Ada kalanya jika berbohong pada saat waktu-waktu tertentu. Namun, tetap saja jika berbohongnya pada saat yang salah hanya akan membuat panik dan mengatakan sesuatu yang bodoh.
Saat ini, yang lebih parah adalah Iqbaal menyadari bahwa ia telah berbohong di saat yang salah. Jelas-jelas bahwa Vita tahu ibunya sudah meninggal, namun Iqbaal justru mengatakan yang sebaliknya.
Ia melirik ke arah layar laptopnya dimana Vita masih disana. Gadis itu tengah menyibukkan dirinya dengan ponsel. Sebaiknya ia segera kembali dan bersikap bahwa tidak ada apapun yang terjadi.
Sebelum ia kembali duduk, ia melirik jam di atas nakas tempat tidurnya. Hari sudah sangat larut yakni pukul 1 malam dan tampaknya Vita masih belum mengantuk.
"Vit!"
"E-Eh, lo udah balik. Lama amat," komentar Vita. Iqbaal hanya nyengir dan dalam hati ia menyukuri bahwa Vita tidak ingat soal ibunya. "Lo gak ngantuk apa? Udah jam 1 kan disana?"
Iqbaal menganggukkan kepalanya, lalu kembali melirik ke arah jamnya. "Enggak, gua belum ngantuk. Lu belum cerita lu ngapain aja sehari ini."
"Ya-" Vita terdiam sejenak lalu berpikir. "-gue cuma jalan-jalan doang sama Mike. Udah gitu minum di kafe. Terus balik deh."
"Serius?" tanya Iqbaal tak percaya. Ia menggaruk kepalanya yang gatal karena sudah dua hari ia belum keramas. Rencananya, dia bakalan keramas pagi nanti kalau dia bisa bangun. "Sama Mike? Mike yang mana?"
"Mike yang mana lagi deh. Kan gue cuma kenal satu Mike." Vita memutar bola matanya. "Mike yang deket sama bokap gue."
"Oh, Mike Resito." Iqbaal menganggukkan kepalanya mengerti. "Perasaan, lu kenal satu Mike lagi deh."
"Enggak!" Vita membantah. "Mike doang diurusin. Palingan Mike di sekolah atau dimana kali yang gue kenal."
"Ya kali," jawab Iqbaal ogah-ogahan. Ia kembali menyambar bungkusan kripik dan memakannnya. "Kenapa? Mau lu?"
"Daritadi enak kayaknya liat lo makan," kata Vita. Lalu ia tersenyum. "Udah ya lo tidur sana. Gue mau ke minimarket deket hotel. Siapa tau ada yang jual Lays atau enggak Leo."
"Ngikutin," gerutu Iqbaal. "Yaudah, bye."
"Bye!"
**
Revo menyerah. Ia menatap tumpukan tugas yang belum ia selesaikan. Padahal, biasanya ia bisa menyelesaikannya dalam waktu cepat.
Pikirannya terombang-ambing karena Vita. Ia tahu bahwa gadis itu pergi ke Inggris sejak kemarin dan tiba hari ini. Namun, kenyataannya gadis itu belum juga mengubunginya. Apa gadis itu benar-benar sudah menyerah pada dirinya?
Ini semua salahnya-bukan, melainkan kesalahan Manda.
Saat itu, Manda-lah orang yang menyarankan untuk membuat Vita cemburu. Dan, saat itu, Vita akan semakin berusaha pada Revo. Namun, kenyataannya rencana tersebut tampaknya gagal. Ditambah dengan rencana Manda yang menyarankannya untuk pergi bersama Sheilla.
"Argh! Sial!"
Tiba-tiba saja, pintunya diketuk dan munculah seorang gadis yang dikenalinya sebagai anak pemilik kos tersebut. Gadis itu bernama Delia-setahunya, gadis itu juga seumuran dengannya dan mengambil jurusan farmasi di Universitas Indonesia.
"Mas Revo, ada yang nyari tuh," katanya malu-malu. "Perempuan."
Dari gaya berbicaranya yang agak malu-malu itu dan penggunaan 'Mas', Revo langsung mengetahui bahwa gadis itu keturunan Jawa.
"Perempuan?"
"Iya, saya juga gak tau siapa. Tapi katanya nyariin Mas," jelas Delia.
Revo menganggukkan kepalanya. "Yaudah, bilangin aja bentar lagi saya temuin dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Anything ✕ CJR
FanfictionIqbaal Dhiafikri Ramadhan tidak pernah menyangka bahwa keadaan band yang telah ia bentuk sejak SMA bersama ketiga sahabatnya akan terancam bubar. Pravitasari Utami yang selama ini bersahabat dengan Iqbaal sejak SMP sedang sibuk mengejar sosok kakak...