Wa'alaikumsalam, ada apa, Pak? tanya Meesha penasaran, untuk apa bosnya menelepon lagi. Dahinya berkerut samar.
Tolong suruh Arif mengambil beberapa berkas dari HRD.
Baik, Pak. Ada lagi?
Sudah. Wassalamu'alikum.
Wa'aiaikumsalam.
Meesha menekan tombol empat yang menghubungkan sambungan ke kepala bagian HRD. Begitu selesai melaksanakan perintah Arzan, Arif lewat di depan mejanya.
"Pak Arif," panggil Meesha pelan.
"Ya, Mbak Meesha," jawab Arif menoleh ke arah Meesha.
Dengan kepala menunduk, Meesha berbicara, "Diminta Pak Arzan mengambil berkas di ruang HRD. Berkasnya sudah saya minta untuk dipersiapkan."
"Baik, ada lagi, Mbak?"
"Sudah."
Hari itu berjalan seperti biasanya. Mereka sama-sama menjalankan tugasnya masing-masing dengan baik. Walaupun kadang Meesha tak habis pikir, kenapa Arzan senang sekali menyuruhnya melakukan hal-hal yang bukan pekerjaannya. Seperti membuat kopi misalnya.
⭐⭐⭐
Hari ini, Arzan berangkat kantor sedikit siang. Dia ingat jika hari ini, Meesha izin. Di relung hatinya mengesah kecewa karena dia tak akan merasakan kopi kesukaannya hari ini. Arzan benar-benar fokus akan pekerjaan karena jadwalnya hari ini sengaja dia kosongkan. Saking larutnya dalam pekerjaan, dia hampir saja melupakan janjinya dengan kedua orang tuanya.
Menengok jam di pergelangan tangan kiri, Arzan mengesah lesu. Dia sudah telat setengah jam. Dengan berat hati dia harus pulang dan menyiapkan mental sekaligus telinga untuk mendengarkan suara ibunya yang mengomel panjang kali lebar. Mengembuskan napas lelah, dia segera mengemasi seluruh berkas-berkas di meja. Setelah semua rapi, dia beralih mengambil jas yang tersampir di kursi. Dipakainya lalu dia beranjak pulang. Tak ingin membuat ibunya makin kesal karena dia telat terlalu lama.
Mobilnya melaju membelah jalan raya Magelang. Saat tiba di lampu lalu lintas, dia menghentikan laju kendaraan bersamaan dengan lampu yang berubah merah. Mengedarkan pandangannya, dia mengesah lelah. Arzan tersentak kaget saat dering ponsel menganggunya yang sedang menikmati pemandangan penjual angkringan di pinggir jalan. Buru-buru dia mengambil ponselnya dan menyambungkan ke headset bluetooth-nya.
Assalamu'alaikum, Bun. Sebentar Bun, Abang lagi nyetir.
Tak diindahkannya jawaban sang bunda, Arzan melajukan mobil kembali begitu lampu berwarna hijau. Dengan hati-hati, dia mencari tempat beristirahat sejenak sembari menerima telepon. Matanya asyik melihat kanan kiri, hingga dia menemukan sebuah masjid di kiri jalan. Ia nyalakan sein ke kiri kemudian memasuki pelataran masjid. Dimatikannya mesin mobil, kemudian beralih ke suara di headset-nya.
Sudah, Bunda. Ada apa?
Bunda cuma mau ngabarin. Kalau Bunda dan yang lainnya sudah di restoran. Kamu nyusul ke sini aja.
Ke mana? Abang belum bersih-bersih.
Garden Resto. Wassalamu'alaikum.
Wa'alikumsalam.
Mengembuskan napas lelah, Arzan keluar dari mobil. Dia berjalan memasuki bagian samping masjid. Tempat untuk berwudhu. Tak berapa lama, Arzan kembali dengan wajah segar. Terdapat titik-titik air di rambutnya, menandakan bahwa dirinya baru saja membasuh wajah.
Arzan memasuki mobil dan memacunya kembali menuju restoran yang disebut sang bunda. Satu jam kemudian, Arzan tiba di parkiran. Tak ingin membuat sang bunda murka karena dia telat hampir dua jam. Arzan melangkah masuk dengan langkah lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Janji [Complete]
SpiritualeArsyila Romeesa Farzana. Putri pemilik pondok pesantren ternama di Magelang. Meesa, begitu orang-orang memaggilnya. Ia menjalani kehidupannya secara teratur, tak pernah ia melanggar larangan yang ada. Monoton, kata teman-temannya. Hingga suatu hari...