Empat

10.6K 711 61
                                    

Part 4, Sandarandika 4 updated!! Semoga suka yaaaah!😘😘😘

---

Selama hampir dua minggu masa pemulihan suaminya, kini suaminya sudah dapat beraktivitas seperti biasanya. Setidaknya Dara sudah tidak terlalu direpotkan harus bolak-balik rumah ke rumah sakit, membawa mobil dan menghadapi jalanan yang macet membuat meringis, dan harus menenangkan Khalifa bila menemani Papanya di rumah sakit karena tangisannya benar-benar bisa mengganggu pasien yang lain.

Seperti siang-siang menuju sore biasanya, Dara mengajari Khalifa untuk belajar bicara. Tetapi hasilnya masih tetap sama, ia sama sekali tidak mau menghiraukan Mamanya sedang mengajarinya belajar bicara. Sang Kakak terlalu asyik bermain mobil remot kontrol barunya dari hadiah pembelian sepatu sekolahnya.

Tak berapa lama kemudian, ponselnya berdering. Itu adalah nomor telepon salah satu temannya di kampusnya dulu, Sonia. Ia pun langsung mengangkat telepon itu.

Halo, Dara, ini Sonia, apa kabar nih?”

“B-baik, Son, apa kabar nih? Tumben telepon,” kata Dara sambil terbangun dari tidurnya.

Baik, syukurlah. Eh, Dara, lo sibuk nggak hari Sabtu sampai Selasa?” tanya temannya. Dara benar-benar terkejut.

“Enggak sibuk sih, tapi kalo Selasa gue nggak bisa. Gue mau kontrolin anak gue.”

Yah, sayang banget, Dar,” desah Sonia.

“Tunggu, emangnya ada apa?”

Nih, lo ada undangan jadi pembicaraan seminar buat hari Sabtu sama undangan alumni buat ikutan diklat BEM hari Minggu sampai Selasa. Gimana?” tanya Sonia.

“Duh, gue sih bisa-bisa aja, tapi gue belum ngomong sama suami gue,” Dara pun ragu.

“Fee-nya gede loh, lumayan deh pokoknya,” tawar temannya lagi.

“Gue nggak peduli sama fee-nya, yang penting suami gue ngizinin gue berangkat atau nggak.”

Ya udah, nanti malem gue tunggu konfirmasi dari lo ya, Dar.”

Dara pun menutup teleponnya dan meletakkan ponselnya di dekatnya. Ia melanjutkan untuk mengajari Khalifa untuk tetap berbicara.

“Lifa, coba panggil ‘Mama’, Ma-ma,” katanya sambil tersenyum--tentunya juga sabar.

Dara mendengar pintu rumah terketuk. Ia pun meninggalkan kedua anaknya di ruang tengah dan membuka pintunya.

Setelah pintunya terbuka, ia melihat suaminya pulang kerja. Ia mengenakan setelan loreng warna abu-abu. Dara mencium tangan suaminya, dan dihadiahi kecupan manis di kening Dara.

“Teh rosela plus jahe kan?” tebaknya. Untung saja ia sudah menyiapkan teh kesukaan suaminya itu. Dika mengangguk.

Dika pun duduk di kursi sofa sambil melepaskan sepatu larsnya sementara Dara mengambilkan minuman suaminya di dapur.

Dara berjalan ke ruang tamu dengan membawakan minuman suaminya. Ia duduk disampingnya suaminya yang tengah menikmati teh roselanya. Ia harus membicarakan masalah undangan ke Jakarta.

“Mas,” sapa Dara lirih.

“Hmm?”

“Aku dapat telepon dari Jakarta,” jelas Dara, “Kalau aku dapat undangan pembicara seminar sama undangan alumni buat ikutan diklat BEM. Boleh nggak aku ke Jakarta?”

“Berapa hari?” kata Dika sambil melepaskan seragamnya, ia hanya menyisakan kaos abu-abunya dan celana pendek diatas lutut.

“Empat hari sih, Mas. Sabtu sampai Selasa.”

SANDARANDIKA 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang