[4] Training!

2.6K 175 0
                                    

Revo menghela nafas panjang, kemudian ia melepaskan rangkulan gadis itu dan menatap gadis itu dengan malas. "Makasih bantuannya, Shei."

Sheilla tertawa. "Bukan apa-apa. Gue cuma mau bantuin lo supaya jauh aja dari Vita. Terutama--Lo berdua gak cocok sama sekali."

"Gua tau," tukas Revo. "Gua cuma anggep dia sebagai adek gua dan ternyata dia malah nganggepnya lebih. Terutama pas tau ternyata dari gerak-geriknya dia punya perasaan sama gua."

"Lo mustinya seneng punya cewek kayak dia," ucap Sheilla sembari meminum jusnya. "Lagian, gue yakin dia pasti nangis."

Revo melotot ke arah Sheilla. "Nangis gimana? Ya kali dia nangis cuma gara-gara ngeliat gua sama cewek."

Sheilla tertawa hambar. "Bukannya apa-apa, cuma bukannya itu ya yang cewek rasain kalau ngeliat cowok yang dia suka ternyata udah sama cewek lain?"

"Gua gak peduli."

"Oh ya?"

**

Iqbaal menghela nafas panjang ketika ia baru saja memberhentikan mobilnya di depan halaman rumah Vita. Ia mengerang pelan sambil merentangkan tangannya ke atas.

"Makasih ya."

Vita tersenyum dan mengangguk. "Santai aja," kata Vita. Ia melepaskan sabuk pengamannya. "Mau masuk dulu gak? Gue bikinin minuman."

Iqbaal mengangguk. Kemudian, keduanya turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah Vita yang sunyi senyap. Iqbaal mengedarkan pandangannya.

"Lah, Mbak Murni mana?" tanya Iqbaal sambil membanting tubuhnya ke atas sofa dengan enak dan menghidupkan televisi.

Vita mengangkat bahunya. "Mungkin udah pulang," katanya. Ia pun melangkah menaiki tangganya. "Gue mandi dulu. Bentar kok cuma lima menit, lo nonton aja dulu."

"Oh, yaudah," kata Iqbaal sambil mengganti-ganti saluran televisi. Sejenak ia berpikir lalu ia pun berteriak, "Vita!"

"Kenapa lagi?!"

"Gue nginep ya?"

"Yaudah!"

Setelah itu terdengar pintu tertutup secara keras. Iqbaal pun terkekeh pelan mengingat bahwa pintu kamar mandi Vita yang memang harus dibanting barulah tertutup.

Iqbaal menghela nafas panjang, kemudian ia meninggalkan ruang keluarga dan menuju mobilnya untuk mengambil beberapa pakaian yang memang sengaja ia bawa untuk keperluan mendadak seperti sekarang ini.

Suara televisi menyala tampaknya mengganggu Vita. Gadis yang baru saja selesai keramas itu segera keluar dari kamar mandinya dan menuju kamarnya untuk memastikan bahwa ia memakai piyama dengan benar.

Lalu, ia menuruni tangga dan celingukan mencari-cari Iqbaal yang ternyata hilang. Mulutnya ternganga ketika melihat bahwa pintu utama rumahnya terbuka lebar.

"KYAAAA!"

Iqbaal yang notabene baru saja mau melangkah masuk, sontak langsung menutup telinganya rapat-rapat sebelum gendang telinganya harus pecah di usia dini.

Gak lucu kan kalau dia harus 'Hah?' 'Heh?' 'Hoh?' tiap kali dipanggil oleh teman-temannya. Setelah pekikan itu selesai, Iqbaal menggosok-gosok telinganya dan masuk ke dalam rumah Vita.

"Ada apaan sih?"

Vita yang masih histeris cepat-cepat mengubah ekspresinya. "Gue kira lo hilang! Gobs, makanya jangan keluar-keluar kayak anak hilang gitu, kenapa sih?" tanya Vita marah.

Iqbaal tertawa pelan, lalu ia melangkah mendekati Vita dan menepuk kepala gadis itu. "Gua kan cowok, yang mustinya dikhawatirin itu lu, bukan gua. Oke?"

Anything ✕ CJRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang