🌠🌠🌠
Tak menyangka dirinya hampir saja menabrak seseorang, Meesha menghentikan langkah mendadak. Tubuhnya limbung, tetapi masih mampu menumpu badan supaya tak terjatuh. Jantungnya berdebar kencang akibat rasa kaget.
Dia mendongak menatap seseorang yang menghadang langkahnya. Meesha segera menundukkan kepala begitu melihat sekilas siapa yang berdiri di hadapannya. Arzan. Sang general manager baru.
"Tolong minggir," ucap Arzan penuh penekanan.
Meesha buru-buru menyingkir ke samping kiri. Dia meminta maaf lagi karena sudah menghalangi jalan Arzan. Arzan berlalu meninggalkan Meesha, tercium aroma parfum Arzan. Ini, Kesturi, batin Meesha tertegun. Tak menyangka kalau dia akan menemukan orang dengan parfum ini di kantornya. Mengembuskan napas pelan, dia segera beranjak. Baru satu langkah, Nita sudah menghadangnya lagi. Mengelus dada pelan, belum hilang rasa berdebarnya kini ditambah lagi dengan Nita yang tiba-tiba datang.
Meesha bertanya, "Ada apa?"
"Kasih tahu gue donk. Please ...." Nita berucap dengan manja, tangan menangkup di depan dada.
Dahi Meesha berkerut bingung tak mengerti maksud ucapan Nita. "Apa?"
"Tentang Pak Arzan." Mata Nita berkedip lucu.
"Kenapa sama Pak Arzan?" Tatapan Meesha masih menunjukkan kebingungan, tak diindahkannya tingkah Nita. Sudah biasa bagi Meesha.
Mendengkus keras. Nita tak habis pikir dengan sahabatnya. Lalu dengan kesabaran yang tersisa, Nita menyahut, "Orangnya gimana, Meesha?"
"Seperti bos pada umumnya." Meesha mulai berjalan meninggalkan Nita. Dia tidak ingin membicarakan orang lain. Dosa.
"Ayolah, Meesha. Aku kepo, nih." Diraihnya tangan Meesha dan digenggamnya erat. Menunjukkan wajah memelasnya saat Nita menginginkan sesuatu.
Dengan tak acuh, Meesha melihat wajah memelas Nita. Menggelengkan kepala pelan, lalu duduk di kursinya.
"Ayolah ... please," bujuk Nita.
"Kamu tahu, 'kan?"
"He ...," gumam Nita. Dia mengambil kursi milik temannya di sebelah Meesha. Dia duduk dan mendekat ke arah Meesha. Dengan tangan bertopang dagu, Nita kembali bertanya, "Pak Arzan orangnya seperti apa, sih?" Nita menolehkan kepala menatap penuh pada Meesha. Menatap lekat wajah sahabatnya yang ayu. "Baik, otoriter, atau gimana?"
"Membicarakan orang lain; fisik, harta, kekayaan, kekurangan, dan lain-lain itu termasuk ghibah---" "Dan ghibah itu dosa. Udah tahu," potong Nita ketus.
Merentak berdiri, Nita meninggalkan meja Meesha. Kakinya mengentak kesal, dengkusannya terdengar ke telinga Meesha. Kendati demikian, Meesha tak ambil pusing dengan kelakuan sahabatnya. Dia melanjutkan pekerjaannya.
⚜⚜⚜
Tepat pukul lima, Meesha keluar dari lobi kantor. Meesha ingat jika sepedanya rusak. Dengan sangat terpaksa, Meesha harus memikirkan membeli sepeda baru. Karena sepedanya rusak dan berada di bengkel, terpaksa Meesha berjalan kaki. Lumayan sekalian olahraga.
Meesha berjalan kaki dengan santai. Tanpa menyadari jika ada seseorang yang mengikutinya diam-diam.
Berbelok ke kanan di perempatan, Meesha berhenti di sebuah supermarket. Tidak lama kemudian, Meesha keluar dengan dua plastik sedang di tangan. Meesha sadar, jika dia diikuti. Tapi dia mencoba berhusnudzon. Mungkin cuma orang nggak tahu arah. Batin Meesha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Janji [Complete]
SpiritualArsyila Romeesa Farzana. Putri pemilik pondok pesantren ternama di Magelang. Meesa, begitu orang-orang memaggilnya. Ia menjalani kehidupannya secara teratur, tak pernah ia melanggar larangan yang ada. Monoton, kata teman-temannya. Hingga suatu hari...