Silvia menatap geram pada sesosok wanita yang tengah bersimpuh di bawah kakinya. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana wanita itu meracuninya meski tidak sampai dibawa ke rumah sakit. Silvia merasa harus menghukum Lawrence, sekalipun ia sudah meminta seseorang untuk memerkosa pelayan rendahan itu.
"Kumohon jangan pecat aku Nona."
"Berdirilah, tidak ada gunanya kau memohon padaku."Lawrence mendonggak dan menatap lawan bicaranya dengan tatapan mata tak percaya. Ia bahkan sudah menangis dan memohon. Ia juga sudah menekuk lututnya untuk meminta belas kasih Silvia. Tapi tetap saja Lawrence dipecat.
Sungguh semenjak kejadian pemerkosaan itu Lawrence menjadi kacau. Bukan hanya fisiknya. Ia juga mengalami stress berat Sampai cara berpikirnya pun sangat pendek.
Lawrence sama sekali tidak memiliki tempat tujuan selain kediaman Adler. Ibunya adalah seorang pelayan keluarga Adler dahulu. Ia juga tidak tahu kemana Ayahnya. Sekarang jika Silvia memecatnya, ia harus kemana?
Ia juga tidak punya pengalaman apa-apa. Seumur hidupnya ia habiskan dengan melayani keluarga itu. Bahkan Lawrence juga turut dalam melayani nafsu bejat Philip.
Apakah ia hanya sekedar barang bekas pakai saja? Yang ketika orang lain bosan, wanita itu bisa dibuang seenaknya? Apa ia terlalu rendah untuk diperlakukan lebih baik?
Bahkan sosok wanita yang tengah berdiri di hadapannya bersikap angkuh seolah tidak merasa malu menjual dirinya pada seorang pria tua beristri.
Tidak Lawrence! Kau lebih baik dari pelacur rendahan itu.
Sisi dalam diri Lawrence memberikan dorongan. Ia tahu jika Silvia yang murahan itu harus mendapatkan pelajaran. Dan dia sendiri yang akan memberikan jalang itu pelajaran.
Matanya menatap pada vas kaca yang ada di samping Silvia. Lawrence tersenyum dan berdiri. Matanya memancarkan kilat jahat.
"Berani sekali kau menatapku seperti itu!" Bentak Silvia sambil berdiri tangannya terulur dan menampar wajah Lawrence dengan keras. Pelayan itu hanya dian. Tidak membalas. Lawrence menyentuh pipinya yang terasa berdenyut. Lalu dengan cepat ia meraih vas bunga di dekat Silvia dan menghantamnya ke kepala Silvia dengan keras. Hingga bunyi pecahan tedengar.
Lawrence tersenyum melihat Silvia yang ambruk di bawahnya. Wanita itu bahkan tidak sempat untuk mengeluarkan suara dari mulut kotornya itu.
Lawrence menatap sekitarannya. Untungnya Silvia benci jika ada orang lain yang berkeliaran di depannya hingga beberapa pelayan bahkan bodyguardnya terlalu takut menerima amarah Silvia hingga mereka sebisa mungkin menghindar.
Lawrence bergegas memasuki kamar Silvia yang dulunya adalah kamar Anne, putri Philip. Ia hendak merampas perhiasan Silvia. Lawrence dengan asal mengambil sebuah tas bermerek yang tergeletak di atas ranjang dan buru-buru mengisi tas itu dengan barang-barang berharga Silvia.
Sudah ia putuskan jika ia akan kabur dengan menggunakan barang hasil jual diri Silvia.
Jual diri? Itu tidak berlebihan. Ia sering tak sengaja memergoki Silvia yang tengah melebarkan kakinya untuk mengundang Philip. Lawrence ingin muntah setiap kali Philip dan Silvia dengan bebas bercinta dimanapun mereka mau, seolah dunia hanya mereka yang punya.
Setelah tas itu sudah kepenuhan sampai Lawrence kesulitan untuk menarik restnya. Ia pun berlari dan meninggalkan kediaman Adler diam-diam. Bahkan ia tidak memberitahukan kepada siapapun soal keadaan Silvia yang tergeletak dengan darah yang membanjir dari kepalanya.
Lawrence bahkan berharap wanita itu sekarat dengan lama sebelum mati. Itu yang terpantas didapatkan oleh Silvia yang sudah mengacaukan hidupnya.
.
.
.
Bersambung
Ini dia sosok Lawrence yang malang nasibnya gara-gara Silvia...
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Princess ---END---
General FictionPart masih lengkap. Dia cantik bagaikan putri dalam dongeng. Namun sayangnya hidupnya tidak mudah seperti Cinderella yang berakhir dengan pangerannya. Dia juga tidak memiliki hati yang baik seperti Belle yang mampu menerima tanpa memandang fisik. D...