☘Blood #03☘

5.6K 863 20
                                    

Klik bintang di bawah! Jangan lupa komentarnya.

Fajar senja tiba, mengikuti waktu yang menagih agar So Hyun terjaga. Matanya yang masih tertutup rapat dengan kening yang berkerut, So Hyun menguap.

"Jam berapa sekarang?" Tubuhnya bangkit. Irisnya perlahan-lahan terbuka. "Hah...


Benar kata Jungkook, tidurku sangat nye--- eoh! Yoongi!"


So Hyun melebarkan mata saat mengingat kejadian tadi malam. Buru-buru turun dari kasur dan bergegas menuju pintu. Namun belum sempat So Hyun membuka benda tersebut, Jimin sudah lebih dulu menampakan batang hidungnya.

"So Hyun-ah, kau mau kemana? Cepat mandi dan bersiap. Aku akan mengantarmu ke sekolah."

Jimin menatap Sohyun dari bawah hingga atas. Gadis itu sangat berantakan di setiap pagi.

"Oppa, aku ingin melihat Yoongi. Dia sudah baik-baik saja 'kan?"

"Dia masih tidur, keadaannya sudah lebih baik. Untuk saat ini jangan mendekatinya dulu."

"Kenapa? Dari kemarin malam Jungkook selalu mengatakan itu. Sebenarnya ada apa?"

So Hyun sadar, ribuan kali pun ia bertanya, Jimin maupun Jungkook tidak akan menjawabnya. Tapi sungguh, dia punya rasa penasaran yang sangat tinggi. "Kenapa? Cepat jawab."

"So Hyun-ah, lakukan saja apa yang aku katakan. Apa kau mau Yoongi kesakitan lagi?"

Jimin mengenal gadis itu cukup baik. So Hyun mudah takut, khawatir, bahkan gadis itu bisa merasa depresi hingga memilih mengurung diri.

Dan sekarang Jimin sadar, kata-katanya sudah menyinggung perasaan So Hyun meski secara keseluruhan gadis itu sudah menyadarinya sejak dulu.

"Apa itu karena aku juga? A-apa kesakitan yang dulu Yoongi alami karena aku? Aku aneh."

"Apa maksudmu Kim Sohyun?"

"Katakan saja kalau semuanya benar!"

"Hm," Gumam Jimin mengangguk pelan. Percuma juga kalau dia terus-menerus berbohong. Toh, sebentar lagi gadis itu harus tahu semua kebenarannya.

"Kalau begitu..." So Hyun terkekeh garing. "Aku tidak waras! Perlukah aku masuk ke rumah sakit jiwa?!"

"So Hyun-ah, hentikan."

"Oppa, kurasa mimpiku juga bukan hanya sekedar mimpi biasa."

"Kubilang hentikan!"

So Hyun terus merancau sambil terkekeh. "Aku bisa gila!"

"Hentikan!" Jimin merengkuh bahunya dan memeluk gadis itu.

Kedua mata So Hyun mulai berkaca-kaca dan menimbulkan bendungan air yang siap terjun.

Bukan untuk pertama kalinya Yoongi mendapat kejadian buruk. Sudah banyak yang pemuda itu lewati, namun dia tak menyadari bahwa semua kejadian itu disebabkan oleh dirinya yang selalu berdekatan dengan So Hyun.

Namun terkadang entah kenapa bagi So Hyun dia merasakan aura yang aneh dalam dirinya. Sesuatu yang membuatnya terasa bangkit akan gairah dan pesona.

"Yoongi kesakitan..."

"Ya, dan ini jauh lebih buruk dari sebelumnya. Dia hampir saja mati jika aku tidak datang kesini. Kau mengerti maksudku?"

So Hyun mengangguk. Selama ini Jimin dan Jungkook sering memperingatinya untuk tidak terlalu berdekatan dengan laki-laki terkecuali untuk mereka berdua.

Ada sebuah aturan, lingkaran hitam, takdir seseorang, juga dosa.

Kim So Hyun, ada diantara kekejian seorang pangeran yang mengikatnya dengan benang merah, takdir rembulan. Dan gadis itu belum benar-benar menyadari kebenarannya.

"Mm, arraseo." Jawabnya lemah.

So Hyun menunduk, ia menangis. Tubuhnya bergetar dan Jimin dapat mendengar isakan-isakan kecil yang dikeluarkan dari bibir gadis tersebut.

"So Hyun-ah, kau baik-baik saja?"

Jimin memegang bahu So Hyun. Bisa gawat jika gadis itu menangis karena ulahnya.

"S---"
















Brak

"Aaaakhh...!"















"Oppa!"




Jimin memekik sakit ketika dirinya melayang dan menghantam meja. Punggungnya seakan-akan remuk. Dia kembali melayang dan berakhir membentur dinding yang dipenuhi bingkai kaca.

So Hyun terkejut bukan main, ia menghampiri pria itu yang tergeletak mengenaskan sambil mengerang lantaran sekarang seperti ada yang mencekik lehernya.

Dia tak kasat untuk dilihat dengan mata biasa.

So Hyun terus memanggil Jungkook, namun pemuda itu tak kunjung datang. Membuat So Hyun terus berdoa dan memohon agar Jimin baik-baik saja.

"Kumohon, kumohon. Jangan ada lagi, kumohon. Jangan sakiti Jimin oppa. Kumohon." Ucapnya dengan lirih.

Gadis itu terus saja berdoa seraya menutup mata dengan kedua tangannya yang dikatupkan.

"S-so-Hyun-ah," Ucap Jimin terputus-putus dengan napas terengah-engah.

"Ja-ngan menangis. Itu a-akh-kan mem-per-buruk ke-adaanku hah..." Lanjutnya, bahkan So Hyun dapat melihat cairan berwarna hijau yang mengalir dari mata Jimin.

"Apa itu air mata?" Batin So Hyun berbisik namun segera ia tepis begitu saja.

"Aku tidak menangis, aku tidak menangis." Rancaunya sambil mengusap liquidnya, namun tetap saja So Hyun tidak bisa berhenti.

Lantaran keadaan Jimin yang semakin buruk dan tak kunjung membaik, akhirnya So Hyun menjerit seraya mencengkram kerah baju pria itu.

"Oppa... Sebenarnya ada apa? Kenapa orang didekatku selalu menderita dan kesakitan?! Wae oppa?! Wae?!! Jika seperti ini lebih baik aku mati saja, hiks!"

So Hyun melepas cengkramannya. Lagi-lagi ia menunduk dan menangis. Tubuhnya meringkuk pun bergetar hebat.

Namun ketika mendengar kalimat terakhir itu, Jimin bisa bernafas dengan normal lagi. Berangsur-angsur dia menatap So Hyun dan merengkuh gadis itu. Jimin paham, dalam hal ini So Hyun tidak tahu ataupun mengerti dengan apa yang telah terjadi.

"Ssst, aku baik-baik saja. Jangan menangis lagi."

Aneh, bukan?

Dalam seketika Jimin dibuat terluka dan sedetik ini dia kembali normal.

"Sekarang mandi dan bersiaplah. Aku akan menunggumu diluar." Ucap Jimin, tangannya mengelus rambut So Hyun.

Gadis itu mengangguk paham dan tak mau perpanjangan masalah ataupun menentang Jimin lagi. Mengikuti nalurinya yang kini mulai merasa suram.

Dalam 24 jam ini sudah dua kejadian buruk yang terjadi pada dua orang kesayangannya.

~«TBC»~

Mohon klik bintang di bawah guna menghargai penulis yang menyempatkan waktu untuk membuat cerita ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mohon klik bintang di bawah guna menghargai penulis yang menyempatkan waktu untuk membuat cerita ini.

Blood, Sweat, And TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang