[20] Several Years

1.5K 118 0
                                    

I've died everyday waiting for you

I've loved you for a thousand years

*

Gadis itu dengan santai berjalan menuju mobil yang daritadi sudah siap dilajukan. Beberapa gadis seumuran dengannya tampak memasang wajah sebal. Namun, ekspresi tersebut segera berubah ketika gadis itu datang dengan wajah riangnya.

"Ogah deh gue nungguin lo lagi! Lama banget," ujar seorang gadis berambut gelombang hitam pekat. "Jujur, gua gak suka nungguin lo. Bete banget! Yang gue liat cuma muka-nya Pak Asep sama Pak Yoyok."

Seorang gadis yang duduk sebagai pengemudi pun tertawa kencang, lalu menoleh ke belakang. "Daripada ngeliatin kucing makan? Mendingan liatin Pak Yoyok sama Pak Asep 'kan?"

Seorang gadis dengan make-up cukup tebal mendengus. "Sorry-sorry aja, kalau gue mendingan liatin kucing makan deh."

"Udah deh, berisik aja lo tiga," ujar gadis bercelana jeans. Ia menoleh pada gadis yang duduk disampingnya. "Buruan deh, Ren, jalan! Keburu telat nih kita."

"Oh ya, Vit, udah tau belum? Direktur kita ganti loh," ucap gadis dengan make-up tebal. "Masih muda! Seumuran lo kalau gak salah. Gila gak? Denger-denger dia anaknya Pak Kuncoro."

"Masa sih, Kam? Bohong mulu lo. Pak Kun masa punya anak?" tanya Vita yang tak lain adalah Pravitasari Utami tak percaya.

Kamila mencibir. "Eh, Ca! Jangan diem aja dong. Emang bener 'kan anaknya Pak Kun?"

Erica yang sebenarnya dibaca Erika justru dieja seperti bacaannya oleh sahabatnya hanya menggumam tak jelas. Yang pasti, ia mengiyakan perkataan Kamila. Ia sendiri tengah sibuk dengan minumannya dan juga ponselnya.

"Ah, si Rica kalau udah main Get Rich kayak orang kesurupan," komentar Renita atau Rere yang duduk sebagai pengemudi. "Namanya siapa ya? Ganteng gak ya? Kalau ganteng boleh lah."

"Ya ampun, Re! Lo kan masih punya pacar," tukas Kamila bersemangat. "Mau dikemanain tuh si Dhika?"

"Di tampung dulu," jawab Rere diikuti dengan cekikikan centil khasnya.

Disampingnya, Vita hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak mengerti mengapa sahabatnya bersikap seperti ini. Semenjak kepindahannya ke Inggris, tak pernah ia mendengar kabar ketiga sahabatnya--Iqbaal, Dennis, dan juga Hafiz.

Terutama Revo.

**

Bagaikan disambar petir di siang hari, senyum Vita langsung memudar ketika ia melihat wajah tersebut.

"Vit," desis Rere yang berdiri disampingnya. Ia menyikut pinggang Vita, sehingga gadis itu meringis.

Vita menoleh pada Rere. "Apaan sih, Re?" tanyanya tanpa suara.

Rere mendengus. "Lo yang apaan. Jangan bengong, itu direktur baru kita. Lo mustinya ngedengerin. Untung kita berdiri paling belakang."

Untuk entah ke berapa kalinya Vita hanya mendengus. "Iya, santai aja. Direktur baru doang."

Setelah selesai acara perkenalan, bos baru tersebut melangkah meninggalkan ruang kantor yang diramaikan oleh seluruh staf perusahaan.

"Tuh kan, apa gue bilang! Dia seumuran sama kita-kita," ujar Kamila setelah semuanya kembali ke tempat masing-masing.

Sebelum Vita kembali ke ruangannya, ia memutuskan untuk mendengarkan celotehan sahabatnya. Walaupun memang ia tidak tertarik sama sekali membicarakan orang tersebut.

"Kita-kita? Vita sama Rica doang kali," tukas Reres sebal. "Inget umur kita udah 24 sama 25! Nah, berhubung Rica udah punya gebetan, artinya tinggal Vita yang masih betah menjomblo di umur 23 tahun."

"Apaan sih," desis Vita kesal setelah meminum air putihnya. "Udah ah, gue mau balik dulu kerja."

Rica terekekeh pelan menanggapi ucapan Vita. "Selamat menjadi sekretaris dari direktur baru."

Vita menghentikan langkahnya, lalu membalikkan badannya. "Sialan."

**

"Masuk," Vita menjawab ketika sebuah ketukan pintu terdengar disana.

Lalu, masuklah seorang laki-laki dengan senyuman khas-nya. Ia melangkah masuk ke dalam sana lalu menutup pintu ruang kerja Vita.

"Gimana? Lo terkejut?"

"Well, harus gue akui, gue cukup terkejut dengan kehadiran lo sebagai direktur baru gue," kata Vita tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer.

Ia sendiri memang sejak daritadi selalu disibukkan oleh tugas ini dan itu.

"Ngomong-ngomong gue gak selamanya jadi direktur kok," ungkap laki-laki itu. Ia duduk di sofa yang ada di ruang kerja Vita tanpa malu.

"Iya gue tau," balas Vita. "Lo disini bukan sebagai anaknya Pak Kun 'kan? Karena setau gue nama bokap lo bukan Kuncoro."

Laki-laki itu terkekeh pelan. "Emang dia bukan bokap gue. Darimana berita gue anak dari Pak Kuncoro?" tanyanya. "Ngomong-ngomong, kapan lo balik ke Indonesia?"

"Pertanyaan lo terlalu banyak," komentar Vita. Ia menyeruput teh hangat yang tadi dipesannya melalui office boy. "Berita itu dari tenen-temen gue dan ya, gue balik udah lama. Semenjak keterima disini, gue emang pindah kesini."

"Terus, ngapain lo kerja di Indonesia kalau lo kuliah di Inggris?" tanya laki-laki itu penasaran.

Vita tertawa kecil. "Gue cinta Indonesia dan gak tau kenapa rasanya ada yang ketinggalan di Indonesia. Dan, gue emang gak berniat menetap di Inggris."

"You don't want to marry foreign guy, right?" Duga lelaki itu.

"Yeah, you still remember that," ucap Vita.

"Gue akan selalu ingat itu," tandas lelaki itu. "Lo ngerasa ketinggalan sesuatu di Indonesia?"

"Yah... Begitu," jawab Vita ogah-ogahan. "Gue kangen sama semua orang di Indonesia."

"Terutama gue, 'kan?"

Otomatis, Vita mengalihkan pandangannya dari layar monitornya. "Dalam mimpi lo aja, Iqbaal!"

*

*

*

to be continue // September 29, 2014

Anything ✕ CJRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang