"Selamat malam, para Jomblo Bahagia." Rista membuka acara dengan kalimat yang menohok hati. "Jumpa lagi sama gue dan Davin dalam acara ...."
Davin dan Rista berujar, "Saturdate with Linus!"
"Selama satu bab ke depan, kami berdua bakal nemenin malam Minggu kalian yang suram, supaya lebih ceria." Rista sekilas melirik Davin yang tidak segera membacakan bagiannya. Dengan cepat gadis itu mengambil alih mikrofon siaran. "Oke, kali ini kita kedatangan bintang tamu yang nasibnya sebagai atlet POPDA provinsi, sedang berada di ujung tanduk. Siapa lagi kalau bukan Bang Jejen alias Jedunn. Eh, salah. Maksudnya Jendra." Rista menertawakan lawakan garingnya sendiri. "Enggak usah melotot gitu kali, Jen. Lagian, gue enggak takut juga."
"Perkenalan dulu, Jen." Davin segera mengambil alih, sebelum Rista melantur lebih jauh lagi.
Mendesah panjang, Jendra berucap, "Gue Rajendra Wardhana. Kelas XI MIA 1."
"Gitu doang?" tanya Rista tak puas dengan perkenalan Jendra yang begitu singkat.
"Masa gue harus sebutin alamat juga? Enggak sekalian aja lo nyuruh gue nyebutin nomor sepatu sama ukuran baju?"
"Temen lo kenapa sih, Vin? Nyolot banget." Rista menggoncang bahu Davin yang ada di sebelahnya. Sementara itu Davin hanya tersenyum kecut melihat reaksi Jendra.
"Kebiasaan lo, Jen. Kalau lagi bad mood, sekitar lo ikut kena imbas juga," ucap Davin sekasual mungkin agar tidak semakin menambah buruk keadaan. "Rista kan, cuma tanya. Enggak usah nyolot juga kali."
"Sorry, Ris," kata Jendra pelan. "Lo tahu sendiri kan, gue lagi pusing mikirin nasib gue di POPDA. Eh, malah dipakai buat bahan bercandaan. Yah, gue kesel lah."
Rista meringis, menyadari sebenarnya ia juga salah. Tanpa aba-aba, gadis itu berdiri dan keluar dari studio. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan membawa sebotol minuman dari lemari es di ruang persiapan.
"Nih, minum dulu," seloroh Rista seraya mengangsurkan botol minuman itu pada Jendra. "Gue juga minta maaf yah, Jen. Kebiasan bercanda sama Davin. Gue kira temen Davin sama-sama selengekan kayak dia. Soalnya gue beberapa kali ketemu Dion, dia agak sableng juga sih."
"Thanks, Ris. Gue cuma enggak bisa langsung akrab yang bisa bercanda gitu sama orang. Dan sayangnya kalian lagi enggak beruntung. Hari ini mood gue bener-bener buruk." Jendra mulai melunak dengan perlakuan Rista.
"Ya udah, lo pulang aja deh. Cuci muka, cuci kaki, terus bobok," tukas Rista dengan senyuman yang dipaksakan.
Jendra menggeleng pelan. "Enggak ah. Entar gue dimarahin Mamak Matcha kalau balik sebelum wawancara. Bisa-bisa nama gue enggak cuma dicoret dari POPDA, tapi juga dari cerita ini."
"Lo deh, Vin, yang tanya. Dia kan, temen lo." Rista memberi kode pada Davin dengan matanya. "Gue enggak enak mau tanya-tanya. Takut dia emosi lagi," bisiknya pada Davin, yang masih bisa dengan jelas ditangkap indra pendengaran Jendra.
"Gue juga ogah kali. Entar kalau dia marah, gue enggak dicontekin kan, sama aja menggali kuburan sendiri." Davin sendiri mengerling Jendra dengan takut-takut.
Alih-alih marah, Jendra malah mendengus geli melihat interaksi dua penyiar yang ada di depannya ini. "Kalian ini, gue enggak gigit kali. Tadi cuma yah ... sedikit jengkel aja. Tanya aja. Kalau bisa gue jawab, ya gue jawab."
"Janji, lo enggak bakalan marah ya?" tanya Rista yang dijawab Jendra dengan anggukan. "Oke, kenapa sih lo itu kayak punya dua kepribadian?" Rista buru-buru meneruskan ucapannya tatkala alis Jendra terangkat. "Maksud gue, di depan temen-temen cowok, lo baik, bisa bercanda. Tapi, sama cewek, kayak Nessa, Nirma, terus baru aja gue juga, lo jadi ketus."
KAMU SEDANG MEMBACA
JANJI [Completed]
Fiksi Remaja[Proses Penerbitan. Part Masih Lengkap.] JANJI [Update setiap Rabu dan Sabtu] "Percuma juga menghindar, kalau lo udah jadi takdir gue" a story by Alifiana Nufi _______________ Nirmala namanya. Tunggu, jangan bayangkan dia gadis anggun dengan gaun du...