Janji 28 - Perasaan Hangat

34.6K 4.3K 476
                                    


Nirma turun dari motor Jendra dan menyerahkan helm yang Dion pinjamkan padanya, kepada Jendra. Tak seperti biasanya, kali ini Nirma bingung bagaimana harus membuka percakapan dengan Jendra. Muka cowok itu sangat masam, serupa jenderal yang baru saja kalah perang. Dahinya berkerut-kerut, alisnya menukik serupa tikungan tajam, dan mulutnya sudah puluhan kali berdecak sebal.

"Kak, thanks ya." Nirma mulai membuka suara, karena Jendra tak kunjung bicara. "Kak Jendra marah sama gue ya? Kok diem aja? Gue minta ma−"

"Sorry," sela Jendra pelan. Dari suaranya, tampak sekali kalau cowok itu menyesal. "Sorry, lo jadi keseret masalah gue sama Nessa." Jendra berhenti sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Sorry juga, gue ngaku-ngaku jadi cowok lo. Soalnya Nessa orangnya nekat. Dia enggak mungkin percaya kalau lo bilang kita enggak ada hubungan, karena lo ...." Jendra mendesah lelah, lalu berdecak pelan, "lo cewek pertama yang dia lihat, deket sama gue."

Demi boxer merah Mas Giri! Kenapa rasanya jantung gue mau meledak gini? Ini enggak boleh terjadi! Gue enggak pengin konsentrasi dia ke seleksi akhir terpecah.

Nirma memaksakan diri untuk tersenyum sekasual mungkin. Tak ingin terlihat terlalu bahagia dengan yang Jendra ucapkan, karena Nirma tahu, Jendra hanya terpaksa melakukannya. "Enggak apa-apa, Kak. Kalau Kak Jendra enggak datang tadi, paling besok gue udah botak. Strong banget tuh Kak Nessa, kayak punya tenaga kuda."

Garis bibir Jendra melengkung ke atas, melihat Nirma tersenyum seperti itu. Manis. Jendra ingin menoyor kepala sendiri saat menyadari pemikiran konyolnya. "Lo tuh ya, masih sempet-sempetnya bercanda, padahal habis digencet Nessa kayak gitu. Untung aja tadi temen lo nyamperin gue di parkiran depan, dia kaget lihat gue lagi sama Dion, bukan sama lo. Terus, lo telepon tapi enggak ada suaranya. Gimana gue enggak bingung?"

Ya Tuhan, please, ini kenapa pipi gue rasanya panas banget? Please, gue enggak mau ketahuan seneng banget dapet perhatian kayak gini, kan malu.

"Kenapa Kak Jendra tahu gue di situ?" tanya Nirma penasaran. "Jangan-jangan ada semacam telepati yang menghubungkan kita gitu?" Nirma tertawa geli, mencoba berkelakar, berusaha memancing respons dari Jendra.

"Gue juga enggak tahu," jawab Jendra jujur. "Kayak ada feeling jelek aja waktu temen lo nyamperin gue, terus telepon enggak ada suaranya. Gue kepikiran ada kaitannya sama Nessa, soalnya tadi pas di kelas, Dion ember banget nyebut-nyebut nama lo waktu gue bagiin eclair ke temen-temen. Gue jadi mikir, Nessa pasti ngira lo cewek gue."

"Lagian lo tuh ya, gampang aja dibegoin orang. Untung aja gue sama Dion cepet-cepet nyari. Kalau enggak, lo beneran udah botak!" lanjut Jendra dengan nada sedikit jengkel.

Yah, kumat lagi juteknya.

Nirma tersenyum canggung dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kakak enggak suka eclair-nya ya? Sampai dibagiin ke temen-temennya gitu."

"Suka, tapi gue enggak serakus itu ngabisin eclair sekotak. Emangnya Dion yang ngabisin hampir separuhnya sendirian?" Jendra menggumam kesal, yang ternyata masih bisa didengar Nirma.

"Eh, Kak Dion suka ya?" tanya Nirma retoris. "Entar kalau ikut Mas Giri ke dojang gue bikinin lagi deh."

"Ngapain lo bikinin dia?" tanya Jendra meninggi, namun sejurus kemudian, ia sadar tingkah absurd yang baru saja ia lakukan. "Maksud gue, Dion itu baperan. Nanti kalau lo bikinin makanan buat dia, dia bakal ngira lo suka sama dia."

Nirma mengangguk paham, lalu tampak menimbang-nimbang sesuatu. Ia mengangguk sekilas lalu berujar. "Kak, sekali lagi gue minta maaf, karena kesalahan gue udah bikin susah Kak Jendra." Jendra mengernyit heran, karena Nirma malah meminta maaf padanya. "Kakak tenang aja, gue enggak bakal ngadu soal ini ke Mas Giri. Kak Jendra konstrasi aja ke seleksi akhir. Kakak harus lolos seleksi itu. Kakak udah berjuang sampai sejauh ini buat bisa maju ke tingkat provinsi. Jangan gara-gara masalah ini, konsentrasi Kakak buyar."

Jendra mengerjap beberapa saat mendengar penuturan Nirma. Ada bagian dari hatinya yang tercubit saat mendengar Nirma mengira ia melakukan ini semua agar gadis itu tak mengadukannya pada pelatihnya itu.

Padahal bukan sama sekali. Bahkan tadi sama sekali tak tebersit di pikirannya Jendra, soal Nirma bisa saja mengadukan keributan ini pada Giri. Jendra percaya pada gadis itu. Nirma bukan pengadu seperti yang biasa gadis itu bualkan setiap kali ia merasa jengkel pada Jendra.

Dan soal kedatangannya untuk menyelamatkan Nirma tadi, itu murni dari inisiatifnya sendiri, bukan karena takut pada Giri. Entah kenapa, ia merasa peduli pada gadis itu, terlebih lagi, Nirma terseret masalah dengan Nessa, karenanya.

"Gue bahkan enggak mikir soal Kak Giri." Jendra tersenyum kecut, membuat Nirma sedikit terkejut. "Gue tadi nyariin lo karena ... gue takut Nessa macem-macemin lo."

Bukan karena takut sama Mas Giri? Yang bener aja? Kak Jendra beneran peduli sama gue? Kak, jangan bikin gue geer, please.

"Ya udah, gue pulang dulu. Capek nyeder di jok motor," ujar Jendra sembari naik ke motornya dan memakai helmnya kembali. Entah kenapa, ucapan Jendra begitu menohok ulu hati Nirma. Gadis itu tak sadar, mereka terlalu lama mengobrol di depan pagar. Padahal, seharusnya ia bisa mempersilakan Jendra masuk dan membuatkan minum untuk cowok yang telah menyelamatkannya itu.

"Tetap semangat ya, Kak. Selangkah lagi menuju tingkat provinsi." Nirma tersenyum terlampau lebar, membuat Jendra ikut tersenyum juga.

"Belum lah. Kalau gue menang di provinsi, baru deh lo bilang gitu," ujar Jendra sedikit menggerutu.

Nirma terkekeh geli mendegar Jendra mengoreksi ucapannya. "Tapi, feeling gue, Kak Jendra bakal lolos buat seleksi akhir kok. Kalau itu lolos, kan tinggal latihan lebih keras buat tingkat provinsi."

"Kenapa lo yakin banget?"

"Kak Giri yang pernah dapet medali emas di POPDA provinsi aja pernah Kak Jendra kalahin. Gampang lah, kalau cuma ngalahin temen sebaya," ujar Nirma seraya menjentikkan jarinya.

Jantung Jendra kembali berdegup secara tak manusiawi, saat mendengar ucapan Nirma. Untaian kalimat yang pernah ia baca di selembar kertas dalam buku Nirma, kembali berkelebat. "Lo tahu soal itu? Kak Giri cerita sama lo?"

Nirma menggeleng dan tersenyum simpul. "Gue lihat sendiri kok, Kak. Kak Jendra ngalahin Mas Giri. Puas banget lihatnya, Mas Giri ada yang ngalahin. Biar enggak sok pamer di depan gue gitu." Lagi-lagi gadis itu terkekeh geli, membuat hati Jendra menghangat.

Jendra tak menanggapi, hanya tersenyum sekilas lalu berpamitan. Jendra menyalakan mesin motornya, dan meninggalkan kediaman pelatih dan murid lesnya tersebut. Ucapan Nirma tadi, terngiang-ngiang di telinganya, hingga tanda sadar membuat cowok itu tersenyum simpul.

Jadi, lo beneran suka sama gue, Nir?

***

Akhirnya, Jendra enggak nyangkal lagi -_-

Kira-kira, Jendra masih galak sama Nirma enggak ya?

Double update nih, Gengs. Thanks ya atas vote dan komentar-nya. Suka banget kalau lapak ramai gini hihihi ^^

By the way, hari Sabtu mau double apa single aja nih? Kalau double, boleh kali saya ngasih challenge, 300 vote sama 400 komentar sampai Sabtu bisa kali ya hihihi soalnya kadang pada lupa vote sama komentar gitu, padahal yang baca lumayan #eh hahaha

Sekali lagi, terima kasih ya ^^

See you very soon~

JANJI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang