Di Tempat Kerja

8.9K 1K 92
                                    

Mohon dukungannya selalu. Beri voment atau hanya vote tanpa komen saja itu sudah menghargai karya saya.

Salam sayang

Mm

*****

Hari pertama kerja adalah hal yang menyenangkan bagi semua orang tentunya karena mereka akan bekerjasama dan berbaur dengan orang - orang baru. Di sini bukan hanya orang - orang baru saja yang aku kenal tetapi juga banyaknya 'penghuni' yang senang melihat cara kami bekerja. Ya penghuni di sini kebanyakan dari orang - orang yang meninggal jaman dulu dan ada juga anak - anak Belanda.

Jadi tiap pagi ketika aku datang lebih awal aku merasakan kehadiran anak - anak tersebut belari - lari menuju lorong. Ada juga wanita yang melayang - layang. Pokoknya mereka berkumpul jadi satu dengan kita yang bekerja di suatu ruangan. Enak bagi orang yang tak melihat penampakan tetapi bagi diriku tempat ini penuh sesak dengan mereka yang selalu mondar - mandir di ruangan ini.

"Semoga betah di tempat ini ya, Mbak."

Begitulah kata - kata para satpam di sini. Entah mereka itu memang tahu jika ada 'mereka' atau menyindir? Ah entahlah. Aku di sini hanya ingin bekerja bukan untuk melihat penampakan - penampakan yang tak kasat mata.

Hari pertama masuk kerja adalah hari yang berat aku lalui. Bukan karena masalah pekerjaannya melainkan capek mataku ini melihat 'mereka' berkeliaran.

"Hai Hana..."

"Kamu bisa melihatku, bukan?"

Ada kepala anak kecil lelaki yang menggelinding di bawah meja kerjaku. Awalnya aku merasa itu tikus yang merambat di kakiku karena ada seperti rambut yang ada di kaki tapi semakin aku rasa semakin menjadi - jadi. Menggelinding kemana saja seperti bola.

Sungguh aku tak mau lagi melihat kepala yang menggelinding. Aku menyangka jika penampakan kepala itu cukup satu kali saja saat aku sekolah tetapi nyatanya ada lagi.

"Ya aku bisa melihatmu. Jadi pergilah. Jangan ganggu aku."

Setelah aku mengucapkan hal itu kepala anak kecil itu menghilang dengan sendirinya. Apakah aku lega? Ya tentu saja tidak. Dia menghilang ada lagi penampakan yang lainnya.

Di sini aku memiliki teman yang tidak percaya sama sekali dengan yang namanya penampakan. Ya aku anggap wajarlah karena aku tahu dia memang tidak peka dengan yang namanya makhluk tak kasat mata tapi dia tidak menjauhiku dan tetap berteman denganku.

Menurut informasi yang aku dapat tempat kerjaku ini dulunya hutan belantara di jaman penjajahan. Mungkin itu sebabnya mengapa banyak sekali penduduk - penduduk tak kasat mata yang sudah meninggal masih menempati bangunan yang sudah beralih fungsi menjadi sebuah Perusahaan.

"Kalau bisa jangan sampai malam ya Mbak di kantor. Suasananya tidak enak."

Memang selama kerja di sini jam pulangku tidak sore. Biasanya jam enam sore baru aku keluar dari kantor dan itu aku harus menunggu di pos satpam untuk menunggu mobil antar jemput.

"Betah Mbak di sini?"

"Tidak terjadi apapun kan Mbak?"

Si bapak satpam sempat menanyaiku apakah aku betah di sini atau tidak. Aku jawab betah karena ini tempat kerja yang aku inginkan. Aku ingin bertanya kepada bapak satpam tersebut apakah beliau merasakan kehadiran 'mereka' atau tidak karena aku merasakan aura bapak ini menunjukkan rasa takut.

"Ya betah, Pak."

Hanya itu saja kalimat yang keluar dari mulutku. Entah bapak ini percaya atau tidak. Dari pos satpam tempat aku duduk sekarang aku bisa melihat ada sesosok yang mengintip dari jendela atas. Tidak terlalu jelas siapa yang mengintip karena aku hanya melihat sepasang mata saja. Tempat kerjaku ini sebenarnya nyaman tapi kalau malam hari kesan horor terasa.

Tempat kerjaku ini terdiri dari beberapa ruangan. Ruangan pertama ada di lantai bawah, ruangan kedua ada di lantai tengah dan ruangan ketiga ada di lantai atas jadi ada tiga lantai. Aku berada di lantai ke dua. Di lantai kedua ini jika akan kamar mandi harus melewati lorong terlebih dulu dan agak jauh juga dari kursiku.

"Hana, temani aku ke kamar mandi yuk."

Risma teman kerjaku mengajak ke kamar mandi sebelum pulang kerja sore itu. Dia orangnya penakut jadi meminta aku menemaninya.

"Aku merasa tidak nyaman di kamar mandi, Hana. Rasanya ada yang memperhatikan."

"Mungkin hanya perasaanmu saja."

Jika aku berkata jujur maka Risma akan ketakutan jadi aku belum berani cerita kejadian sore itu. Aku tak mau di katakan sombong bisa melihat penampakan. Ya jika percaya kalau tidak nanti aku di cap bohong. Biar semua staf kantor di sini tahu suatu saat nanti.

"Grem...grem..."

Ada geraman dari tengah jalan saat melewati lorong. Tubuhnya tinggi sekali sampai menembus atap. Dia tidak berkata apapun karena hanya ada suara geraman saja. Bagi orang yang tak bisa melihat itu adalah hal yang biasa karena mereka tak akan bisa melihat sosok tinggi besar tersebut jika kita mau ke kamar mandi.

"Permisi ya kami hanya mau ke kamar mandi. Tidak mengganggu."

Jadi tiap aku mau ke kamar mandi aku selalu meminta ijin agar tidak diganggu dengan geramannya yang menakutkan. Aku bersikap wajar saja jika melewati si om itu.

Selain om tersebut terkadang aku hampir saja tersandung oleh untaian rambut mbak cantik yang duduk di samping pintu masuk. Saking panjangnya aku sampai harus berhati - hati jika melangkah. Gemas dan kesal rasanya saat mbak cantik ini tak sadar jika untaian rambutnya sangat mengganggu aku yang lewat.

"Hi...hi..."

Mana ada makhluk yang tak kasat mata yang meminta maaf? Yang ada hanya malah kekehan dari si mbak cantik ini. Tertawa seakan mengejek aku yang bisa melihat dan terkadang tersandung.

"Kamu itu kok bisa tersandung?"
Enak bagi mereka yang langsung melangkah tanpa menginjak rambut si mbak cantik.

*****

Tempat duduk aku berhadapan langsung dengan lorong menuju kamar mandi jadi aku bisa dengan jelas bisa melihat banyak anak - anak berkeliaran dan terkadang tertawa - tawa.

"Hana, main yuk?"

"Jangan ganggu aku ya."

"Kamu tidak takut sama aku, Hana?"

"Tidak. Aku tidak takut."

"Aku sudah lama di sini sebelum mereka membangunnya."

Dia adalah anak kecil lelaki yang wajahnya terbakar karena rumah yang dulu dia tinggali mengalami kebakaran di masanya.

"Kalau aku menemani kamu. Apa kamu marah?"

"Tidak asal kamu tidak mengganggu."

Jadi jika aku pulang malam dia akan menemaniku sambil berdiri di hadapanku dengan bola yang dia mainkan. Aku tak mempersoalkan dia ada di hadapanku dengan wajahnya yang gosong yang penting dia tidak mengganggu pekerjaanku.

"Mengapa kamu tidak pergi?"

"Tempatmu bukan di sini lagi."

Aku bercakap - cakap dengannya ketika tidak ada orang yang melihatku.

"Aku senang di sini, Hana."

Dia memang tidak mengganggu di saat aku sibuk dengan pekerjaan. Dia hanya menemaniku tanpa mengusili. Aku pikir dia hanya butuh teman.

Di tempat kerjaku banyak kejadian yang membuat bulu kuduk merinding. Di bab selanjutnya akan aku ceritakan.

*****

Tbc

Di mana - mana ada 'mereka' ya? Dunia kita memang terhubung dengan dunianya 'mereka'.


Hana's Indigo (True Story) ( Repost Ulang Sampai Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang