Chapter 14 : Sekelumit Penjelasan

4.5K 237 24
                                    

"Tunggu, Tante, apa maksudnya ini? Barang-barang Meesha?"

"Ya, Tante nggak bisa cerita, tapi, Tante boleh 'kan minta tolong sama kamu?"

Nita menatap Meesha dalam. Pikirannya berkecamuk, dia tak tahu apa-apa tentang kehidupan sahabatnya. Dan kini, dia dikagetkan dengan hal ini. Sebenarnya, apa masalah Meesha? Batin Nita.

"Iya, Tante. Nanti aku kirimin alamatku."

"Terima kasih, Nak. Kalau begitu, Tante tutup dulu teleponnya. Barang-barang Meesha akan diantar salah satu sopir pondok."

"Ya, Tante."

Sambungan terputus. Nita menggenggam erat tangan Meesha yang diam di tempatnya sedari tadi.

"Sha, kamu ada masalah apa?"

"Tidak ada apa-apa."

"Tante bilang, dia titip semua barang-barangmu. Kamu mau nginap di rumahku atau apartemen? Apartemenku kosong yang di Rafflesia. Kamu mau pakai?"

Meesha terdiam cukup lama. Mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi, hingga dia bisa diusir seperti ini oleh keluarganya sendiri. Dia tak tahu apa-apa. Shock, sudah jelas. Sebelum dia tinggal bekerja tadi pun semua tampak baik, walau kenyatannya tak bisa dibilang baik. Meesha mencoba berpikir positif.

"Tidak. Antarkan saja barang-barangku ke rumah sakit, nanti aku bawa dari sana. Sementara, aku akan nginap di hotel," dusta Meesha.

"Kamu bohong, Sha. Please, cerita sama aku."

"Aku belum siap dan nggak tahu harus cerita apa. Aku merasa semuanya baik-baik saja sebelum ini."

"Oke, aku tunggu sampai kamu siap."

Sisa perjalanan ke rumah sakit itu diisi keheningan. Meesha dengan pikirannya yang mengawang apa yang sebenarnya terjadi hingga dia merasa terusir dari rumahnya sendiri. Sedangkan Nita, dia prihatin dengan masalah yang menimpa sahabatnya.

***

Pukul sembilan malam, Meesha memasuki sebuah rumah minimalis di sebuah perumahan sederhana. Menatap sekeliling, Meesha menghela napas berat. Mencari-cari saklar, Meesha segera menghidupkan lampu. Seketika ruangan itu terang benderang oleh cahaya lampu. Dia singkap seluruh kain yang menutupi perabot-perabot di rumah itu. Tak banyak di sana. Hanya sofa di ruang tamu, televisi di ruang tengah, dapur, dan kamar.

"Uhuk-uhuk," batuk Meesha akibat debu yang terhidu.

Mengesah lelah, Meesha tetap melanjutkan aktivitasnya membereskan ruangan itu. Ia pun beranjak ke ruangan di lantai atas. Ya, rumah itu terdiri dari dua lantai. Lantai atas hanya terdiri dari tiga kamar tidur dengan satu ruang kerja serta satu perpustakaan mini.

Dulu, Meesha rajin ke sini untuk merapikan dan sekadar mengisi perabot. Namun, sejak beberapa bulan terakhir, Meesha mulai sibuk dan melupakan aktivitasnya yang satu ini. Kini, dia menyesal karena telah meninggalkan rumahnya dalam keadaan seperti ini. Debu di mana-mana. Seharusnya, dia bisa beristirahat dengan tenang. Namun, kini dia harus membersihkan semuanya. Tak begitu peduli dengan ruangan lain, Meesha hanya membersihkan ruang kamarnya. Begitu semua sudah rapi, seprei dan gorden telah terganti dan terpasang apik. Meesha beranjak menyapu dan mengepel lantai. Meletakkannya di dekat pintu begitu dia selesai mengepel. Abai, dia pun mencoba istirahat karena badannya benar-benar lelah. Ditambah lagi jarum jam telah menunjukkan waktu tengah malam.

***

Dengan mata memerah, Meesha menguceknya, mengumpulkan kejernihan penglihatan. Sayang, matanya terlalu pedih dan lelah. Menatap jam dinding yang mati, Meesha pun merogoh tas kerjanya, mencari-cari gawainya dan menghidupkannya. Tertera pukul empat lebih tiga puluh lima. Enggan, Meesha beranjak. Belum sempat kakinya menapak karpet lantai, dering ponsel menghentikan aksinya. Mengerut bingung, siapa yang meneleponnya sepagi ini.

Memeluk Janji [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang