Dua Puluh Dua

7.6K 636 56
                                    

Happy weekend, enjoy :)

---

Kata dokter, sang bayi bisa dibawa pulang sekitar satu bulan nanti. Rama harus menginap selama sebulan di bawah pengawasan dokter karena ia terlahir menjadi bayi prematur. Dika hanya bisa mengiyakan saja--karena dipikirannya hanya ingin Rama selamat.

“Selamat ya, bro! Emang udah waktunya lu jadi bapak anak tiga,” seorang pria yang agak pendek darinya langsung memeluknya. Itu adalah sahabat sejatinya, Adam, yang ditemani istrinya, Tania.

“Lah, Adam? Tania?” panggil Dika terkejut saat ada dua orang tengah duduk di dekat Dara, “Kok lo tahu gua di sini?”

“Tadinya gua mampir ke rumah lu, si Ratih bilang kalo Dara lahiran, ya udah, abis mampir rumah lu gua ke sini.”

“Oh gitu,” Dika menggaruk-garuk kepalanya.

“Cie, udah punya anak tiga cie,” canda Tania kepada Dika dan Dara membuat mereka salah tingkah.

“Jangan gitu lah, Tan,” Dara tersenyum, “Semoga tahun ini yah!”

“Dik, gue bisa bicara sebentar? Urusan kerjaan?” ajak Adam berdiri dari duduknya.

“Cuti-cuti kok ngobrolin kerjaan sih?” tanya Tania dengan mengangkat satu alisnya.

“Mumpung ketemu Dika sih, butuh pengalaman juga dari Dika,” jawab Adam sekenanya, “Yuk lah, Dik, kita obrolin di luar.” ajaknya beralih ke Dika.

Dika mengikuti langkah kaki Adam keluar dari ruangan. Adam langsung duduk di kursi samping pintu ruangan. Dika pun langsung duduk disampingnya.

“Ada apa?” tanya Dika.

“Gue bingung harus ngapain, Dik,” Adam mendesah pasrah. Tetapi Dika tidak tahu masalahnya.

“Oh, hey, ada apaan sih?”

“Tania keguguran lagi. Untuk ketiga kalinya,” Adam langsung menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Wajah dan telinganya berubah memerah.

“Hah? Lagi?" Dika terkejut.

Adam mengangguk, “Udah tiga kali. Dan kenapa di umur segini enggak sama sekali dikasih keturunan? Adek gue si Ragil udah punya anak dua di umur 30. Gue yang umurnya 32 masih belum dikasih keturunan. Apa yang harus gua lakuin, Dik? Apa gue harus ikut program bayi tabung?” desahnya pasrah.

“Jangan dulu,” jawab Dika spontan, “Gua tahu lo pengen banget pengen punya keturunan. Tapi bayi tabung bukannya masih terbilang mahal? Begini, coba lo bilang sama Tania kalo dia harus berhenti kerja.”

“Dokter kandungan sering bilang begitu. Tapi Tania yang nggak mau.”

“Udahlah, suruh aja dia berhenti kerja. Suruh dia di rumah, kalo pengen kerja buka online shop kek. Pokoknya kerjanya di rumah dan nggak nguras banyak tenaga,” Dika memberikan tepukan di bahu Adam, “Takutnya gampang kecapekan terus stres. Habis lahiran, baru deh kerja lagi. Bininya temen gua ada yang begitu soalnya. Malah sekarang anaknya udah dua.”

“Tapi kalaupun nggak berhasil?” Adam melirik ke arah Dika.

“Coba dulu lah, Dam, tumben banget dah lu pesimis begitu. Belum dicoba masa udah pesimis?” kata Dika sambil menepuk-nepuk pundak Adam, tentunya memberikan semangat.

“Oke lah, gue bakal coba nanti ngobrol sama Tania.”

***

Dari tampak kejauhan, Dika melihat wanita kurus mengenakan kerudung putih tengah duduk di ruang tamu. Tengah menggendong bayi yang ada ditimangannya. Dika menghampiri wanita itu.

SANDARANDIKA 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang