Ujian kenaikan kelas berlangsung seminggu dan Vita mati-matian belajar agar ia naik kelas. Hafiz juga tidak ingin ketinggalan seperti halnya Vita.
Murid kelas 12 sudah meninggalkan SMA Harapan Abadi dengan berbagai kesan pesan yang ditempelkan di sepanjang koridor menuju gedung utama.
Walaupun kejadian Vita-Revo sudah berlalu sejak lama, Vita masih saja mencari-cari nama Revo di sepanjang koridor dan menemukan nama laki-laki itu diatas kertas kecil yang dilipat ke dalam berwarna biru muda.
Tangan Vita menarik kertas yang terlipat tersebut dan ternyata isinya cukup panjang.
Hai yang baca ini. Sorry, gua emang kasih kesan pesan ini cuma buat satu orang doang. Gua nyesel banget hari terakhir gua penuh masalah. Yang terakhir, gua gak akan nyerah ngejar lu.
Kesan gua disini sih; gua bener-bener had fun lah. Apalagi ngeliat orang yang gua suka ternyata satu sekolah sama gua.
Pesan gua; buat orang yang gua suka, gua minta maaf buat nge-play lu gitu aja. Buat adek kelas gua semangat aja sekolah disini. Semua anak disini pasti the best lah. Haradi--Harapan Abadi--be the best! TheMilway juga. -Muhammad Revo Juan (12 IPA-4)
Rasanya Vita ingin meremas kertas kesan pesan tersebut. Namun, rupanya Iqbaal yang sidah berdiri disampingnya langsung menggeretnya.
Dan, fakta terakhir yang ia tahu adalah Revo sudah bukan lagi tetangganya. Pemuda itu pindah sehari setelah pesta perpisahan SMA Harapan Abadi angkatan 23 ke Depok. Tentu saja, dia diterima di Universitas Indonesia jurusan teknik elektro.
Laki-laki itu bahkan sempat meninggalkan sepucuk surat perpisahan untuk Vita yang langsung ia baca dan dibuangnya. Entah kenapa, rasanya gadis itu ingin menangis setiap kali ia mengingat wajah Revo. Ia bahkan tidak tahu ia membenci Revo atau tidak.
Ia sendiri ragu soal perasaan Revo pada Manda.
**
Sejak setengah jam yang lalu, ia sudah mencari namanya pada papan IIS. Namun, ia belum juga menemukan namanya sendiri. saat semua orang sudah santai duduk di kelas masing-masing ia masih saja menari namanya.
Sampai akhirnya Hafiz mencolek bahu gadis itu dan membuatnya sedikit terlonjak. Ia menoleh ke arah Hafiz dengan kesal.
"Lo buat atau gi--"
"Lo lah yang buta," kata Hafiz tak kalah kesal. "Jelas-jelas lo sekelas lagi sama gua. Pake nyari segala." Ia menarik Vita ke arah papan yang berada di hadapannya, lalu menunjuk sebuah nama. "Tuh, nama lo!"
Vita memutar matanya. "Bukannya ngasih tau daritadi," kata Vita tak kalah kesal.
"Lagian lu, udah gua panggilin daritadi gak nengok-nengok. Gua juga baru nemu nama lu beberapa menit yang lalu," balas Hafiz.
"Gue belum korek kuping. Puas lo," tukas Vita. Matanya meluncur ke atas dan melihat kelasnya. "Kita 12 IIS-1?"
Hafiz mengangguk. "Iqbaal sama Dennis juga sekelas lagi di 12 MIA-1.
"Gila, pinter amat sih," komentar Vita. Ia menyandangkan tasnya ke bahu. "Ayo, ke kelas dan kita liat siapa temen sekelas kita."
"Ya temen sekelas kita ya pasti anak Haradi lah," kata Hafiz. Laki-laki itu mengekori Vita yang mengambil langkah duluan.
Mereka masuk dengan langkah diam-diam sebab kelas yang begitu ramai. Seperti biasa, mereka langsung mengambil bangku di belakang. Bedanya dengan kelas 10 dan 11, kelas 12 setiap bangkunya dipisah menjadi satu-satu. Tapi, tetap saja, Vita dan Hafiz memilih untuk duduk bersebelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anything ✕ CJR
FanfictionIqbaal Dhiafikri Ramadhan tidak pernah menyangka bahwa keadaan band yang telah ia bentuk sejak SMA bersama ketiga sahabatnya akan terancam bubar. Pravitasari Utami yang selama ini bersahabat dengan Iqbaal sejak SMP sedang sibuk mengejar sosok kakak...