EMPAT

10.1K 240 1
                                    


Senyum puas Silvia terbit saat Philip lebih memilih untuk tetap bersamanya dibandingkan mengejar Anne. Anak kandungnya sendiri. Hal itu jelas membuat Silvia sepenuhnya berada di atas angin.

See, tidak mudah untuk menyingkirkan wanita itu.

"Kau akan mendapatkan ganjaran yang setimpal!" Philip menggeram di atasnya.

"Oh ya? Kita berdua jelas tahu jika ganjaran yang akan kudapatkan itu jelas kau juga menginginkannya."

Philip tidak membantah tidak juga membenarkan. Hal yang paling diinginkan oleh Philip adalah menghujam wanita sialan itu dengan keras dan tanpa ampun.

Maka dengan kasar Philip mengoyak gaun tidur Silvia dengan kasar. Silvia yang terkejut dengan sikap Philip yang tiba-tiba itu membuakatkan mata dan bibirnya. Hanya sekejap sebab Philip sudah membungkannya dengan ciuman yang singkat dan keras.

Saat tautan mereka terlepas wajah Silvia masih begitu shock. Tidak menyangka jika Phillip akan membuatnya sekaget ini.

"Kau menginginkan ini?" Tanya Philip marah bercampur gairah. Pria itu benar-benar tidak bisa menelaah antara keinginan untuk membunuh Silvia yang seakan begitu membuatnya buta hingga tak bisa melihat apa-apa selain rasa lapar untuk terus menyentuh wanita itu.

Sebagai jawaban Silvia hanya mengeluh manja. Ia menggeliat dengan gelisah. Philip sedang menyentuh ceruk lehernya dengan lidah yang terjulur.

Tangannya lentik terangkat. Menggunakan kekuatan yang tak seberapa dibanding pria besar yang kini tengah menggesekkan tonjolan miliknya ke bagian paha dalam Silvia. Ia akan membuat semua ini berjalan sedang dengan kehendaknya.

Silvia merasa sesak. Apalagi Philip tidak benar-benar menahan tubuhnya, membuat dirinya sepenuhnya menindih tubuh ramping Silvia.

Silvia tidak tahu. Namun malam itu ia tidak bisa merasakan apapun yang biasa diberikan pria itu saat mereka dalam keadaan begitu rentan dengan tubuh yang polos. Atau salahkan karena ini belum genap dua puluh empat jam ia bercinta dengan pria lain.

Satu-satunya hal yang membuat Silvia menahan diri agar tidak berteriak menghentikan Philip adalah kamar yang berada di samping kamar Philip. Ya, karena itu.

"Kenapa kau diam saja?" Tubuh besar Philip berpeluh. Nafasnya juga masih berkejaran. Meski pria itu tidak memandangnya dan hanya duduk membelakangi Silvia yang terbaring. Wanita itu tahu jika Philip sangat marah padanya.

Tapi ia salah apa?
Ia tidak melakukan apapun yang bisa membuat Philip membencinya.

Ia biasa berada di kamar pria itu bukan karena Silvia yang memulai. Philip sendiri lah yang mengajaknya pada pertemuan ketiga mereka.

"Kau nampak kacau." Ujar Silvia dengan berani.

Tawa hambar Philip memenuhi ruangan sunyi yang beberapa menit lalu didominasi suara berisik Silvia.

Wanita itu memang selalu berisik. Banyak permintaan dan bersikap seolah Philip begitu memenangkannya.

Philip memang menginginkan Silvia tapi ia jauh lebih menginginkan Silvia mengakui jika mereka memang sama-sama menginginkan apa yang barusan meraka lakukan.

Tapi itu sangat tidak mungkin. Silvia akan mengaku jika wanita itu melakukan ini hanya untuk mendapatkan uang Philip.

Philip menatap dari balik bahunya saat Silvia bangkit dengan masih dalam keadaan polos. Gadis itu bahkan tidak mau repot-repot menutupi tubuh terbuka menggunakan selimut di depan Philip. Malah ia. Menikmati tatapan lapar pria itu.

Wanita itu belum selesai. Silvia berjalan ke hadapan Philip dan berlutut di depan pria itu. Matanya yang abu-abu bisa melihat dengan jelas jika kejantanan Philip sudah begitu tegaknya.

Wrong Princess ---END---Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang