di sana ada kosmetik keluaran Chanel dan merek mewah lainnya. Tak lupa satu rak tas khusus keluaran Gucci.

"Jimin, apa yang kau lakukan. No! Itu 20 juta. Itu 13 juta. Tidak tidak yang itu 58 juta! Sayang, apa kau ingin melihatku mati muda?!"

Tak berhenti sampai mereka menemukan kepuasan saling menghancurkan barang kesayangan. June dan Jina sampai tak bisa menahan tawa.

Sebenarnya, Jimin, Jane, June, dan Jina sama saja. Quadra J.



[]

Satu hari ga update, saya diteror :') But, thank you udah nunggu.

Love you gaes
😘😘😘

Xoxo,
Icapark.

JIMIN AND JANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang