Mata indah itu mengerjap pelan untuk mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya kekuningan yang mulai menembus tirai jendela rumah sakit. Samar-samar pandangannya menangkap sosok pria berwajah keras menatap cemas padanya.
''Philip...'' Ucap Silvia dengan susah payah. Wanita itu merasa seluruh inderanya bekerja dengan lambat. Ia bahkan kesulitan untuk mengerakkan tubuh bagian tangan dan kakinya.
Cedera saraf yang diaikibatan pada benturan keras di kepalanya membuat sebagian tubuhnya mengalami kelumpuhan.
Silvia tidak bisa menerima hal itu.
Mana mungkin kedua kaki panjangnya yang selalu ia gunakan berjalan di tempat indah menjadi mati rasa seperti ini.
Silvia tak bisa menahan diri, ia menjerit dengan tangisan yang sudah lama tidak dilakukannya. Wajahnya basah, suaranya yang lemah masih ia paksakan untuk menangis.
Sedang Philip? Pria itu masih bertahan menjaga Silvia sejak wanita itu belum siuman. Ia menanti dengan perasaan cemas. Bukannya Philip tidak bisa menerima keadaan Silvia yang jelas akan merepotkannya nanti. bahksan dalam keadaan fisik yang sehatpun Philip tak pernah keberatan bila Silvia membuat masalah dengan Anne, atau dengan beberapa pria yang 'bermain' bersama Silvia.
Philip hanya tak sanggup bila Silvia menjadi hancur dengan keadaannya yang sungguh...
Oh Philip bahkan hanya mampu memeluk Silvia saat wanita itu kehilangan kendali. Menjaga wanita cantik yang selalu saja membuatnya nampak tolol.
''Aku cacat? Ba bagaimana bisa ini terjadi padaku Philip? Bukankah kepalau yang dilempar dengan vas oleh Pelayan sampah itu?'' Philip hanya diam, ia tahu hal ini akan sulit dimengerti oleh Silvia, lagipula siapa yang bisa berpikir jernih saat mendapati jika keadaannya tiba-tiba saja menjadi lumpuh?
Tangis Silvia mulai melemah dalam pelukan Philip, hingga wanita tu terlelap karena begitu lelah menangisi keadaannya. Satu hal yang Philip tangkap dari perkataan Silvia. Bahwa yang menjadi penyebab Silvia menderita begini adalah Lawrence.
+++++
Masih dengan kebingungannya yang besar, Anne hanya mengigit jarinya dengan sembarangan. Tak menyadari jikka aksinya itu dipandang dengan tajam oleh pria yang sedang mengendarai mobil.
''Seperinya kau tidak yaikin akan menjenguk calon Ibu tirimu, ah atau aku bisa mengatakan jika yang akan kita datangi ini adalah sahabatmu?''
Sarkasme Frank sama sekali tidak diacuhan oleh Anne, wanita itu melirik Frank seikilas lalu membuang mua.
''Hanya aku, bukan kita?''
''Jadi aku hanya berperan sebagai supirmu?''
''Terserah kau mau beranggapan seperti apa. Aku ta peduli dengan apa ayang kau pikirkan.'' Nada suara Anne yang berubah tajam membuat pria itu mengernyit, sepertinya wanita di sampingnya ini sudah banyak berubah. Dia buan lagi Anne yang polos saat kuliah dulu, wanita yang akan mudah tergagap bila berkomunikasi dengan orang lain. Hal yang cukup aneh bagi ukuran wanita yang bergaul dengan Silvia yang binal.
''So, mengapa kau jadi tiba-tiba ingin menjenguk Silvia? Bukankah gara-gara wanita itu kau jadi meninggalkan fasilitas mewahmu. Ternyata dia mendekatimya sebagai jembatan ya?''
Sungguh Frank menjadi sepuluh kali lipat lebih cerewet dibanding biasanya. Apa karena pria itu menyangka bili dirinya bisa melihat Silvia kmebali setelah sekian lama? Duga Anne. Tapi jika ingin bertemu kenapa harus menunggu sekarang? Pria itu bisa menemui Silvia jauh-jauh hari dan lagipula andai Frank punya banyak uang, Silvia pasti akan dengan senang hati menuruti keinginan Frank, sekalipun pria itu meminta Silvia untuk menjilati kaki Frank!
''Tak usah secemas itu. bagaimanapun juga kau adalah anak dari pria yang ia goda. Sungguh tak mungin Silvia bisa melemparmu dengan mudah.''
Hmmm pria itu hanya tak tau saja jika Silvia sudah melakukan semua itu.
''Ya, kuharap begitu.'' Sahut Anne dengan malas.
''Lalu bagaimana dengan Ibumu?''
''Ibuku?''
''Ya Ibumu. Dia pasti sangat kecewa dengan perselingkuhan Ayahmu.''
Apakah Ibunya benar-benar kecewa? Entahlah. Anne begitu kurang yakin sebab saat menghubungi Ibunya, beliau nampak tidak begitu kaget dan meminta Anne agar bisa sedikit tegar.
Flashback
''Mom tahu kau adalah anak Mom yang kuat Anne, jadi biarkan saja Daddymu itu. kau harus menanamkan keyakinan dalam benakmu jika tak ada yang bisa mengacaukan hidupmu. So, bertahanlah anakku. Kalau perlu jangan lagi pernah muncul di depan Daddymu. Jika kau berharga baginya, maka dia pasti akan mencarimu?''
''Bagaimana jika Daddy tidak mencariku Mom.'' Suara Anne berubah parau, sebab Anne tahu pasti, detik saat ia melihat Ayahnya bercumbu dengan sahabatnya sendiri, ia merasa semua itu adalah awal dari nerakanya. Terlebih Ayahnya tidak segera berlari mencari dan memberikan penjelasan apa-apa. Bahkan Ayahnya itu mengirim Silvia.
Terdengar suara helaan napas panjang dari seberang.
''Maka itu artinya kau tak seharusnya mempedulikan orang yang mengabaikanmu.''
End flashback
++++
''Kita sudah sampai.'' Ucapan Frank membuat lamunan Anne buyar. Ditatapnya gedung rumah sakit di depannya dengan ragu.
Haruskah ia masuk. Saat Anne sibuk memikirkan keputusannya, tiba-tiba saja matanya menangkap sosok Ayahnya yang tengah mendorong kursi roda yang diduduki oleh Silvia.
Wajah Silvia begitu muram. Namun tetap saja polesan warna lipstick yang mencolok itu sangat membantu Silvia menutupi wajah pucatnya.
''Bukankan itu Silvia?''
Tanya Frank terdengar sangat antusias.
''Ya, itu dia.''
''Wah wah, bagaimana bisa wajah seksi itu tida berubah sama sekali.''
Apa Frank sedang memuji Silvia? Sebab Anne merasa kesal mendengar pujian yang dilontarkan Frank pada wanita itu.
''Sebaiknya ita pulang saja.''
Frank segera menyalakan mobilnya lagi dan memutar arah. Buannya pria itu tidak penasaran dengan sikap Anne yang begitu kekanak-kanakan, ia hanya tak ingin menganggu mood Anne yang jelas dalam keadaan yag buruk.
+++++
Sebenarnya Silvia masih perlu perawatan intensif dari rumah sakit, namun wanita itu bersikeras untuk pulang.
''Untuk apa? Toh aku tetap lumpuh.''
Dan Philip tidak bisa menolak permintaan Silvia hingga ia sedikit menyimpan catatan-catatan kecil dari Dokter mengenai petunjuk erawat Silvia.
Philip membawa Silvia dengan menggunakan kursi roda. Selama perjalanan pulang Silvia hanya diam saja, meski berulang kali Philip mengajaknya bicara.
Sampai di rumah Philip membantu Silvia dengan mengangangkat wanita itu di depan dada dan lengannya yang masing-masing berada di leher dan belakang lutut Silvia, ia meminta Pelayan yang sejak awal menunggu mereka untuk membawa kursi roda.
Saat melihat tangga yang berklok, hati Philip seakan terhantam benda tumpul. Bagaimana perasaan Silvia jika melihat ini? tentu Silvia akan merasa sangat terpukul karena Philip sudah pasti akna memindahkan kamar Silvia ke lantai bawah.
''Sepertinya kau harus menindahkan kamarku ke bawah.''
Mendengar ucapan Silvia yang terdengar sinis membuat pria itu menunduk dan menatap wajah Silva yang begitu enggan memandang Philip dari jarak yang sangat dekat.
""Hmmm.. Aku memang sedang memikirkan itu.'' Dengan sengaja Philip menggesakkan ujung hidungnya pada rambut pirang Silvia.
''Oh jadi kaa akan membuangku?''
''Tidak, Silvia, bayinya mungkin sudah hilang tapi mainan bayinya masih tersimpan dan masih utuh. Kau jangan seputus asa itu sayang.''
''Apa? Mainan? Jadi hanya sebatas itu nilaiku untukm? Mainan?'' Silvia menatapnya dengan mata meotot serta bibir yang mengerucut. Sudah jelas, Silvia tahu maksdid perkataan pria itu.
''Lepaskan aku, biarkan aku menggunakan kursi roda. Kau kan sudah tua. Aku tak ingin tulangmu bermasalah gara-gara harus membawa beratku ysng ta seberapa.''
''Oh tentu saja beratmu tak seberapa sayang.''+
+
+
BersambungOke, ini sudah mendekati end....
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Princess ---END---
General FictionPart masih lengkap. Dia cantik bagaikan putri dalam dongeng. Namun sayangnya hidupnya tidak mudah seperti Cinderella yang berakhir dengan pangerannya. Dia juga tidak memiliki hati yang baik seperti Belle yang mampu menerima tanpa memandang fisik. D...