[21] A Day With You

1.5K 116 0
                                    

Hai! Vita sorry banget gue udah dua bulan lebih gak update. Gue udah kehabisan ide soalnya wkwk. Jadi, ini baru mau gue lanjutin lagi setelah pemikiran matang-matang.

Hoho. So enjoy!

----

Sudah sekitar setengah jam keduanya duduk di sebuah restoran menikmati pemandangan malam Kota Jakarta. Ramai dan tidak sepadat biasanya. Malam Kamis sepertinya menjadi favorit Vita jika melihat keadaan seperti ini.

Alasan Iqbaal mengajak Vita untuk makan dengannya malam itu adalah untuk melepas penat yang dipikul mereka seharian ini. Sambil mengaduk Jus Stroberinya, Vita melirik ke arah jam tangannya.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam dan Iqbaal masih betah duduk disana tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Puluhan sms sudah dikirimkan oleh Hafiz untuk Vita, namun tak dibalas bahkan dibacanya. Ia terlalu malas untuk membacanya. Setidaknya ia tahu bahwa Hafiz tengah mengkhawatirkan dirinya.

"Kenapa lo balik ke Indonesia?" tanya Iqbaal membuka pembicaraan. "Lo kenapa gak lanjutin kerjaan nyokap lo?"

"Udah gue bilang kalau gue penginnya kerja di Indonesia. Emang kenapa kalau gue kuliah di Inggris tapi kerja di Indonesia?" tanya Vita dengan tatapan menantang.

"Ya, enggak kenapa-kenapa, sih. Cuma gue penasaran sama alasan lo yang tadi. Kenapa berubah?"

Alis Vita seketika bertemu. "Alasan yang ta--Oh, alasan gue yang itu. Itu... Bukan urusan lo."

Mata Iqbaal langsung menatap lurus ke dalam Vita. "Bukan urusan gue? Kenapa? Atau lo udah punya cowok makanya lo gak mau cerita?"

Vita mengangkat bahunya tinggi-tinggi. "Gue gak punya cowok, yang pasti."

Karna gue masih mendem perasaan sialan itu sama lo, batin Vita.

----

London, 2019

Dua tahun yang lalu...

Saat itu angin bertiup kencang dan Vita langsung merapatkan jaketnya. Seharusnya ia sudah duduk manis di apartemen sederhananya yang terletak dengan universitasnya, Cass Bussiness School.

Sesuai dengan janjinya, ia memang mengambil jurusan perekonomian mengingat bahwa kedua orang tuanya yang bekerja dalam jurusan tersebut.

Vita menoleh ke kanan dan ke kiri, mendapati sebuah kafe kecil yang hanya dipadati oleh beberapa gelintir orang.

Should I?

Setelah itu ia melangkah masuk ke dalam kafe tersebut. Bunyi bel yang berdenting akibat pintu yang didorong oleh Vita tentu saja menarik perhatian beberapa pelayan kafe.

Ketika ia sudah duduk di dalam kafe tersebut, seorang pelayan menghampirinya tanpa membawakan sebuah buku menu. Vita tersenyum tipis menyadari bahwa pelayan tersebut mengingat dirinya yang menjadi pengunjung tetap.

"May I have the menu book?"

"Okay, wait for a minute, Miss."

Pelayan tersebut kembali dengan sebuah buku menu lalu memberikannya kepada Vita. Setelah itu, Vita langsung membukanya dan memilih menu yang akan dipesannya malam itu.

"Uh, I want a Frappuccino and a cheesecake."

"Um, Miss, the cheesecake... Which one you would like to order?"

"Oh, sorry," tukas Vita cepat lalu tersenyum getir ke arah pelayan perempuan itu. Setelah itu Vita membalik-balikkan halaman dan menunjuk salah satu cheesecake yang terpampang di halaman utama buku menu. "I want this."

"Okay, Miss."

Setelah itu, si pelayan pergi meninggalkan meja Vita. Vita duduk terdiam memainkan ponselnya. Pupil matanya membesar saat membaca sebuah pesan dari nomor yang tak dikenalnya.

+44087528xxx: Lo lagi di kafe deket kampus?

Ketika Vita hendak membalas pesan tersebut, seseorang duduk disampingnya dan membuatnya berteriak. Pengunjung yang lain langsung menolehkan wajah mereka ke arah Vita dengan heran.

Sedangkan itu, laki-laki yang ada disampingnya langsung menutup mulut Vita dengan telapak tangan kanannya, dan meminta maaf kepada para pengunjung kafe.

"Ha--mmph."

"Iya, iya, gue Hafiz. Udah gak usah pake teriak segala."

Hafiz pun melepas tangannya, lalu menghela nafasnya panjang. Sedangkan itu, Vita menatapnya dengan wajah tidak percaya.

"Kok lo bisa disini?"

"Gini, gue kesini karena gue khawatir. Lo selalu gak ngasih kabar, lo gak pernah pulang walaupun lagi masa liburan."

Vita mendengus pelan. "Sok care sama gue. Gue gak pernah pulang ke Indonesia karena gue emang lagi ada urusan disini."

"Oh gitu, bohong ya lo."

Vita membulatkan matanya. "Masa iya gue bohong? Gue beneran gak bohong! Gue emang sibuk beresin kuliah gue."

"Iya, deh," kata Hafiz akhirnya.

"Terus gimana kabar lo semua di Indonesia?"

Hafiz mengangkat bahunya. "Ya, gitu juga lah. Sibuk kuliah dan Dennis kayaknya damai-damai aja sama pacarnya. Gue juga sibuk sama kuliah gue, mau beresin masalah ini itu."

Vita menatapnya, seolah meminta penjelasan lebih. Ia meminta seakan yang dijelaskan oleh Hafiz belum cukup untuknya. Hafiz yang menyadari pandangan Vita pun menghela nafas berat.

"Iqbaal... Gue gak tau dia dimana."

"Dia bener-bener gak ada?"

"Iya."

Kemudian, seorang pelayan datang dan menghampiri meja mereka. Ia menyerahkan segelas Frappuccino dan sepiring cheesecake milik Vita. Ia tersenyum tipis sebelum meninggalkan meja tersebut.

Dengan cepat, Vita menyambar pesanannya, lalu mulai memakan cheesecake-nya. "Um--Fiz, seharusnya lo traktir gue."

"Mendingan lo makan dulu sampe beres baru ngomong," Hafiz menyarankan. "Oke deh, gue traktir. Tapi ada syaratnya."

"Syarat?"

"Iya. Conditions."

Vita pun terdiam, kemudian ia menatap keluar jendela kafe dimana jalan raya masih saja padat ramai. Lampu jalan menghiasi kota tersebut. Sambil memandangi, ia pun memikirkan tawaran yang hanya sekali seumur hidup tersebut.

Kapan lagi ditraktir Hafiz, gumamnya.

Akhirnya, ia pun menarik nafas dalam-dalam, menyedot Frappuccino-nya, dan menghela nafas.

"Oke, apa syaratnya?"

"Lo mau gak jadi pacar gue?"

----

To be continued.

December 13, 2014

Anything ✕ CJRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang