"Berkenalan dengan mereka yang baru membuat aku tidak suka."
******
Pada tanggal 31 Januari 2001 kami memulai berbenah menempati rumah baru di dekat rumah kontrakan kami. Semua senang dengan kepindahan ini tidak terkecuali mamaku yang girang sekali.
Sebelum besok menempati rumah ini omku yaitu adik mama mengadakan doa tasyukuran karena kami akan menempati rumah baru. Adik-adiknya mama semuanya memeluk agama Islam sejak kecil. Kami adalah keluarga dengan keanekaragaman yang saling mendukung satu dengan lainnya.
Omku memanggil Ustadz sahabat karibnya untuk mendoakan rumah ini. Aku juga kenal dengan Ustadz ini. Beliau orang yang bisa melihat yang tak kasat mata, sama sepertiku.
"Hana, di rumah ini memang banyak penunggunya tapi jika kamu selalu mendekatkan diri kepada yang Kuasa maka mereka tidak akan berani mengganggu kalian."
Pak Ustadz memberikan pesannya kepadaku agar aku tidak takut menghadapi mereka. Mereka itu terdiri dari mbak kunti di atas tangga menuju jemuran, ada sepasang ayah dan anak dari Belanda dan ada seorang ibu tua.
Sehari sebelum kami pindah ke rumah yang menurutku menyeramkan aku mendapat suatu penglihatan yang terjadi di masa depan. Aku tidak mau menceritakan kepada siapapun mengenai penglihatan ini.
Di dalam penglihatan di masa depan aku bisa melihat dengan sangat jelas di mana rumah yang akan kami tempati ini akan berubah menjadi rumah tak berpenghuni dengan banyaknya tumbuhan ilalang. Tidak ada yang mau membeli rumah ini.
"Hei, kok melamun?"
Sentakan dari kakak menyadarkan aku ketika tak sengaja melihat masa depan rumah ini. Aku hanya diam terpaku di depan pagar rumah tanpa mau masuk.
Kakak perempuan memaksa aku masuk ke rumah untuk merapikan barang-barang kami. Aura dingin, suram dan gelap langsung dapat aku rasakan saat kaki mulai menginjak lantai.
Rumah ini terdiri dari empat kamar tidur. Salah satu kamar yang tak pernah aku ingin injak adalah kamar kakak pertama. Ada aura yang sangat kuat di dalam kamar itu suatu aura gaib yang tak bisa dijelaskan.
"Jangan masuk ke kamar kakakmu, Hana jika tidak terpaksa."
Ucapan dari Bu Tin terdengar seperti suatu peringatan yang harus aku patuhi. Entah kenapa sampai sekarang aku masih merasakan ada sesosok yang menakutkan di kamar itu.
Seperti yang aku ceritakan di bagian awal di mana saat masuk ke kamar kakak bersama mama, tetapi yang aku lihat bukan mamaku. Aku sungguh tak ingin sekalipun masuk ke kamar itu kecuali disuruh mama untuk menyapu atau meletakkan pakaian kakak yang sudah di seterika.
"Kamu suka kan Hana dengan rumah kita?" Mama menanyakan suatu pertanyaan yang tak ingin aku jawab.
"Suka kok, Ma."
Demi menjaga perasaan mama aku terpaksa berbohong karena aku tak ingin melihat mama mengetahuinya.
"Kalian sudah datang? Hihihihi ..... "
Baru aku ingin melihat dapur yang terhubung dengan tangga atas menuju jemuran ada mbak kunti menyambut dengan tawanya yang khas.
"Akhirnya ada yang baru di rumah ini."
Oh, ya pertama kali ketika terlalu aku seringnya melihat mbak kunti, aku tidak merasakan takut. Mungkin karena seringnya aku melihat jadi kuanggap biasa meski agak menganggu mata ini.
Coba kalian bayangkan. Jika di rumah kalian ada anak tangga lalu di anak tangga paling atas sendiri duduk seorang wanita dengan mata yang merah, rambut yang sangat panjang sampai menyentuh lantai dengan senyuman yang menyeringai. Kalian harus melewati mbak kunti itu tiap kalian ingin ke atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hana's Indigo (True Story) ( Repost Ulang Sampai Tamat )
HorrorKarena banyak kesalahan dalam ejaan maka saya akan memperbaiki tiap babnya dan ada sebagian yang tidak saya publish di sini. Dan cerita ini akan terbit Non Exclusif dan akan publish sampai tamat. Ini tentang Hana. Sejak kecil sudah memiliki kemampua...