[2] Dependence

4K 211 2
                                    

Ingatan-ingatan itu terus tergali. Pikirannya berkelebat oleh memori-memori yang membuatnya menjadi seorang gadis yang pemilih.

Pada akhirnya, ia hanya bersahabat dengan tiga laki-laki yang satu band dengannya dan satu laki tambahan yang menjadi panutan hatinya.

Vita terdiam cukup lama sebelum akhirnya ia menyadari kenyataan yang baru saja Iqbaal ucapkan. Semuanya benar.

"Kenapa diem?" tanya Iqbaal. "Emang bener kan kalau sahabat lu gak ada yang peduli? Intinya, mereka mau temenan sama lu karena lu ketua OSIS."

Vita terdiam lagi.

"Yaudah, lu mau balik gak? Kalau mau balik, gua anterin," tawar Iqbaal pelan tapi pasti. "Takutnya, pas di jalan, lu pingsan lagi."

Vita hanya mengangguk pelan, sampai ia sadar bahwa kenyataanya, ia tidak memiliki siapapun di sekolahnya tanpa kedudukannya itu. Iqbaal pun menarik gadis itu agar keluar dari ruangan UKS sampai ke halaman parkir.

Tanpa gadis itu sadari, kini ia sudah berada di dalam sebuah mobil. Ini namanya penculikan--tunggu, memang dia yang mau diantar pulang oleh laki-laki itu. Sampai di rumahnya, ia mengucapkan terimakasih pada laki-laki itu.

Keesokan hari sampai seterusnya, ia bisa tahu bahwa teman-temannya hanya memanfaatkan kedudukannya sebagai ketua OSIS. Pelan tapi pasti, ia menjauhi teman-temannya dan pada akhirnya, ia berujung dengan kesendirian.

Kesendirian itu membawa dirinya menjadi sahabat seorang Iqbaal yang akhirnya menjadi ketergantungannya. Setiap hari, dia bergantung pada laki-laki itu. Entah itu barang atau apapun, ia menjadi bergantung pada Iqbaal.

Soal suara Vita yang bagus itu, Iqbaal sendiri tidak tahu sampai akhirnya ketika ia mendengar suara Vita saat menyanyi bersama laki-laki itu alias Revo. Kakak kelasnya alias jugalaki-laki yang disukai oleh Vita.

"Woi!" teriak Iqbaal.

Vita terlonjak dan ia menyadari bahwa ia sudah sampai di rumahnya. Ia pun terkekeh pelan menyadari kecerobohannya membiarkan mereka berdua dalam suasana hening. Padahal, biasanya Vita-lah yang berceloteh.

"Melamun mulu lu," komentar Iqbaal. "Mikirin apaan sih? Serius banget. Mikirin Revo lagi? Udahlah, pupus harapan lu, dia gak suka sama lu."

"Apaan sih." Vita mengerucutkan bibirnya, kemudian menoyor kening Iqbaal. "Gue tadi keinget waktu pertama kali kita ketemu. Najong abis."

"Kenyataannya, sekarang lu bergantung mulu sama gua," Iqbaal membalas. "Lagian, kalau gak ada gua, siapa coba yang mau nganterin lu? Siapa yang mau beliin lu makanan di kantin? Kalau gak ada gua, lu pasti masih temenan sama temen-temen lu."

"Iya sih," jawab Vita sambil menggaruk lehernya yang sama sekali tidak gatal. "Udah ah, sampe ketemu besok ya!"

Kemudian, Vita keluar dari mobil Iqbaal dan Iqbaal hanya bisa menghela nafas panjang diiringi dengan matanya yang mengikuti pergerakan Vita. Setiap hari selalu seperti itu dan tak akan ada yang berubah diantara mereka.

**

"Duh, lu jangan bengong mulu kenapa, Bal?" tanya Dennis malas. Dia yang sekelas sama Iqbaal dan harus sebangku dengan Iqbaal--bukan harus sebenarnya, lagian dia gak ada temen selain Iqbaal dan kedua orang lainnya--berusaha membangunkan Iqbaal dari imajinasi laki-laki itu.

Laki-laki disamping Iqbaal hanya menggeleng pelan dan menatap papan tulis lurus-lurus. Saat ini, sedang pelajaran Kimia, tapi sayangnya, gurunya tidak masuk. "Gua lelah coy. Gak ada yang berubah."

"Najis bahasa lu," komentar Dennis. "Kayak anak-anak galau di facebook gitu. Lagian, kenapa lu gak berusaha sih? Coba bilang sama dia kalau cowok itu gak ada apa-apanya!"

Anything ✕ CJRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang