09 : Cincin (반지)

664 107 107
                                    

Jimin benar-benar menyeret wanitanya dari rumah mengubah penampilan untuk mencari meja baru mereka. Keadaan Jane tidak terlihat baik-baik saja. Usai membereskan dirinya dan kedua anaknya yang sudah bangun, ia berlari kecil untuk segera sampai menuju mobil yang dikemudikan oleh Jimin.

"Duduk di depan, Jane." Suara lelaki itu menghentikan gerakan langkah sang istri yang hendak menemani June dan Jina duduk di kursi belakang. Sama sekali tak membantah, dirinya berjalan dua langkah lagi sebelum berhasil duduk di depan. Masih ketakutan sekali.

"Papa! Ayo ke taman bermain!" sorak June dan Jina bersamaan usai mereka berunding kemana akan pergi.

"Terlalu jauh sayang. Ke Timezone saja bagaimana?"

"Asik! Mau mau mau!"

Sesekali Jimin melirik ke samping di mana Jane duduk sembari memilin jari jempolnya di bawah sana. Wanita itu tidak terlihat rapi seperti biasa. Pemilihan baju bepergian hari ini terbilang kuno sekali, tidak mencerminkan bahwa dirinya adalah kepala desainer di perusahaan besar. Jimin yang menyadari adanya ketakutan pun mengulur tangan meraih jemari istrinya, mengangkatnya kemudian memberi kecupan hangat di sana. Jane tidak berani untuk melakukan kontak mata.

Jimin hampir lupa sedang berhadapan dengan wanita mantan pengidap depresi ringan.

"Sayang, tanganmu dingin sekali. Mau kumatikan AC?" tanya lelaki itu berusaha mencandai atau malah semakin menekan ketakutan wanita itu.

"Ehm? T-tidak perlu."

Mengkilas balik kemarahan, Jimin masih menggebu untuk meluap sekali lagi. Memberitahu secara tak langsung bahwa dirinya teramat sakit dikhianati kedua kali. Harusnya ia mendengar penjelasan. Okey, Jimin akan melakukannya. Tetapi apakah itu membuatnya membaik atau justru memuncak? Pastinya sang istri akan menjelaskan bagaimana mereka berciuman mesra dalam keramaian restoran tak tahu malu atau bercerita bagaimana lelaki itu menangis sebelum keluar dari restoran atau bagaimana mereka berpelukan sangat lama. Jimin tak sanggup. Dia butuh pelampiasan seperti; barang yang dipecahkan atau sedikit luka menyertai. Ia takkan pernah tega melukai Jane. Cintanya masih membutakan segalanya. Dan buta kali ini menguntungkan segala pihak. Tidak menyakiti.

Begitu mereka sampai di sebuah mall dan membeli meja baru yang akan diantar sebentar lagi oleh pihak penjual, kedua bocah nakal yang sudah lama tak mandi bola mulai merengek. Menarik-narik kerah baju kedua orang tuanya bersamaan. Jina bahkan memberi cekikan kecil di leher sang Papa. Tak kalah dengan June yang memutar-mutar tubuhnya agar diturunkan oleh sang ibu untuk dirinya bisa berlari segera. Mana mau Jane mengambil resiko putranya ditabrak orang dewasa ketika terlalu antusias.

Anak-anak memang tidak pernah sabar seolah orang tuanya tak mengizinkan.

"June tidak mau lagi! Mama pelit! Mama sama Papa tidak membiarkan aku dan Jina turun. Mama jahat!" bicara June setengah berteriak sampai-sampai dua orang yang berdiri di dekat mereka mengantri terkekeh.

"June sebelum marah harus bertanya dulu ke Mama. Bagaimana kalau nanti June berlari kesana-kemari lalu ada orang dewasa yang menabrak June? Kan tubuh June masih kecil, sayang. Jangan menurut Papamu yang langsung marah tanpa mendengar penjelasan." Sesekali Jane melirik ke samping di mana suaminya yang tengah menggendong Jina ikut kesusahan juga.

Sebenarnya Jimin mendengar tapi enggan berkomentar. Membuang waktu saja. Menoleh pun tidak. "Jina kalau sudah besar jangan suka berbohong seperti Mama ya. Apalagi sampai membuat kepercayaan seseorang hancur. Itu termasuk satu tindakan kriminal."

JIMIN AND JANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang