TIGA

10.9K 278 3
                                    

Tak ada yang bisa menghilangkan wajah senang Silvia selama perjalanan ke New York, sesekali ia melirik ke arah Philip yang tetap mengeraskan dagunya. Pertanda jika apa yang diinginkan olel Silvia berbanding dengan keinginannya.
Silvia tidak peduli dengan itu, malah dengan santai ia memeluk lengan kanan Philip dan menyandarkan kepalanya pada dada pria itu. silvia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa yang salah diantara mereka. Lagi pula memang tidak ada yang salah juga, Silvia merasa normal-normal saja dengan hubungan mereka. Jelas, sebab wanita itu memandang dari sudut dan cara yang berbeda dengan Philip.
Philip mengingingkan sebuah komitmen yang mengikat Silvia sedang Silvia menganggap hubungan mereka sebatas simbiosis mutualisme. Ia hanya perlu melepas pakaiannya dan tambang emasnya akan bekerja. Cukup mudah bagi Silvia, terlewat mudah malah.
''Aku akan tinggal di mana nanti? Dan pakaianku untuk nanti malam?''
Pertanyaan Silvia menarik perhatian Philip yang sejak tadi hanya diam.
Ia memandang Silvia tepat pada sorot yang bersinar itu.
''Kupikir kau tidak akan membutuhkannya nanti.'' Silvia tersenyum mendengar kalimat Philip yang mengandung makna lain.
''Yayaya, do anything you want to. You're the boss right?'' Sindir Silvia pada sikap Philip yang selalu saja dominan.
Sepanjang perjalanan Silvia tidur di dalam rangkulan Philip, selain lelah semalam memang tidurnya berkurang karena John. Philip membelai surai kecokelatan milik Silvia yang terasa halus digenggamannya.
Bahkan saat tiba di kediamannya wanita itu masih saja terlelap. Tanpa ragu Philip menggendong Sivia di dadanya dan berjalan masuk. Beberapa pelayan yang melihat segera memalingkan wajahnya dari tuan itu. apalagi baru kali ini mereka melihat Philip membawa wanita terang-terangan ke rumah.
Tidak ada yang berani menduga dan membicarakan tindakan Philip yang di luar kebiasaan. Saat tiba di lantai dua, Anne yang akan masuk ke kamar enghenti langkahnya sewaktu melihat sang ayah dengan Silvia dalam gendongan.
''Dad?'' Tanya Anne dengan ragu. Ia memandang wajah ayahnya yang tidak terbaca dan ke arah Silvia yang masih terlelap.
Philip tidak menjawab Anne, ia malah membawa Silvia memasuki kamar kosong berada di samping kamar Anne. Setelah membaringkan Silvia dan menyelubung tubuh Silvia dengan selimut Philip berbalik hendak keluar. Di depan pintu Anne sudah menunggu seakan menanti agar ayahnya memberikan alasan yang masuk akal.
Anne bukan tidak curiga. Apalagi wanita ini adalah Slvia, wanita yang tidak akan ragu menunjukkan kejalangannya. Tapi Silvia adalah sahabat baiknya. Tidak mungkinkan wanita itu...
''Tidak ada yang perlu kau dengar Anne. Dia ketiduran dan sudah pasti aku mengantarnya ke kamar.''
Philip belum siap membongkar hubungannya dengan Silvia jadi biarlah Anne yang menyimpulkan maksud dari perkataannya.
Mungkin Anne akan mencari tahu sendiri saat Silvia terbangun. Dan ia yakin jika Silvia akan mengatakan yang sebenarnya. Lagipula Ann sudah begitu sering membuktikan betapa jujurnya Silvia jika menyangkut kepentingannya sendiri.
Pukul dua belas malam Silvia terbangun dengan rasa sakit yang luar biasa di tenggoroannya. Ia menoleh ke sampin dan seperti harapannya, wanita itu menemukan wadah air dan gelas kaca pendek dengan ukiran cantik.
Silvia menuangkan wadah berisi air itu ke dalam kaca kecil dan meneguknya dalam-dalam.
Seketika pula ia sadar di mana ia sekarang. Di rumah Philip, dan Anne. Silvia menjadi sedikit pesimis. Bisa-bisanya pria itu membawanya ke dalam ruangan yang bukan kamar Philip.
Kamar ini indah tapi tidak sebesar kamar Anne. Silvia mengerang kesal ketika keinginan untuk memiliki kamar Anne menyala dalam pikirannya.
Sebagian dari dirinya mengatakan jika kamar ini sudah cukup. Kamar Philip juga tak kalah besar. Tapi ia menginginkan kamar milik Anne. Mata Silvia yang tak sengaja menemukan gaun tidur yang tadi dipilih Philip tergeletak dengan asal di lantai. Berpisah agak jauh dari papper bag-nya. Silvia berpikir seseorang baru saja membukanya da membuangya ke lantai.
Sebuah senyum menggoda terbit di wajah cantiknya.
Pasti Philip kecewa karena tak bisa melihat Silvia memakai gaun itu. ia sudah punya rencana untuk mendapatkan kamar Anne dan yang pasti akan melibatkan Philip. Silvia tahu jika Philip tidak akan senang mengetahui rencananya, dia akan melakukannya diam-diam tanpa Philip sadari.
Dengan bersemangat ia melepas pakaiannya dan melenggang ke kamar mandi. Untungnya Philip sudah tahu persis selera Silvia jadi pria itu bisa menyiapkan semua tanpa banyak bertanya.
Tigapuluh menit kemudian Silvia sudah selesai mengeringkan rambutnya. Wanita itu melepas handuk yang melilit tubuhnya hingga ia polos. Tanpa merasa perlu, Silvia melewatkan bagian memakai bra dan celana dalamnya.
Begitu larutnya Silvia dalam rencana yang hanya dirinyya yang tahu, ia bahkan tidak khawatir kalau-kalau Anne memergokinya. Suasana dalam rumah itu begitu tenang. Ia melirik pintu kamar Anne yang tertutup rapat dengan keinginan untuk menguasai yag luar biasa.
Berjalan melewati pintu itu untuk memasuki kamar Philip.
Di luar dugaan ternyata Philip masih terjaga. Pria itu nampak sibuk di balik meja kerjanya sambil menatap layar laptopnya. Tapi hanya sejenak setelah menyadari keberadaan Silvia, Philip sepenuhnya meninggalkan meja kerjanya dan menatap Silvia dengan pandangan berkabut.
Silvia hanya memasang malu-malu kucingnya yang palsu. Jelas dia bukan jenis wanita suci yang polos. Ia sudah terlalu sering berada dalam posisi seperti ini dengan banyak pria.
Namun kali ini dia berdebar luar biasa, bukan karena dia menyukai Philip hingga terlalu gugup untuk mendapatkan tatapan bergairan pria itu. tidak seperti itu. lebih tepatnya ia sangat berharap recananya berhasil. Ia hanya perlu membuat Philip sibut menggelutinya hingga pria itu tidak sadar untuk melakukan hal lain selain meledak dalam diri Silvia.
''Ada apa?'' Segera Silvia menyeberang ke tengah ruangan dan merangkak ke atas ranjang Philip. Tak lupa ia mengarahkan bokong penuhnya tepat di depan mata Philip. Posisi Silvia sekarang adalam berlutut membelakangi Philip dengan bertumpuh pada kedua lutut dan kedua sikunya.
''Come to bed big baby.'' Lirih Silvia dengan suara yang sangat menggoda dalam pendengaran Philip.
Philip menyerigai lebar dan segera menerjang tubuh Silvia yang tidak sepenuhnya tertutupi, ia bahkan yakin jika Silvia tidak menenakan apapun dibalik gaun tidurnya. Philip sudah menebak betapa indahnya Silvia jika mengenakan gaun tidur pilihannya
''Hahaha pelan-pelan saja honey.'' Tawa Philip mengingiringi gerakan Silvia yang tengah membuka kancing piyamanya. Saat tiba di kancing terakhir. Silvia berhenti dan menatap Philip dengan penuh rahasia, kedua lengannya terangkat untuk mendorong bahu Philip yang keras. Philip mengikuti setiap kali Silvia melakukan sesuatu. Ia menuruti apa saja yang Silvia katakan. Bahkan saat tangan Silvia menyentuh tonjolan di balik celananya.
Silvia tersenyum dan menduduki perut keras Philip. Tangannya mengarah untuk membelai wajah Philip. Alis tebalnya, matanya, hidungnya yang tinggi, bibirnya yang tipis dan sedikit berlama-lama pada bagian dagu Philip. Silvia sangat menikmati bagaimana rasa kasar itu di jemarinya.
Mata Philip kian berkabut di selimuti gairah. Dan pria itu harus menahan geraman di tenggorokannya kala lidah Silvia terjulur ke dagunya yang di tumbuh rambut. Silvia memulai dari ujung dagu pria itu, kemudian mengikuti sepanjang garis rahang Philip sampai ia tiva di bagian pipi, terus menjalankan lidahnya ke bawah telinga Philip.
''Cukup!''
Philip meraung marah saat merasa wanita yang tengah menduduki perutnya terlalu lama berbasa basi saat ia sudah mati-matian menahan nyeri di selangkangannya.
Philip bangun dan memutar posisi mereka hingga kini Silvia brada di bawahnya. Philip menyipitkan matanya. Mencoba merekam baik-baik saat wanita itu sedang dalam keadaan pasrah di bawah tubuhnya.
Philip selalu merasakan kebahagian setiap kali Silvia dalam keadaan seperti ini.
Philip menunduk untuk mencecap bibir merah alami milik Silvia. Seperti biasa Silvia seakan membuatnya lupa siapa dirinya yang sebenarnya.
Lipa jika dirinya adalah ayah dari sahabat putrinya.
Lupa jika dirinya berusia dua kali lipat dari wanita yang sedang membakar gairahnya.
Lupa jika ia adalah sorang suami...
Cekkkleekk
Tubuh Philip membeku, ia terdiam sementara Silvia masih memejamkan matanya sembari lengannya menekan tengkuk Philip dengan keras agar bisa melumat bibir Philip yang tiba-tiba saja terdiam.
Sosok itu terpaku di depan pintu, yang bahkan Philip lupa untuk menguncinya. Pria itu mengangakat tubuhnya guna melihat siapa yang sudah menganggu waktu intimnya bersama Silvia.
Dan wajah pucat Anne seakan menikam dadanya dengan keras. Philip membulatkan matanya. Sedangakan Silvia bangkit dengan bertumpu pada kedua siku di belakang tubuhnya.
''Selamar malam Anne.'' Sapa Silvia dengan santai meski dalam keadaa biir yang membengkak dan gaun tidur bagian atas yang acak-acakan. Tapi mana peduli Silvia dengan anggapan orang lain, tak terkecuali sahabatnya sendiri. Anak dari pria yang membayarnya untuk membuka kedua kakinya.
Anne tidak menjawab sapaan Silvia. Wanita itu pergi dengan wajah pucat bercampur jijik yang luar biasa.
Saat Philip hendak beranjak untuk mengejar Anne, Silvia menahannya dan memberikan tatapan yang begitu sinis.
''Kau tidak boleh pergi Philip. Kalau kau pergi kau tidak akan bisa lagi mendapatiku seperti in lagi.''
Philip terngangah mendengarr ancaman Silvia yang tak disangkanya. Hanya sesaat lalu ia kembali dibuat gila dengan gerakan cepat Silvia yang melumat bibirnya.
.
.
.
Bersambung

Maaf banget ternyata saya salah publish -_-  maklum manusia banyak pikiran 😅😅😅

Wrong Princess ---END---Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang