Tiga

10.7K 710 44
                                    

Yeeeheeee, part 3 sudah di update hehehehehe :3 enjoy yaaa guys!😘😘😘

---

Di pagi-pagi sekali, Dara terbangun dari tidurnya. Ia harus mengemasi pakaian-pakaian ganti suaminya untuk keperluan ganti baju di rumah sakit. Walaupun ia sudah merasa mengantuk sekali --karena hanya beberapa jam ia tidur di rumah.

Setelah beres, ia juga harus mempersiapkan sarapan untuk tamu-tamunya yang rencananya nanti akan kembali ke Jakarta pagi ini.

“Masak apa, Mbak? Kok pagi-pagi banget?” tanya Ratih di ambang pintu.

“Ini siap-siap buat sarapan dulu, terus mandiin Gema.”

Ratih pun membantu Dara mempersiapkan sarapan pagi dengan memotong-motong sayur kangkung, “Ngomong-ngomong, Kak Dika kondisinya gimana, Mbak?” tanya Ratih.

“Baik-baik aja sih katanya, tapi Mbak belum sempet ke sana. Enggak dibolehin sama Masmu itu,” Dara melongok ke belakang, pandangannya mengarah pintu, “Biar Papa nggak kepikiran sama Mas,” kata Dara sambil memotong bawang di samping Ratih.

“Kakak sama Mas Yudha juga bilang gitu sih, Mbak. Untung Papa nggak kedengaran pas Kakak nelepon,” Ratih tersenyum.

“Yah gitu deh,” gumam Dara.

“Mbak Dara itu kuat ya,” puji Ratih tiba-tiba, “Jujur aja sih, Mbak, udah punya dua anak, suami jarang pulang, ngurus semua keperluan rumah juga, jadi kepala rumah tangga kalau Ditinggal Kakak tugas.”

“Yah, namanya juga udah risiko istri tentara, Rat, ditinggal tugas mah kita bisa apa, ya kan?”

Dara pun memasak beberapa masakan dan lauknya. Dara meminta bantuan Ratih untuk mengurus masakannya sementara ia harus memandikan Gema untuk berangkat sekolah.

“Ma, Papa layar lagi ya?” celetuk Gema di pintu dapur sambil mengucek-ucek matanya.

“Enggak, Papa lagi kerja,” sahut Ratih.

“Ayo, Kak, kamu mandi,” kata Dara sambil mengambil handuk Gema.

***

Semalaman ia tidak tidur karena merintih perih kesakitan di ranjang rawatnya. Tangan kananya diperban dan pergelangan terdapat balutan perban elastis, tangan kirinya terpasang selang infus. Betis kanannya pun terbalut perban. Ia di sana juga sulit untuk bergerak. Sesekali memikirkan Gema yang baru saja terjatuh. Biasanya kalau ia tidur dengan si Kakak, tidak pernah sebanyak tingkah itu hingga membuatnya terjatuh dari ranjang tidur kamarnya.

“Duh, lo tuh ya,” celetuk pria berseragam biru kelabu langsung terduduk di kursi dekat ranjang meletakkan bingkisan jeruk di atas meja, “Kok bisa jatuh sih?”

“Ngomong-ngomong makasih ya jeruknya. Tapi, lu kenapa dateng pagi-pagi begini?” tanya Dika sambil berusaha untuk duduk di ranjangnya, Adam pun membantunya untuk duduk di ranjangnya.

“Ya gue bosen aja di rumah sendirian. Bini gua ada kerjaan di Bandung selama seminggu. Ya udah, gue ke sini aja sekalian berangkat kerja,” Adam terkikik, “Lo kok bisa sih begini?”

“Ah, yah, gue kepikiran anak gue kemarin malem jatuh dari kasur. Kena empat jahitan di janggutnya. Dari itu gue nggak bisa fokus nyetir,” Dika menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Anak lo yang mana?”

“Yang gede,” ujarnya, “Tapi udah nggak apa-apa sih, soalnya udah dibawa bini gua ke dokter.”

“Terus, bini lo tahu kalo lo di sini?”

Dika mengangguk, “Tapi enggak gue bolehin kemarin ke sini, soalnya kasihan dia kan pastinya capek, apalagi ada bokap gue di rumah. Gue nggak mau aja sih nambah pikiran bokap gue.”

SANDARANDIKA 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang