Janji 27 - Menyangkal Perasaan

36.7K 4.3K 569
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 06.45 ketika Jendra bersandar di jok motornya, menunggu Nirma yang tak kunjung menemui cowok itu. Berkali-kali ia berdecak sebal, membuat Davin dan Dion yang juga belum beranjak masuk ke kelas, sedikit heran.

"Lo nungguin siapa sih, Jen?" tanya Davin dengan dahi berkerut-kerut.

Alih-alih menjawab pertanyaan Davin, Jendra malah menukas, "Ngapain lo berdua masih di sini? Kan gue udah bilang duluan aja."

Davin mengangkat bahunya sekilas, lalu berujar, "Ya udah, gue duluan ya. Rista udah nge-chat terus."

Davin meninggalkan mereka berdua, sembari membalas pesan-pesan dari sahabat masa kecilnya. Jendra melirik Dion yang masih terpaku pada layar ponselnya, tak berniat menyusul Davin ke kelas.

"Lo enggak ke kelas?"

"Bentar. Lagi seru nih." Dion tak menoleh ke arah Jendra sama sekali. Masih menggerakkan jari-jarinya dengan lincah, memainkan Mobile Legend yang sedang digandrungi teman-teman di sekolahnya.

"Enggak lo, enggak Kak Giri, pada kecanduan game online," gerutunya pelan, tapi tiba-tiba ia menyadari sesuatu saat tanpa sengaja menyebutkan nama pelatih taekwondonya itu. "Eh, Yon. Yang pernah ngalahin Kak Giri itu siapa aja sih?"

"Kenapa lo tiba-tiba tanya gitu? Kak Giri kan, udah lama enggak ikut pertandingan. Cuma ngelatih aja," kata Dion, tanpa mengurangi konsentrasinya pada layar ponsel.

"Serius lo? Kalau pas latihan gitu, ada yang pernah sabung ngalahin Kak Giri enggak sih?" tanya Jendra, berusaha menyangkal sesuatu yang sempat terlintas di pikirannya.

"Lo tuh sengaja pamer mau bikin gue jengkel ya, Jen?" Dion yang telah selesai dengan permainannya, menghadap ke arah Jendra yang belum paham dengan ucapan cowok itu. "Kan lo doang yang berhasil ngalahin Kak Giri."

"Hah? Serius lo?" Mata Jendra membulat sempurna saat mendengar ucapan Dion. "Emang enggak pernah ada lagi yang ngalahin Kak Giri selain gue? Ngarang lo, Yon!"

Dion mencebik kesal, mendengar kalimat Jendra, yang seolah-olah meragukan kebenaran ucapannya. "Kak Giri cuma ngelatih sekolah kita sama anak-anak SD kali. Kalau ada yang bisa ngalahin Kak Giri, jelas aja udah heboh beritanya. Secara dulu dia dapet medali emas waktu POPDA."

"Lo lupa gimana hebohnya anak-anak ekskul taekwondo waktu lo bikin Kak Giri jatuh dan tak bisa bangkit lagi," lanjut Dion menirukan salah satu lirik lagu dengan gaya yang berlebihan.

Enggak. Enggak mungkin Nirma suka sama gue. Dari tahun lalu pula. Dia kan, belum sekolah di Linus waktu itu.

"Pasti orang lain," gumamnya pelan yang ternyata masih bisa didengan Dion.

"Lo kenapa?" tanya Dion yang dijawab Jendra dengan gelengan.

Ya, pasti orang lain. Dia kan, enggak suka cowok galak.

"Nirma, ngapain ke sini?" Suara Dion, memecah konsentrasi Jendra yang sedang memikirkan gadis, yang kini ada di hadapannya. Entah kenapa, kini jantungnya tak bisa diajak berkompromi, malah berdegup secara tak manusiawi.

Dilihatnya gadis itu tersenyum canggung pada Dion, lalu mendekat ke arah Jendra. "Kak, buku gue mana?"

"Ke mana aja lo? Jam segini baru nyamperin gue," ujar Jendra ketus, berusaha menekan pemikiran mustahil yang tadi sempat muncul. "Gue udah nunggu dari tadi. Sebenernya yang butuh itu siapa?"

Nirma hanya memutar bola matanya kesal, lalu menyerahkan kotak bekal ukuran sedang pada Jendra. "Gue udah ngira sih, Kak Jendra bakal ngomel. Makanya, gue tadi nyiapin ini dulu, sebagai ganti Kak Jendra mau bawain buku gue. Dimakan ya, Kak."

JANJI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang