Delapan

8.4K 594 44
                                    

Halooooo guys! Apa kabar nih?:3 baik-baik aja kan? Kangen sama Sandarandika?😂

Btw, di sini ada yang baca karyaku yang Serendipity? Kalau ada maaf bangettttttttt, soalnya ceritanya kehapus di Wattpad :( pas mau update lagi eh file-nya malah corrupt, fix ga bisa ngupdate lagi dan harus bikin baru huhuhu :') maaf bangeeeet ya guys :')

Btw, enjoy ya guys :')

---

“Mamaaa! Anterin Gema sekolah!! Nggak mau kalau nggak dianter Mama!” teriak Gema tak mau berangkat sekolah pagi ini. Mas Nugi hanya bisa terdiam melihat Gema berteriak-teriak seperti itu.

“Aduh, Kakak, kemarin kan kamu mau dianter sama Om Nugi, sekarang kok nggak mau?” Dara berlutut menyamai tinggi Gema.

“Nggak, nggak mau!” serunya lagi.

“Ya udah, kalau takut nggak usah jadi tentara. Nggak ada ceritanya kalau tentara penakut. Kalau ketemu musuh gimana?” peringat Dara.

“Harus berani ya, Ma?”

“Iya dong, Papamu aja berani, masa kamu enggak?” sepertinya trik dari Papanya berhasil.

“Ya sudah, aku mau berangkat sekolah dulu ya, Ma,” kata Gema sambil menaiki motornya Mas Nugi.

“Hati-hati ya, nanti dijemput Om Nugi lagi,” ujar Dara sembari merapikan rambut Gema, “Maaf ya, Mas Nugi, Gema emang anaknya begini.”

“Iya, nggak apa-apa kok, Mbak Dar, dulu Nando juga kayak begini hahaha,” Mas Nugi tertawa, “Ya sudah, saya mau berangkat dulu, Mbak Dar.”

Dara melambaikan tangannya ke arah Gema. Setelah itu, ia masuk ke dalam rumah dan membangunkan Lifa dan memandikannya.

Setelah memandikan dan menyuapi Lifa, Dara mengajari Lifa untuk belajar, sekian kalinya. Itu pun Lifa selalu mengacuhkan dirinya dan lebih memilih untuk bermain sendiri. Bagaimanapun sulit rasanya kalau dalam masa-masa begini. Sudah dua tahun lebih ia enggan mengeluarkan kata pertamanya, berbeda dengan Gema yang berumur dua tahun sudah bisa mengucapkan kata pertamanya.

Entahlah, satu-satunya jalan ia harus tetap mengajari Lifa sampai ia bisa mengeluarkan kata pertamanya.

***

Dika terduduk di ruangannya sambil menghadap laptop di hadapannya. Entah apa yang tengah ia kerjakan, ia nampak sangat serius saat mengerjakan pekerjaannya pagi ini.

“Selamat pagi, Kapten,” sapa Serda Irul berdiri di depan ruangan.

“Ya, pagi, ada apa?” tanya Dika.

Serda Irul memasuki ruangannya, “Mohon izin, ada tamu dari Jakarta hendak bertemu dengan Anda.”

“Siapa?”

“Kapten Laut Wisnu Fardhi Prawira, telah menunggu di Loungeroom,” katanya.

Tumben ke sini. Ada apa ya? Batin Dika.

“Baiklah, saya segera ke sana,” katanya.

Setelah Serda Irul meninggalkan ruangannya. Dika langsung menutup laptopnya dan membereskan berkas-berkas pekerjaannya dan ia letakkan di atas raknya. Ia pun segera berjalan ke loungeroom untuk bertemu dengan seniornya yang datang jauh-jauh dari Jakarta.

Dika melihat seseorang bertubuh kurus mengenakan seragam dinas biru kelabu tengah duduk di Loungeroom sembari membaca buku dan sesekali membenarkan letak kacamatanya.

“Wah, selamat pagi, mentor,” Dika memberikan hormat kepada seniornya.

“Pagi, sisun,” Bang Wisnu berdiri dan menjabat tangan Dika sambil tertawa, “Apa kabar nih?”

SANDARANDIKA 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang