Dua Puluh Lima

7.7K 586 109
                                    

Fast update? Yooooman! Enjoy ya!

---

Khalifa sudah sehat dan beberapa hari yang lalu ia diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Pikirannya sudah lepas tanpa terbebani hal-hal di mana anaknya yang lagi sakit. Yah, setidaknya bisa melakukan kegiatan di rumah lah.

Suatu hari menjelang larut malam, kedua anaknya memang belum tidur karena benar-benar menunggu keberadaan kabar sang Ayah yang tengah berada di lautan sana. Sang ayah pernah menjanjikan untuk menghubunginya via telepon berbasis video.

“Ma, telepon dari Papa, Ma!” teriak Gema membuat Dara harus berlari dan duduk menghadap laptopnya. Ia langsung menerima panggilan video itu.

Halo!” seru Dika yang masih memakai seragam warna loreng abu-abunya. Duduk bersandar di ruangannya.

“Papaaa!” teriak Gema girang sendiri. Khalifa hanya tertawa berteriak-teriak tak jelas.

Gimana kabarnya di rumah, danton?” tanya Dika kepada Gema yang sedikit terkikik.

“Siap, sehat-sehat semua, komandan!” Gema pun memberi hormat, meskipun posisi hormatnya tidak benar.

Hahaha, bagus-bagus, gimana sekolahnya?

“Enak, Pa. Papa lagi ngapain?” tanya Gema sambil tersenyum.

Papa lagi ngobrol sama kamu gini lho,” Dika tersenyum. Dika benar-benar merindukan putranya tersenyum lebar seperti ini.

“Katanya lagi mau nyerang musuh, Pa?” tanya Gema, “Nanti perangnya harus menang ya, Pa!”

Doain Papa di sini ya, sayang.

“Tapi Gema takut.”

Gema takut kenapa?” tanya Dika dengan suara yang lirih.
Dara langsung tersentak. Menurut mitos-mitos yang beredar, perasaan anak laki-laki cukup kuat dengan sang Ayah. Pikirannya mulai bermunculan asumsi-asumsi yang tidak mengenakkan. Ia menjadi semakin gelisah ketika mendengar kata-kata itu.

“Takut kalau Gema nggak bisa ketemu sama Papa lagi. Gema pernah denger kalau Papa musuhan sama orang-orang jahat--”

Hushhh!” Dika memotong, “Gema nggak boleh ngomong kayak gitu ya, nak. Papa pasti pulang buat Gema, buat Adek Khalifa, buat Mama. Pasti pulang buat kalian, doain Papa di sini ya.

Dara hanya tersenyum melihat anak-anaknya tertawa saat mendengar kabar Ayahnya. Meskipun ia selalu tidak kebagian jatah dalam video call, tapi meskipun hanya panggilan suara pun sudah dapat mengobati rindunya. Tetapi di sisi lain, ia gelisah dengan perasaan Gema terhadap Dika. Semog itu tidak benar-benar terjadi.

Khalifa, halo?” Dika melambaikan tangannya, “Ini Papa, nak.”

Khalifa hanya tertawa malu-malu.

“Adek, ini Papa, Dek!” teriak Gema, “Ayo, Adek panggil Papa.”

“Panggil Papa dong, sayang,” bisik Dara lembut di telinganya. Tetapi Khalifa hanya bisa terdiam.

Khalifa malah langsung menangis melihat Papanya. Merebut laptopnya dan menangis. Dara dengan sigap menjauhkan Khalifa yang tengah menangis histeris. Entah kenapa ia mendadak menangis seperti ini.

Nak, jangan nangis,” suara Dika lirih, “Papa pasti pulang kok buat kamu.”

“Gak buat Gema juga?!” protes Gema.

Iya, kakak Gema juga,” Dika tersenyum.

“Cup-cup, jangan nangis, sayang,” bisik Dara, “Papa pulang buat kamu sama kakak.”

SANDARANDIKA 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang