Pengalaman Seram Di Rumah Kakek

48.7K 4.1K 204
                                    

Saat malam tiba adalah hal yang paling aku tak suka. Suara jangkrik, suara katak maupun suara lolongan anjing (mungkin) yang terdengar dari luar semakin mencekam. Aku lupa memberitahu kepada kalian. Jika kami ingin ke kota maka kami harus melewati hutan yang gelap di sisi kanan dan kiri. Rumah penduduk jarang ditemui. Ada kesan tak bersahabat saat melewati hutan ini.

"Ma, aku mau buang air kecil." Aku membangunkan mama tengah malam.

"Kamu ingin buang air kecil?" tanya mama dengan menahan kantuk.

"Iya tapi aku takut jalan sendiri," ucapku dengan nada takut.

"Ayo mama antar."

"Aku ikut, Ma," sahut kakak perempuan yang ternyata ingin ke kamar mandi.

Jangankan kakakku yang tidak bisa melihat 'mereka' saja takut di tengah malam apalagi aku yang bisa melihat jelas wujud mereka.

Aku yang waktu itu masih kecil digendong oleh mama dengan membawa guling kesayanganku agar tak takut ke kamar mandi.

Suasana kamar mandi menjadi suram saat lampu padam. Hanya sinar bulan yang cukup menerangi jalan kami. Suara jangkrik dengan dipadu suara gemerisik daun bambu menambah kesan tersendiri.

"Hana, apa yang kamu lihat?" kata kakak perempuan yang sudah masuk kamar mandi dulu.

"Kak tungguin aku," sahutku cepat dan menghampiri kakakku.

Mama hanya menunggu di dapur sambil mencari senter. Jujur aku tadi sangat ketakutan. Di atas sumur duduk sesosok wanita berambut panjang, bergaun putih dan sedang menyisir rambutnya. 'Dia' bernyanyi tanpa mengeluarkan suaranya. Mulutnya terdiam, tetapi nyanyian itu berasal dirinya seperti bersenandung.

Tak jauh dari wanita itu duduk, ada sosok lain yang membuat aku bergidik takut. Sosok lelaki tinggi besar hampir setinggi rumah. 'Mereka' hanya menatapku dengan pandangan aneh. Ketika aku sudah selesai ke kamar mandi dan di
gandeng oleh kakakku menuju rumah utama. Aku mendengar mereka mengucapkan sesuatu.

("Kau bisa melihat kami?")

Kakak yang berjalan lambat langsung aku tarik tangannya agar cepat jalan. la tersentak kaget karena aku menariknya.

"Ada apa sih, Hana? Tangan kakak sakit," omelnya waktu itu.

Aku tak peduli dengan omelan kakakku yang paling penting kita harus segera masuk.

Mungkin kalian pikir kenapa aku berpura- pura saja tidak melihat kehadiran 'mereka'? Bukannya aku tidak mau, tetapi kehadiran mereka selalu ada di manapun. Saat aku tak melihat mereka, mereka akan memanggilmu atau tiba-tiba sudah ada di depanmu. Satu hal yang tak bisa kuhindari adalah bau mereka yang sangat menyengat.

Jika mereka meninggal dalam keadaan tak wajar. Bau mereka sangat menyengat. Bau anyir dari darah yang menyatu dengan luka. Kalau kalian bisa menciumnya pasti akan muntah.

Ada satu pengalaman yang tak pernah aku lupakan saat kecil. Ketika mama mengajak aku menghadiri pemakaman. Seorang pria tua meninggal karena sakit.

"Ma, harum baunya opa ini," sahutku sambil duduk.

"Harum apa sih, Hana? Ini harumnya bunga," jawab mama pelan.

"Bukan harum bunga mama. Harumnya itu wangi sekali. Nggak menyengat." Aku kesal karena mama tak paham.

"Sudah ini baunya bunga, Hana. Minyak dari bunga," kata mama ngotot.

Percuma bicara dengan mama. Mama tidak akan mengerti. Beberapa tahun kemudian aku menyadari. Jika opa yang meninggal adalah orang yang sangat baik. Ibadahnya, kelakuannya, menghargai orang lain dan selalu mengalah. Aku bisa menyimpulkan jika bau yang aku cium adalah bau dari tubuhnya yang bersih.

Hana's Indigo (True Story) ( Repost Ulang Sampai Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang