Enam Belas

7.9K 564 49
                                    

Holaaaaa, anybody miss me?😁 Oh, nothing :( btw, maaf yaaa, aku barusan bisa update soalnya awal-awal masuk kuliah tugasnya seabreeekk banget :( makin banyak beban kuliah, apalagi ketemu mata kuliah psikometri, psikodiagnostik tes intelegensi, psikodiagnostik wawancara, andragogi, psikologi abnormal dan psikopatologi, pikiran rasanya full teori, sering-sering praktikum, waktunya bakal full nugas huhu :( entahlah kapan bisa update lagi, tapi tetep aku update kok Sandarandika-nya, tapi gatau ampe kapan heheh :') duh malah curhat :') yowesss, happy reading!

---

Malam itu, Dara tengah membacakan buku cerita untuk kedua anaknya. Sekedar untuk menghibur suasana sebelum tidur. Ia menceritakan kisah Ugly Ducklings, si itik buruk rupa. Gema memang benar-benar antusias saat mendengar cerita sebelum tidur.

PRAAAK!

Dara dan Gema yang terlalu fokus bercerita langsung terkejut saat melihat putrinya menyenggol sebuah foto keluarga yang terletak di meja sebelah ranjang dekat lampu tidur. Bingkai foto itu pecah dan kacanya berserak-serakan di lantai. Dengan sigap, Dara menjauhkan anak-anaknya dari serpihan kaca, lalu memungut foto keluarga itu. Perasaan Dara menjadi tak enak. Entahlah ada apa.

“Gema, tolong jaga adikmu tetep di atas kasur ya? Mama mau beresin pecahan kaca dulu,” kata Dara sambil memberikan foto keluarganya kepada Gema.

“Iya, Ma.”

Dara pun langsung memungut serpihan-serpihan kaca kecil di dekat ranjang. Ia mengambil kertas bekas dari dalam laci dan menadahkan serpihan-serpihan kaca di atas kertas. Lalu, menyapu dan mengepel lantainya agar serpihan-serpihan yang paling kecil tidak melukai kaki.

“Itu Papa, Dek. Adek kangen sama Papa?” celetuk Gema membuat Dara bangkit melihat anak-anaknya yang tengah diatas ranjang.

“Lifa kangen sama Papa?” tanya Dara hati-hati. Khalifa masih terdiam.

Setelah menyingkirkan sapu dan kain pel, Dara merayap ke atas ranjang dan mengambil ponselnya. Dara memandang Lifa yang duduk menatap foto itu. Kalau Dara lihat lebih jeli, putrinya sedang menatap wajah Papanya yang tengah mengenakan baju batik warna biru di foto keluarga. Sepertinya ia tengah merindukan sang Papa.

“Coba bilang ‘Pa-pa’, sayang,” ucap Dara lirih. Lifa masih terdiam.

“Papa belum telepon ya, Ma?” tanya Gema, seketika ia teringat bahwa dari pagi Dika tidak mengabarinya. Dara mengecek pesan di WhatsApp, centang satu warna abu-abu. Pasti belum sempat buka ponselnya. Dara pun langsung menelepon berbasis video pada suaminya.

Halo,” Dika tersenyum sembari berbaring di ranjang. Ia menggunakan tangan kirinya untuk dibuat bantalan, “Cie, yang lagi kangen,” lanjutnya disusul gelakan tawa.

“Duh, Mas kemana aja sih?” gerutu Dara.

Mas ini barusan sampai Mes, capek banget, Dek,” gumam Dika lirih, seketika terbatuk-batuk.

“Sakit, Mas?”

Enggak, tenggorokannya Mas lagi kering nih. Makanya batuk-batuk. Apalagi tadi ruang kepelatihannya dingin banget,” Dika menggeleng-gelengkan kepalanya, “Apa kabar di sana, Dek?

“Lifa nyariin Mas lho, tadi liatin fotonya Mas terus,” ponselnya langsung diarahkan pada Lifa dan Gema.

“Coba sih, mana adek?” tanya Dika. Dara pun memberikan ponselnya ke arah Lifa dan Gema.

Mereka bercanda bersama-sama, tertawa terbahak-bahak bersama walaupun melalui video call. Tidak biasanya Lifa mencari dan tertawa bersama dengan Papanya seperti ini, merindukan sampai ia hanya bisa menatap foto Papanya dalam-dalam.

SANDARANDIKA 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang