"Masyaallah ...."
Meesha melongo melihat isinya. Isi amplop itu adalah tiket pesawat ke Jepang ditambah dengan keterangan booking hotel di pusat Kota Tokyo, hotel berbintang empat, dekat apartemen terkemuka. Bukan hanya itu, di sana juga tertera lengkap apa saja yang dia dapatkan sebagai fasilitas. Meesha berdecak bingung mendapatkannya. Hingga sebuah kertas berisi sebuah alamat di salah satu distrik ternama Jepang membungkam seluruh pertanyaannya.
Ya Allah, tidakkah ini terlalu sulit untukku? Apa aku harus merendahkan harga diriku untuk menemui laki-laki? Bukankah kodratnya perempuan untuk didatangi? Bukan mendatangi. Ya Allah, berikanlah hamba petunjuk. Seperti menelan buah Maja yang pahit, Meesha kesusahan meneguk saliva. Terduduk di pinggir ranjang, Meesha mencoba untuk merenung.
***
"Meesha," panggil umi.
"Nggih, Umi?"
"Kemari, Umi ingin bicara."
Meesha mengangguk dan berjalan ke arah Umi.
"Umi dengar, Najwa memberikan hadiah untukmu."
"Benar, Umi," tanggap Meesha.
"Umi serahkan semuanya pada kalian, kamu berhak bahagia, tapi ingatlah bahwa kamu perempuan."
Meesha mengangguk mengiyakan. Dia melihat jemari tangan kanannya yang tersemat cincin. Cincin pemberian Arzan. Mengembuskan napas panjang. Meesha pamit untuk kembali ke kamar. Dia segera meraih ponsel dan membuka fitur kamera. Dengan berlatarkan rimbunan bunga yang tengah mekar apik.
Menghela napas sepanjang yang Meesha bisa. Dia membuka aplikasi email. Dia buka email dari Arzan lagi. Dibalasnya email tersebut.
Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh
Dengan ini, Meesha ingin memberikan jawaban atas pernyataan Mas. Semoga, apa yang menjadi keputusan Meesha menjadi yang terbaik untuk semuanya.
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh ....Buru-buru dikirimnya surat tersebut dengan mata tertutup. Tak lupa dia lampirkan foto tangannya yang memakai cincin pemberian Arzan. Dengan lengkung bibir terkembang tulus, Meesha memasuki rumah.
***
"Meesha ...," panggil Umi.
"Ya, Umi."
"Sudah mengambil keputusan?" tanya Umi.
"Alhamdulillah sudah, Umi. Meesha akan berangkat ke Jepang. Sayang tiket dan akomodasi lainnya jika dibatalkan."
"Lalu Arzan?"
"Kepergian Meesha ke Jepang semata-mata untuk kepentingan berlibur, Umi. Tidak ada maksud lain. Perihal Arzan, Meesha sudah memberikan jawaban. Jika, kami bertemu di Jepang. Itu suatu kebetulan, karena Jepang bukanlah sebuah kota kecil."
"Baiklah, hati-hati, Sayang. Umi sama Abi tidak bisa mengantar. Kami akan pergi ke Bandung besok selama satu minggu. Ada kajian dengan pondok pesantren di sana."
"Iya, Umi. Tidak apa. Umi dan Abi hati-hati."
Umi mengangguk dan meninggalkan Meesha yang tengah membaca buku di ruang tengah. Meesha mencoba melupakan semua hal yang terjadi padanya dan ikhlas. Dia kali ini mencoba untuk lebih berserah pada Allah. Dia yakin, Allah akan memberikan yang terbaik untuk dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Janji [Complete]
SpiritualArsyila Romeesa Farzana. Putri pemilik pondok pesantren ternama di Magelang. Meesa, begitu orang-orang memaggilnya. Ia menjalani kehidupannya secara teratur, tak pernah ia melanggar larangan yang ada. Monoton, kata teman-temannya. Hingga suatu hari...