Prolog

15.9K 828 66
                                    

Holaaa, pada gak sabar ya baca prolog dari Sandarandika 4? Hieheheheheh, udah di update yaaa!

Sandarandika 4, beginning. Enjoy yaaa guysss, happy reading~

---

“Kakak, jangan lari-lari! Lantainya masih licin,” teriak Dara saat melihat anak pertamanya berlari-lari di dalam rumah. Dara masih menyetrika baju di ruang tengah.

“Gema bukain pintu, Ma!” seru Gema dari arah depan.

Assalamualaikum,” suara yang hampir jarang ia dengarkan, “Weh, anak Papa udah berani buka pintu!”

Dara mendengar suara yang tak asing baginya. Dara pun segera berdiri dan mencabut kabel setrika dan berjalan keluar. Ia melihat Dika berdiri di ruang tamu sambil menggendong putra pertamanya.

“Mas,” Dara pun mencium tangan suaminya, lalu ia mendapatkan kecupan hangat di keningnya. Tangan kiri Dika menggendong Gema dan membawa sebuah bingkisan, “Pulang kok nggak ngabarin, Mas?”

“Hehe, biar suprise lah, Dek,” Dika melongok ke arah belakang, “Lifa mana?”

“Lifa di kamar, lagi tidur,” jawab Dara sambil meraih bingkisan yang ada di meja, “Apaan nih, Mas?”

“Oleh-oleh dari Tanjung Pinang,” Dika mengeluarkan buku dari bingkisan itu, “Dan Gema dapet buku baru!”

“Lah, teh rosella merah kan masih ada, Mas? Kok beli lagi?” tanya Dara melihat kotak teh itu.

“Wah, beda, ini yang plus jahe,” kata Dika tertawa sambil mencopot sepatu larsnya, “Mas bikinin teh rosella yang ini ya.”

“Pah, ayo bacain bukunya, Pah!” Gema menarik-narik seragam loreng Dika agar memasuki kamar.

Dara pun membereskan oleh-oleh yang berserakan di meja, beberapa diantaranya akan dibagikan ke tetangga-tetangga. Ia segera berjalan ke dapur sementara Dika membacakan buku cerita di kamar.

Dara harus memasak air panas. Selama menunggu air mendidih, Dara mengambil jemuran yang ada di lantai dua dengan cepat.

Air telah mendidih, Dara menyeduh teh rosella merah dengan air panas. Setelah itu, ia menaruhnya di meja makan. Lalu, Dara menguping dari balik pintu.

Hening.

Dara membuka pintu. Ia terbelalak kaget sekaligus tersenyum. Ia melihat Dika tidur masih mengenakan seragam loreng keabu-abuan diantara dua anaknya yang terlelap tidur. Dara berdiri di ambang pintu sambil terkekeh dalam sunyi. Ia membiarkan Dika untuk tidur bersama kedua anaknya dengan menutup pintunya kembali. Ia harus melanjutkan setrikaannya.

Setelah hampir enam tahun menikah dan Dika sudah naik pangkat menjadi kapten laut. Walaupun sudah naik pangkat menjadi kapten laut, Dika juga sering jarang di rumah karena harus memenuhi panggilan tugas untuk berlayar: entah mengantar siswa taruna-taruni praktek, berlayar untuk menghadiri acara di luar negeri, atau berlayar menjaga perairan blok  Ambalat.

Meskipun begitu, Dara dan Dika juga sudah bahagia dikaruniai dua anak. Anak pertamanya laki-laki, yang bernama Gemarizki Akbar Prawira Hermawan. Lalu, anak keduanya adalah perempuan, namanya Khalifa Rizkamelia Puspita Hermawan. Gema sudah berumur lima tahun yang supel dan enerjik. Sedangkan adiknya berumur dua tahun yang juga enerjik walaupun ia belum bisa berbicara seperti teman-temannya, ia selalu menolak untuk mengatakan sesuatu, Lifa--panggilan Khalifa, hanya bisa teriak dan menangis bila meminta sesuatu.

“Nah, selesai,” gumam Dara menyelesaikan tugasnya menyetrika.

Dara samar-samar mendengar suara derit pintu kamar. Rupanya Dika yang berdiri sambil menguap. Ia menyisakan kaos loreng dan celana lorengnya. Lalu, duduk di depan meja makan, menikmati teh rosella merah ‘plus jahe’ yang sudah mendingin.

SANDARANDIKA 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang