IV. Kesadaran Raskal dan Om Aditya

22K 1.3K 12
                                    

ADITYA POV

Sudah 10 jam aku berada di rumah sakit ini, lebih tepatnya berada di dalam ruangan perawatan Anggrek, lantai 5 kelas 1 menunggu kesadaran gadis yang baru ku ketahui namanya beberapa jam yang lalu. RASKAL MAHARANI, gadis berumur 22 tahun dan terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Malaka.

Setelah di selidiki orang kepercayaanku, aku baru mengetahui bahwa dia adalah anak yatim pitau dan mempunyai seorang adik laki-laki yang sekarang menjadi tanggung jawabnya.

Selain itu aku lebih terkejut bahwa ia adalah seorang pekerja part time di salah satu cabang restaurantku.

"Stt....aduhhh". Aku segera beranjak dari tempat dudukku saat mendengar gadis itu terbangun.

"Kau sudah bangun?". Tanyaku kepadanya yang sedang bingung melihat keberadaanku.

"Aku dimana?? Dan om siapa?". Tanyanya bingung, APA tadi dia bilang OM?? Setuakah itu aku?? Ya memangsih jarak usia aku dan dia 13 tahun, tapi melihat wajahku yang katanya tampan dan awet muda aku rasa dia salah. Oke untuk saat ini abaikan ucapannya, aku harus memanggil dokter untuk memeriksa keadaannya.

"Kau tunggu sebentar disini, aku akan memanggil dokter untuk memeriksa keadaanmu". Aku langsung memanggil dokter yang berjaga di rumah sakit ini, karena ini sudah jam 01.00 malam.

Setelah 5 menit dokter itu memeriksa dan memastikan bahwa keadaan Raskal baik-baik saja, dokter itu segera pergi.

RASKAL POV

"Apakah masih sakit?". Setelah dokter yang memeriksa keadaanku pergi, laki-laki itu langsung menanyakan keadaanku. Aku tak langsung menjawab pertanyaannya.

Laki-laki yang belum ke kuketahui siapa namanya dan mengapa ia berada disini. Aku baru ingat kejadian tadi pagi saat aku hendak bekerja, aku tertabrak sebuah mobil dan setelah aku tak sadarkan diri.

Kami masih terdiam beberapa saat karena aku belum menjawab pertanyannya dan lagi pula aku masih bingung dengannya.

"Maaf". Satu kata yang memiliki banyak pertanyaan otakku.
"Tadi pagi saya yang menabrakmu".
Lanjutnya, aku masih diam tak menanggapi perkataannya karena aku yakin ia akan melanjutkannya.
"Kamu tidak usah khawatir soal biaya, karena saya akan bertanggung jawab sampai kamu pulih dan soal pekerjaanmu saya akan memberi dispensasi".

Dispensasi katanya, apa hubungannya?

"Maksudnya om?". Ya aku memanggilnya dengan sebutan om, karena jika kupanggil dia kakak atau mas rasanya kurang pas.

"Saya pemilik restaurant d'Cafe dan satu lagi jangan panggil saya om karena saya belum tua-tua banget".
Protesnya.

"Oo pemilik restaurant d'Cafe, APA???" teriakku kaget.

Om-om ini langsung menutup telinga saat mendengar teriakanku. Aku jadi ingat dengan Dewa adikku si wajah datar yang selalu protes saat mendengar teriakan dadakanku.

Oh Dewa, adikku. Aku baru ingat kalau dia belum tahu aku kecelakaan, pasti dia sangat menghawatirkanku. Bagaimana cara aku mengabarinya?? Handphone saja ketinggalan di rumah. Apa aku meminjam handphone om-om saja.

"Om". Panggilku yang ditanggapi dengan tatapan tidak terima karena masih memanggilnya om. Ah terserahlah yang penting aku harus mengabari adikku dulu.

"Ada apa?". Ketusnya

"Boleh pinjam handphonenya nggak?? Saya mau mengabari adik saya pasti sekarang dia sedang khawatir karena kakaknya belum pulang ke rumah".

Aku menjelaskannya dengan nada takut-takut karena melihat raut wajahnya yang sedingin kutub utara. Dengan tidak ikhlas dia menyerahkan handphonenya kepadaku.

Aku mengetik beberapa nomor yang untungnya sudah ku hapal. Lalu ku telepon dia, nada sambung yang ketiga baru dia mengangkatnya.

"Halo". Ucapnya pelan.
"Dek"
"Kakak, kakak dimana sekarang? Kenapa belum pulang ke rumah? Kakak baik-baik saja kan?".

Dewa langsung memburuku dengan banyak pertanyaan. Sebegitu besarkah kekhawatiranmu adikku sayang?? Ooh So sweet.

"Kakak di rumah sakit, tadi di tabrak orang dan baru sadar beberapa menit yang lalu". Ucapku menjelaskan sambil menekankan kata tabrak yang ditanggapi dengan dengusan oleh om sekaligus atasan kerjaku.

"Kamu nggak usah khawatir, mungkin besok kakak udah bisa pulang."

"Kakak sih nggak ha...". Telepon dari Dewa terputus, mungkin handphonenya mati, ah sudahlah yang penting aku sudah mengabarinya.

Setelah selesai meminjam telepon si om, aku langaung mengembalikannya dan tak lupa mengucapkan terima kasih.

"Makasih om". Si om lagi-lagi mendengus, emang ada yang salah dengan ucapanku?.

"Tidurlah ini sudah malam". Ucapnya lembut dan menyelimuti tubuhku. Setelah itu hanya kegelapan yang datang kepadaku.

TBC

My Lovely Old (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang