Janji 19 - Curhat Colongan

34.1K 4K 227
                                    

Nirma mengerjakan soal dari Jendra dengan sedikit malas kali ini. Masih belum rela kalau ternyata gebetan yang berhasil membuatnya gagal move on berkali-kali, benar-benar sudah memiliki kekasih.

"Lo kenapa? Datang bulan?" tanya Jendra sembari menyesap teh hangat yang disiapkan Nirma. Nirma menaikkan alisnya, tatkala mendengar celetukan Jendra, di tengah kegiatannya mengerjakan soal latihan. "Lo enggak secerewet biasanya. Biasanya lo tanya-tanya terus, sampai kuping gue gatel."

"Papa besok pulang, Kak," tukas Nirma sembari mencoret-coret lembar latihannya. Ditambah lagi, lo udah punya cewek. Males ngapa-ngapain gue.

Dahi Jendra berkerut, medengar hal yang seharusnya menggembirakan untuk orang lain, malah membuat wajah Nirma mendung. "Seharusnya lo seneng, kan?"

Nirma tertawa canggung, karena tanpa sadar, ia seperti sedang curhat ke Jendra. "Iya, ya." Nirma kembali tertawa aneh, membuat Jendra semakin heran. "Eh, Kak, gimana latihannya sama Mas Giri? Lancar, kan?"

Jendra sadar, Nirma seperti menyembunyikan sesuatu karena ia langsung mengalihkan ceritanya ke topik lain. Namun, Jendra tak bertanya lebih lanjut karena Nirma tampak tak nyaman menceritakannya. Akhirnya Jendra hanya tersenyum, dan menjawab pertanyaan Nirma tanpa mengungkit lagi soal Papanya.

"Lancar. Thanks to you."

Hidung Nirma mengembang, memang ia tak begitu bisa Bahasa Inggris, tapi Nirma tak sebodoh itu sampai tak tahu arti kalimat Jendra. "Gue enggak bantu apa-apa kok. Kak Jendra usaha sendiri. Gue lihat kemarin lihat Kak Jendra di kantin ngajarin Kak Dion, biasanya kan dikte. Terus kalau ada yang tanya, Kakak pasti ngomel."

"Ngajarin lo butuh kesabaran ekstra, kalau cuma ngadepin Dion sih kecil," kata Jendra sombong. Namun, sesaat kemudian cowok itu terbelalak seolah menyadari sesuatu. "Lo kemarin di kantin? Berarti lo lihat –"

Nirma memaksakan diri untuk tersenyum. "Yang Kak Jendra marahin Kak Nessa? Enggak ada yang enggak lihat deh kayaknya. Trending topic-nya Linus sampai minggu depan itu."

"Kak Giri enggak tahu soal ini, kan?" tanya Jendra hati-hati. "Sumpah, gue udah berusaha mati-matian buat enggak marahin dia di depan umum kayak gitu. Tapi, lo enggak kenal Nessa. Dia cewek paling nyebelin yang gue kenal."

"Tahu kok, Kak. Gue juga bisa bedain kali, waktu ditanyain Mas Giri, mana yang harus gue ceritain mana yang enggak." Nirma yakin sekali Jendra menghela napas lega. "Jujur, gue sebagai cewek juga jengkel lihat Kak Nessa. Bikin malu aja."

"Nah, kan! Lo yang cewek aja eneg, apalagi gue." Jendra tampak sennag karena ada yang mendukungnya. "Heran deh, udah jelas-jelas gue jaga jarak, tapi dia mepet terus. Sebenernya yang enggak peka tuh cowok apa cewek?" Jendra menggeleng-geleng tak percaya dengan kelakuan Nessa. "Lo tahu kan, gue benci cewek bego, cewek agresif, sama drama queen, dan Nessa masuk tiga kategori itu."

"Kalau gue gimana? Kak Jendra masih benci sama gue?" tanya Nirma tanpa sadar.

Jendra gelagapan mendengar pertanyaan Nirma yang begitu mendadak. "Lo ... uhm ... enggak semenyebalkan sebelumnya sih. At least, lo mau usaha memperbaiki kelemahan lo. Beda sama kebanyakan cewek sekarang yang lebih galau mikirin pacar, daripada galau mikirin nilai yang enggak tuntas." Jendra tersenyum simpul, hingga membuat hati Nirma menghangat. "Yah, walaupun lo masih remedi juga sih." Tawa Jendra terburai lantang, melihat ekspresi kejengkelan Nirma.

"Terusin aja, Kak. Gampang entar tinggal bilang ke Mas Giri buat nyoret nama Kakak." Kini giliran Nirma yang terbahak melihat Jendra. "Ya ampun, Kak. Serius banget mikirnya. Kakak tuh, kayak gimana ya ... terlalu serius mikirin sekolah, padahal kan, Kakak bisa manfaatin ketenaran Kakak buat yah ... main-main sedikit."

"Masa depan enggak bisa disiapkan dengan main-main. Adik gue masih pada kecil-kecil, sementara kalau gue hitung, Papa gue pensiun waktu gue kuliah semester akhir. Jadi, gue mau bantu orang tua gue nyekolahin adik-adik gue."

Nirma terpengarah, mendengar Jendra begitu terbuka padanya kali ini. Jendra sendiri merasa sedikit janggal karena menceritakan impiannya pada orang yang tidak begitu dekat dengannya. Mungkin karena Nirma memberi dukungan padanya, tentang perlakuan cowok itu pada Nessa, jadi Jendra merasa ada kecocokan pemikiran dengan Nirma.

"Ternyata Kakak lebih keren dari yang gue lihat selama ini. Kakak begitu peduli sama pendidikan, sama keluarga juga. Gue jadi malu lihat kehidupan gue selama ini." Jendra tak berkomentar, hanya menatap Nirma prihatin, karena sepertinya gadis itu butuh menyalurkan unek-uneknya. "Gue selama ini malah galau mikirin cowok yang jelas-jelas udah punya cewek. Kalau dipikir-pikir lagi, itu buang-buang energi aja, iya kan?" Gadis itu melirik Jendra sekilas, mengirim sinyal yang tak akan mungkin disadari cowok itu.

"Betul. Hidup enggak melulu soal cinta. Apalagi kita masih muda, jalan kita masih panjang. Masih banyak target yang pengin gue capai," ucap Jendra tampak bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

"Tahu enggak, Kak, lihat Kak Jendra ngomong kayak gini, gue jadi ingat Agung Hapsah. Dia Youtuber seumuran Kakak, tapi pemikirannya benar-benar keren, lebih dewasa dari seusianya. Konten-konten di channel-nya itu enggak sekadar –"

"Bentar-bentar," sela Jendra cepat, "lo tahu Agung Hapsah juga?" tanyanya yang dijawab Nirma dengan anggukan antusias. "Emang lo paham? Kontennya Agung Hapsah kan sering pakai Bahasa Inggris."

Nirma menghela napas kesal, mendengar respons Jendra. "Paham lah, kan banyak konten yang pakai Bahasa Indonesia juga."

"Coba deh, lo lihat konten-konten dia yang pakai Bahasa Inggris, sekalian buat belajar listening. Belajar kan, enggak harus lewat latihan soal gini. Kayak gue sendiri, kadang belajar lewat lagu."

Hati Nirma benar-benar menghangat, melihat Jendra peduli dengan kemampuan Bahasa Inggris-nya. Memang awalnya hubungan mereka buruk, tapi setelah Nirma banyak berlatih, dan berhasil mendapatkan nilai yang nyaris tuntas, Jendra mulai mengakui kemampuannya.

"Heh! Kenapa lo lihat gue kayak gitu? Gue ngeri kali, lo ngelihatnya kayak Nessa ngelihat gue," ucap Jendra sembari mengernyit tak nyaman.

Nirma tergagap dan pura-pura mendengkus kesal. "Ish! Siapa juga yang suka sama cowok orang?"

"Cowok orang?" tanya Jendra heran. "Oh, lo denger semua, sampai bagian itu ya?" Nirma mengangguk, belum paham dengan arah bicara Jendra. "Syukur deh, kalau pada dengar."

"Maksudnya?"

Jendra hanya tersenyum samar, tapi otak Nirma berusaha mencerna kode itu, hingga akhirnya ia mengambil kesimpulan, yang paling ia harapkan.

Jangan-jangan, yang Kak Jendra bilang soal pacar itu bohong?

***

Halooo ... selamat liburan, Gengs!

Selamat mudik! *buru-buru packing*

JANJI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang