Dua Belas

7.8K 566 22
                                    

Halooooo! Part 12 is coming out!😁😁 Kangen Sandarandika gak nih?😁😁 Enjoooooy and happy reading!😘

---

Cuaca buruk di Selat Karimata masih terasa. Hembusan angin cukup kencang, disertai gerimis, ombak yang bisa dikatakan cukup tinggi bagi para penyelam untuk mengevakuasi korban kecelakaan pesawat yang terjatuh di Selat Karimata. Kotak hitam masih belum kunjung ditemukan. Hanya masih beberapa puing-puing pesawat yang nampak di geladak. Dika hanya bisa termangu menatap ke arah laut saat para penyelam terjun masuk ke dalam laut dan masih berusaha mencari korban dan kotak hitam.

Dika merapatkan jaket abu-abunya, pertanda ia merasa sedikit kedinginan. Maklum, evakuasi baru saja dilanjutkan karena hujan deras dengan petir membuat evakuasi baru bisa dilanjutkan setelah hujan sedikit mereda dan tinggi gelombang laut juga mulai sedikit menyurut. Beberapa korban sudah ditemukan dan kini akan dikirim ke Pangkalan Bun untuk segera dikirim ke Jakarta. Beberapa korban yang sudah ditemukan memiliki identitas dan tim SAR sudah menghubungi keluarga korban. Ada juga yang belum diketahui identitasnya yang akan tetap dikirimkan ke Jakarta.

Ia mengeluarkan ponselnya. Lalu ia mengumpat-umpat tidak jelas karena di tengah laut begini ia tidak menjumpai sinyal. Ia ingin menghubungi putranya yang kini mungkin sedang bermain-main bersama Eyangnya.

***

Mata Dara tetap terjaga di depan televisi. Mengganti-ganti saluran mencari berita pesawat jatuh saat ini. Hanya itu lah satu-satunya cara bagaimana Dara mengetahui keadaan cuaca di sana. Menurut berita sebelumnya, hujan deras beserta petir, angin kencang terjadi di sana. Apalagi suaminya tak kunjung menghubunginya. Cemas-cemas khawatir tengah menyelimuti dirinya.

“Kamu ini lihat apa toh kok dari tadi digonta-ganti channel-nya?” celetuk Ayahnya yang sedari tadi memandanginya mengganti-ganti saluran televisi.

“Mas belum ngabarin nih, Yah. Terakhir aku lihat berita di sana lagi cuaca buruk,” Dara berubah semakin cemas memikirkan suaminya yang berada di tengah-tengah laut dan cuaca buruk seperti itu.

“Duh, kamu jangan terlalu mikir suamimu. Kasihan anakmu dalam kandungan itu lho,” sahut Bunda sambil membawakan kopi untuk Ayahnya.

“Nggak perlu lah terlalu mikirin suamimu, nak. Suamimu di sana nggak apa-apa kok, logika aja sih kalau di tengah laut enggak ada sinyal. Jadi kalau nggak ngabarin berarti nggak ada sinyal,” kata Ayah sambil menyeruput kopinya.

“Iya sih, tapi kalau begini ya susah,” Dara mengangguk, “Ya udah, aku mau mandikan Gema sama Lifa dulu. Habis gini aku mau berangkat ke reunian.”

“Berangkat sama siapa? Jangan bawa mobilnya sendirian. Kalau deket-deket sini nggak apa-apa.”

“Enggak kok, nanti aku jemput Adam di rumah. Nanti yang nyetir ya si Adam. Reuniannya di daerah Tebet kok,” kata Dara sambil menggandeng dua anaknya.

***

“Selat Karimata. Cuaca buruk dan ekstrim buat evakuasi. Ini Mas masih nyari sinyal dan gimana caranya Mas bisa hubungin kamu. Mas juga nggak tahu, kapan chat ini bisa terkirim. Video call pun di sini juga susah, chat pending terus. Kalau nanti aku bisa video call, aku telepon ya. Aku kangen sama anak-anak. Tapi, kamu nggak perlu khawatir. Aku di sini enggak apa-apa, cuma agak kedinginan aja. Tapi selebihnya Mas di sini nggak apa-apa. Jangan khawatirkan Mas di sini ya, semua bakal baik-baik aja. Tetap jaga kesehatan sama jaga kandungan kamu ya. Sampaikan salamku ke orang tuamu. Maaf kalau aku mendadak berangkat tugas. Love you, Dek.”

Sent.

“Gue pikir lo nggak bakal ikutan karena mau balik ke Jakarta,” celetuk Edo tiba-tiba duduk disebelahnya.

SANDARANDIKA 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang