Cerita ini adalah lanjutan dari Hello Dokter REVISI. Jangan bingung kenapa ada tokoh baru dan profesi baru. Sebenarnya bukan.
✨
“Kau tahu kan mereka itu nakal. Aku tidak memberimu izin membawa mereka,” jelas Jane hampir menangis kala itu.
Terlalu jauh memikirkan bagaimana sikap kedua bocah itu berlarian tanpa pengawasan ketat seperti yang dilakukannya. Jane tidak bisa menaruh kepercayaan pada suaminya untuk menjaga June dan Jina. Jimin itu pasti akan sibuk jika sudah di rumah sakit. Menelantarkan kedua bocah ingusan memberi kebebasan berlarian kesana kemari. Apalagi sampai kedua bocah itu memainkan peran menjadi dokter seperti yang ada di televisi. Pastinya mereka akan mulai mengenal alat medis termasuk suntik— Oh, Tuhan. Jane bersumpah akan membunuh suaminya jika itu terjadi.
“Aku ayahnya. Mana ada seorang ayah yang rela melihat anaknya tersakiti. Aku akan menjaga mereka.” Jimin memelankan suara sembari menatap ke dalam bola mata Jane yang mulai basah. Saling bertatapan di ambang pintu rumah, berdiri sejajar dan menaruh tangan kanan mengusap pipi lawan bicara.
“Aku juga ibu mereka. Aku lebih khawatir daripada dirimu.”
Jane yang keras kepala mulai terlihat lagi.
Sejemang mereka saling menukar pandang memerhatikan bola mata bergantian. Mendesah pelan sebelum mengambil keputusan bagus dalam menjawab. Jimin tahu bahwa kekhawatiran seorang ibu terhadap anaknya begitu besar. Hal itu juga tentu terjadi pada seorang ayah. Untuk memberi jawaban singkat padat jelas pada seorang wanita keras kepala seperti Jane bukanlah hal mudah. Wanita ini perlu jawaban khusus sekali; panjang, tidak padat, dan jelas. Seolah sedang berbicara pada wawancara yang akan menerbitkan berita di media. Si narasumber perlu menjelaskan secara detail, seperti konferensi pers.
“Ya sudah. Jadi maunya bagaimana?”
Jane menoleh ke belakang melihat kedua bocah nakal itu saling tertawa mencandai. Sudah siap siaga dengan ransel yang dibawa ikut. Terlalu senang untuk pertama kali diajak ke rumah sakit sebagai tamu special dari cucu pemilik gedung itu. Bahkan Jina dan June sudah memohon tulus pada sang ibu dari kemarin hari agar dibolehkan menerima ajakan sang ayah.
Pun Jane menyerah. Memberi kesempatan pada suaminya untuk memisahkan dirinya hingga sore hari dengan kedua malaikat kecilnya.
“Bagaimana kalau mereka kelelahan dan ingin tidur? Siapa yang akan membuatkan susu hangat? Apalagi di sana tidak ada boneka yang bisa menemani. Nanti kalau kau sibuk, mereka akan mengadu pada siapa jika menangis? Siapa yang akan bertanggung jawab kalau mereka tidak betah di sana?”
Jimin mulai berbalik badan. Menaruh tas di atas meja yang disediakan di teras rumah. Ia menyugar rambut blonde barunya sekadar mencari ketenangan di sana. Pertanyaan sang istri tidak dijawabnya kali ini. Jemarinya dengan lihai memanggil kedua bocah nakal itu mendekat padanya sembari mengulas senyum. Setelahnya ia beralih menatap Jane dengan pandangan penuh harap. Hanya untuk kali ini.
“Kenapa begitu sulit membuatmu percaya, Jane? Kau bisa lihat antusias mereka? Aku janji tidak membiarkan mereka bermain selain di dalam ruang pribadiku.”
Lekas Jimin mendekat membubuhi ciuman singkat di pucuk kepala Jane hingga wanita itu memejam sesaat. Andai hari ini Tante Hwang tidak bilang ingin berkunjung, mungkin dirinya akan ikut ke rumah sakit. Menjaga kedua bocah nakal ingusan itu. Melakukan pengamanan ketat, kalau bisa menyediakan kandang khusus atas nama twins. Sebegitu khawatirnya Jane.
![](https://img.wattpad.com/cover/131234601-288-k849313.jpg)